Selasa, 10 November 2015

TUGAS MEMBUAT PUISI



BIRA DAN SEBUAH JANJI

Air laut membiaskan semburat merah
Kawanan ombak tersipu malu menyapa bibir pantai
Sang surya segera kembali ke peraduannya

Aku masih betah di sini
Menunggu hadirnya belahan jiwaku
Si pemilik bibir tipis dan mata coklat
Membiaskan kerinduan tiada batas

Senja di Bira menjadi saksi
Janji yang terikrar

Ah....
Senja memang tidak selalu berakhir bahagia
Janji itu mengalah pada takdir
Menyisahkan potongan luka yang menyayat



Puisi “Bira dan Sebuah Janji” bernada rendah. Si Aku yang sedang menunggu belahan jiwanya dan mengikrarkan janji tetapi kemudian menyadari janji itu mengalah pada takdir
 

YANG TERHEMPAS DAN YANG TERBUANG

Engkaulah si pemilik hati ini
Engkaulah cinta sejatiku
Gadis cantik bermata lentik
Kesederhanaan selalu terpancar dari hatimu
Senyum manis selalu menghiasi bibir tipismu

Namun
Takdir waktu mengubah semuanya
Ia tak lagi seperti gadisku yang dulu
Gadis cantikku tersenyum lalu tertawa sendiri
Jiwanya seperti menghilang dari raganya
Aku berlari ke arah jiwa itu merangkulnya
Namun terhempas begitu jauh


Puisi “Yang Terhempas dan Yang Terbuang” bernada simpatik. Seorang pemuda yang simpatik kepada seorang gadis cantik yang sederhana tetapi gadis itu gila setelah tak kuasa menerima takdir kalau cintanya dengan si pemuda tidak bersatu karena mereka bersaudara

 
MUAK
Aku muak...
Muak pada lautan
Muak pada Ibuku
Muak pada Tuhan
Muak pada kehidupan

Mengapa mereka menghadirkan luka?  
Luka dari dosa yang tak pernah kuperbuat
Mengapa?
Mereka membuatku terdampar pedih

Ini teramat rumit
Persamaan darah menyakiti cintaku
Ragaku memberontak
Darah yang mengalir di tubuhku berteriak mengusik pikiranku
Aku ingin mengabaikan takdir


Puisi “Muak” bernada tinggi. Si Aku yang muak dengan kehidupan karena ternyata gadis yang dicintainya adalah saudara kandungnya
 
TAKDIR

Dari mana takdir itu ?
Perjalanan hidup atau ketetapanNya
Lawan...
Pasrah...

Engkau ingin melawan takdir ?
Sehebat apa dirimu ?
Ingin melawan kuasaNya

Cintamu tak mungkin bersatu
Tapi bukankah itu hidup ?
Harus ada rasa getir yang merajai perjalanan kehidupan
Saat kenyataan tak sesuai harapan


Puisi “Takdir” bernada antipati. Pembaca bersikap antipati terhadap masalah si Pemuda yang ingin melawan takdir kalau gadis yang dicintainya adalah saudaranya,.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar