BIRA
DAN SEBUAH JANJI
Air laut membiaskan semburat merah
Kawanan ombak tersipu malu menyapa bibir pantai
Sang surya segera kembali ke peraduannya
Aku masih betah di sini
Menunggu hadirnya belahan jiwaku
Si pemilik bibir tipis dan mata coklat
Membiaskan kerinduan tiada batas
Senja di Bira menjadi saksi
Janji yang terikrar
Ah....
Senja memang tidak selalu berakhir bahagia
Janji itu mengalah pada takdir
Menyisahkan potongan luka yang menyayat
Puisi
“Bira dan Sebuah Janji” bernada rendah. Si Aku yang sedang menunggu belahan
jiwanya dan mengikrarkan janji tetapi kemudian menyadari janji itu mengalah
pada takdir
|
YANG
TERHEMPAS DAN YANG TERBUANG
Engkaulah si pemilik hati ini
Engkaulah cinta sejatiku
Gadis cantik bermata lentik
Kesederhanaan selalu terpancar dari hatimu
Senyum manis selalu menghiasi bibir tipismu
Namun
Takdir waktu mengubah semuanya
Ia tak lagi seperti gadisku yang dulu
Gadis cantikku tersenyum lalu tertawa sendiri
Jiwanya seperti menghilang dari raganya
Aku berlari ke arah jiwa itu merangkulnya
Namun terhempas begitu jauh
Puisi
“Yang Terhempas dan Yang Terbuang” bernada simpatik. Seorang pemuda yang
simpatik kepada seorang gadis cantik yang sederhana tetapi gadis itu gila
setelah tak kuasa menerima takdir kalau cintanya dengan si pemuda tidak
bersatu karena mereka bersaudara
|
MUAK
Aku muak...
Muak pada lautan
Muak pada Ibuku
Muak pada Tuhan
Muak pada kehidupan
Mengapa mereka menghadirkan luka?
Luka dari dosa yang tak pernah kuperbuat
Mengapa?
Mereka membuatku terdampar pedih
Ini teramat rumit
Persamaan darah menyakiti cintaku
Ragaku memberontak
Darah yang mengalir di tubuhku berteriak mengusik
pikiranku
Aku ingin mengabaikan takdir
Puisi
“Muak” bernada tinggi. Si Aku yang muak dengan kehidupan karena ternyata
gadis yang dicintainya adalah saudara kandungnya
|
TAKDIR
Dari mana takdir itu ?
Perjalanan hidup atau ketetapanNya
Lawan...
Pasrah...
Engkau ingin melawan takdir ?
Sehebat apa dirimu ?
Ingin melawan kuasaNya
Cintamu tak mungkin bersatu
Tapi bukankah itu hidup ?
Harus ada rasa getir yang merajai perjalanan
kehidupan
Saat kenyataan tak sesuai harapan
Puisi
“Takdir” bernada antipati. Pembaca bersikap antipati terhadap masalah si
Pemuda yang ingin melawan takdir kalau gadis yang dicintainya adalah
saudaranya,.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar