Kamis, 12 November 2015

ANALISIS WACANA IKLAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Iklan selalu hidup dan berada kapan saja dan di mana saja dalam kehidupan kita. Bentuk iklan yang terpublikasi ke media bersandar pada bahasa verbal yang tertulis dan tercetak. Kekuatan utama iklan terletak pada bahasa, gambar, serta penggarapan kreatif tata letaknya. Setiap pengiklan selalu menginginkan agar produk yang dipromosikan laku. Efek langsung dan cepat terhadap penjualan menjadi salah satu ukuran keberhasilan iklan. (Siminto, 2004) mengatakan sebuah iklan diciptakan dengan memperhitungkan secara cermat aspek keberterimaan oleh masyarakat umum.
Berbagai jenis layanan telah hadir di Indonesia. Tentu saja media promosi yang digunakan adalah media untuk menyakinkan konsumen. Perusahaan  menawarkan beragam keunggulan dalam mencari pelanggan mereka. Beragam keunggulan yang ditawarkan oleh perusahaan  disampaikan melalui bahasa. Bahasa yang memikat dengan pilihan kata yang kreatif selalu dimanfaatkan dalam menjaring konsumen.
Bahasa yang dipergunakan dalam iklan di media massa dan elektronik seringkali tidak sesuai dengan kaidah bahasa yang baik dan benar. Iklan memerlukan tampilan yang dikemas dengan bahasa membumi, kontekstual, dan ‘gaul’. Kondisi ini yang menyebabkan adanya keprihatinan pada banyak kalangan. Ada yang berpendapat bahwa bahasa iklan tidak mesti sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, tetapi belum ada kriteria bagaimana sebaiknya bahasa iklan tersebut. 
Sebagai bagian dari pengungkapan ide, iklan  harus memiliki kesatuan atau keutuhan wacana atau tulisan yang dapat mencerminkan ide yang diungkapkan oleh penulis sehingga informasi atau hal-hal yang ingin diungkapkan dapat dimengerti dengan mudah oleh masyarakat dari berbagai latar belakang.
Suatu wacana dituntut memiiki keutuhan struktur. Keutuhan dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam sutau organisasi kewacanaan (Mulyana, 2005: 25). Keutuhan tulisan dapat mencakup kohesi, koherensi, dan unsur-unsur gramatikal yang ada di dalam tulisan. Kohesi dan koherensi merupakan bagian yang harus ada di dalam suatu tulisan yang dapat menjadikan tulisan yang dibaca bermakna atau memiliki ide atau informasi yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca. Selain kohesi dan koherensi, di dalam suatu tulisan juga harus memperhatikan unsur gramatikal, seperti: referensi, subtitusi, elipsis, paralelisme, dan konjungsi.
Masing-masing pembuat iklan mengungkapkan secara intens karakteristik model iklan dalam bahasa tuturan yang secara semantik memiliki pertentangan arti. Segala kemungkinan bentuk desain iklan diekspresikan dengan berbagai cara agar tercapai sasaran yang akan dituju. Iklan tidak muncul tanpa hambatan. Kaidah-kaidah, norma-norma, peraturan yang berlaku tertulis atau tidak tertulis, ikut memaksa para kreator periklanan untuk lebih berkreasi di tengah hiruk-pikuk persaingan ide dan gagasan.
Tidak semua audiens atau pemirsa dapat memahami makna kontekstual dari setiap slogan iklan yang ditayangkan pada layar televisi. Kesulitan audiens untuk memahami secara kontekstual slogan-slogan yang digunakan di dalam iklan sedikit banyak disebabkan karena orang sulit memahami bahasa dan struktur iklan.
Secara ringkas, tulisan ini akan memaparkan pilihan kata yang digunakan dalam bahasa iklan. Penelaahan dapat ditentukan pola pilihan kata dalam wacana iklan berbahasa Indonesia dan makna acuan yang terkandung dalam wacana iklan berbahasa Indonesia. Tulisan ini adalan kajian singkat terhadap iklan berbahasa Indonesia. 

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan di atas, rumusan masalah makalah ini sebagai berikut.
1.      Bagaimana struktur  wacana iklan? 
2.      Bagaimana makna pilihan kata wacana iklan? 

C.    Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk dapat mendeskripsikan:
1.       Mendeskripsikan struktur  wacana iklan.
2.       Mendeskripsikan makna pilihan kata wacana iklan.

D.    Manfaat Penelitian
Hasil dari analisis ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun praktis.
1.      Manfaat teoretis, hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman baru bagi masyarakat dalam menganalisis wacana suatu iklan khususnya iklan  ditinjau dari segi struktur wacana (baik kohesi, koheransi, dan unsur gramatikal) serta makna pilihan kata yang terdapat dalam dalam iklan .
2.      Manfaat praktis yang dapat diambil dari analisis ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif dalam bidang tulis-menulis agar memperhatikan keutuhan suatu wacana dan wacana kontekstual dalam iklan .
BAB II
KAJIAN TEORI
A.    Iklan 
Kata iklan didefinisikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai berita pesanan untuk mendorong, membujuk kepada khalayak ramai tentang benda dan jasa yang ditawarkan; iklan dapat pula berarti pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di dalam media massa seperti surat kabar dan majalah (KBBI: 322). Informasi melalui iklan dinilai berpengaruh langsung maupun tak langsung terhadap persepsi, pemahaman, dan tingkah laku masyarakat (Darmawan, 2006). 
Iklan memiliki fungsi untuk menyebarkan informasi tentang penawaran suatu produk, gagasan atau jasa. Keberadaan suatu barang atau jasa diketahui konsumen lewat iklan. Iklan berusaha memberikan informasi tentang keunggulan, kelebihan, manfaat dan sifat yang diberikan barang, jasa atau gagasan yang dimaksudkan atau dianjurkan. Di sisi yang lain iklan merupakan alat persuasi agar konsumen membeli atau menggunakan barang, jasa atau gagasan tersebut. Berbeda dengan sebuah berita dalam suratkabar, iklan tidak sekedar menyampaikan informasi tentang suatu benda atau jasa, tetapi mempunyai sifat "mendorong" dan "membujuk" agar orang menyukai, memilih dan kemudian membelinya. Dalam proses periklanan terjadi proses yang berkaitan dengan disiplin psikologi; mulai dari tahap penyebaran informasi sebagai proses awal, hingga ke tahap menggerakkan konsumen untuk membeli atau menggunakan jasa adalah suatu proses psikologi. Iklan dapat dikatakan berhasil apabila mampu menggerakan konsumen untuk pertama kali saat melihat penampilan iklan tersebut; rangsangan visual dari penampilan iklan langsung mendapat perhatian dari pemerhati. Proses berikut adalah hadirnya penilaian akhir terhadap isi atau pesan dari iklan, dengan mempertimbangkan perasaan calon konsumen, yang memunculkan tindakan atau sikap sesuai dengan penilaian akhirnya. Fenomena-fenomena sosial-budaya seperti fashion, makanan, furniture, arsitektur, pariwisata, mobil, barang-barang konsumer, seni, desain, dan iklan dapat dipahami berdasarkan model bahasa (Yasraf Amir Piliang,1995: 27). Pragmatik merupakan tataran yang ikut memperhitungkan manusia sebagai pengguna bahasa. 

B.     Analisis Wacana Kritis
Menurut Douglas dalam Mulyana (2005: 3), istilah wacana berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/vak, yang artinya berkata, berucap. Kata tersebut kemudian mengalami perubahan bentuk menjadi wacana. 
Kridalaksana dalam Yoce (2009: 69) membahas bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap dalam hirearki gramatikal tertinggi dan merupakan satuan gramatikal yang tertinggi atau terbesar. Wacana direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh, seperti novel, cerpen, atau prosa dan puisi, seri ensiklopedi dan lain-lain serta paragraph, kalimat, frase, dan kata yang membawa amanat lengkap. Jadi, wacana adalah unit linguistik yang lebih besar dari kalimat atau klausa.
Menurut Kamus Linguistik Dewan Bahasa dan Pustaka (1997) dalam Tengku Silvana Sinar (2008: 5), wacana diterjemahkan sebagai discourse yaitu unit bahasa yang lengkap dan tertinggi yang terdiri daripada deretan kata atau kalimat, sama ada dalam bentuk lisan atau tulisan, yang dijadikan bahan analisis linguistik. Kata wacana berasal dari kata vacana ‘bacaan’ dalam bahasa Sansekerta. Kata vacana itu kemudian masuk ke dalam bahasa Jawa Kuna dan bahasa Jawa Baru wacana atau vacana atau’ bicara, kata, ucapan’. Kata wacana dalam bahasa baru itu kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi wacana ‘ucapan, percakapan, kuliah’ (Poerwadarminta 1976: 1144).
Lukmana, Aziz dan Kosasih (2006: 12) mengatakan bahwa analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) mempunyai ciri yang berbeda dari analisis wacana yang bersifat “non-kritis”, yang cenderung hanya mendeskripsikan struktur dari sebuah wacana. Analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) bertindak lebih jauh, diantaranya dengan menggali alasan mengapa sebuah wacana memiliki struktur tertentu, yang pada akhirnya akan berujung pada analisis hubungan sosial antara pihak-pihak yang tercakup dalam wacana tersebut.
Analisis wacana kritis menyediakan teori dan metode yang bisa digunakan untuk melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan antara wacana dan perkembangan sosial dan kultural dalam domain-domain sosial yang berbeda (Jorgensen dan Philips, 2007: 114). Tujuan analisis wacana kritis adalah menjelaskan dimensi linguistik kewacanaan fenomena sosial dan kultural dan proses perubahan dalam modernitas terkini (Jorgensen dan Philips, 2007: 116). 
Secara garis besar, dapat disimpulkan pengertian wacana adalah satuan bahasa terlengkap daripada fonem, morfem, kata, klausa, kalimat dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis ini dapat berupa ucapan lisan dan dapat juga berupa tulisan, tetapi persyaratanya harus dalam satu rangkaian dan dibentuk oleh lebih dari sebuah kalimat.
Istilah analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai di dalam berbagai disiplin ilmu dengan berbagai pengertian.Titik singgung analisis wacana adalah studi yang berhubungan dengan pemakaian bahasa. Menurut A.S Hikam dalam Eriyanto (2001: 4) ada tiga paradigma analisis wacana dalam melihat bahasa. Pertama, pandangan positivisme-empiris; kedua, pandangan konstruktivisme; dan ketiga pandangan kritis. 
Dengan demikian, analisis wacana kritis merupakan teori untuk melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan antara wacana dan perkembangan sosial budaya. Untuk menganalisis wacana, yang salah satunya bisa dilihat dalam area linguistik dengan memperhatikan kalimat-kalimat yang terdapat dalam teks (novel) bisa menggunakan teori analisis wacana kritis. Teori analisis wacana kritis memiliki beberapa karakteristik dan pendekatan. 

C.    Hakikat Kohesi dan Koherensi
            Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk teks yang penting. Menurut Mulyana (2005: 26) menyatakan bahwa kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Kohesi wacana terbagi di dalam dua aspek, yaitu kohesi gramatika dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal antara lain adalah referensi, subtitusi, elipsis, konjungsi, sedangkan yang termasuk kohesi leksikal adalah sinonimi, repetisi, kolokasi.
            Sejalan dengan pendapat di atas Yayat Sudaryat (2008: 151) menyatakan bahwa kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam organisasi sintaksis, wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Sedangkan Abdul Rani, Bustanul arifin, Martutik (2006: 88) menyatakan bahwa kohesi adalah hubungan antarbagian dalam teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa. Oleh karena itu, wacana dikatakan kohesif apabila terdapat kesesuaian bentuk bahasa baik dengan ko-teks (situasi dalam bahasa) maupun konteks (situasi luar bahasa). Menurut H. G. Tarigan (dalam Mulyana, 2005: 26) mengemukakan bahwa penelitian mengenai kohesi menjadi bagian dari kajian aspek formal bahasa. Oleh karena itu, organisasi dan struktur kewacanaanya juga berkonsentrasi dan bersifat sintaktik gramatikal.
            Brown dan Yule (dalam Abdul Rani, dkk, 2006: 87) menyatakan bahwa unsur pembentuk teks itulah yang membedakan sebuah rangkaian kalimat itu sebagai sebuah teks atau bukan teks. Hal tersebut juga diperkuat lagi dengan pendapat Anton M. Moeliono (dalam Sumarlam, dkk, 2009: 173) bahwa kohesi merupakan hubungan semantik atau hubungan makna antara unsur-unsur di dalm teks dan unsur-unsur lain yang penting untuk menafsirkan atau menginterpretasikan teks; pertautan logis antarkejadian atau makna-makna di dalamnya; keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang apik. Berdasarkan pendapat tersebut telah diperkuat dan disimpulkan oleh Mulyana (2005:31) bahwa hubungan koherensi merupakan sutau rangkaian fakta dan gagasan yang teratur yang tersusun secara logis.
           
D.    Hakikat Unsur Gramatikal
1.      Referensi
            Menurut Yayat Sudaryat (2008:153) menyatakan bahwa referensi atau pengacuan merupakan hubungan antara kata dengan acuan. Kata-kata yang berfungis sebagai pengacu disebut deiksis sedangkan unsur-unsur yang diacu disebut antesede. Diperkuat dengan pendapat Mulyana (2005: 27) juga menyatakan bahwa referensi (penunjukan) merupakan bagian kohesi gramatikal yang berkaitan dengan penggunaan kelompok kata untuk menunjuk kata atau kelompok kata atau satuan gramatikal lainnya.
2.      Subtitusi
             Harimurti Kridalaksana (dalam Mulyana, 2005:28) menyatakan bahwa subtitusi (penggantian) adalah proses dan hasil penggantian oleh unsur bahasa oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar. Penggantian dilakukan untuk memperoleh unsur pembeda atau menjelaskan strukur tertentu. Proses subtitusi merupakan hubungan gramatikal, dan lebih bersifat hubungan kata dan makna. Sejalan dengan pendapat tersebut Yayat Sudaryat (2008: 154) menyatakan bahwa substitusi mengacu pada penggantian kata-kata dengan kata lain. Subtitusi mirip dengan referensi. Perbedaannya, referensi merupakan hubungan makna sedangkan subtitusi merupakan hubungan leksikan atau gramatikal.
3.      Elipsis
            Yayat Sudaryat (2008: 155) mengemukakan elipsis merupakan penghilangan satu bagian dari unsur kalimat. Sebenarnya ellipsis sama dengan subtitusi, tetapi ellipsis disubtitusi oleh sesuatu yang kosong. Elipsis biasanya dilakuakn dengan menghilangkan unsur-unsur wacana yang telah disebutkan sebelumnya. Sedangkan pendapat harimurti Kridalaksana (dalam Mulyana, 2005:280 elipsis (penghilangan/pelesapan) adalah proses penghilangan kata atau sataun-satuan kebahasaan lain.
4.      Paralelisme
            Menurut Yayat Sudaryat (2008: 155) paralelisme merupakan pemakaian unsur-unsur gramatikal yang sederajat. Hubungan antara unsur-unsur itu dituturkan langsung tanpa konjungsi.

5.      Konjungsi
            Harimurti Kridalaksana dan H. G. Tarigan dalam (Mulyana, 2005: 29) menyatakan bahwa konjungsi atau kata sambung adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang berfungsi sebagai penyambung, perangkai, atau penghubung angtara kata dengan kata, frasa dengan frasa, kalusa dengan klausa, kalimat dengan kalimat dan seterusnya.

E.     Analisis Konteks
Untuk membentuk wacana yang baik dan padu tidak cukup hanya mengandalkan hubungan kohesi. Menurut Cook (dalam Abdul Rani, dkk, 2006: 872) menyatakan bahwa penggunaan alat kohesi itu memang penting untuk membentuk wacana yang utuh, tetapi tidak cukup meggunakan penanda katon tersebut. Ada faktor lain seperti relevansi dan faktor tekstual luar (extratextual factor) yang ikut menentukan keutuhan wacana. Kesesuaian antara teks dan dunia nyata dapat membantu menciptakan suatu kondisi untuk membantuk wacana yang utuh. Faktor lain seperti pengetahuan budaya yang juga membantu dalam menciptakan koherensi teks.
Konteks adalah sesuatu yang menjadi sarana untuk memperjelas suatu maksud. Sarana yang dimaksud ialah bagian ekspresi yang mendukung kejelasan maksud dan situasi yang berhubungan dengan suatu kejadian. Konteks memiliki peranan yang sangat esensial untuk menafsirkan makna yang terkandung baik dalam wacana lisan maupun wacana tulisan. Pendapat Mey (2001: 39) bahwa konteks merupakan konsep yang dinamis dan bukan konsep yang statis. Konteks wacana dibentuk oleh berbagai unsur, yaitu situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat, kode, saluran (Hasan Alwi 1998:421).
Hymes (dalam Mulyana, 2005: 23) mengemukakan bahwa konteks dalam wacana dibentuk dari delapan unsur seperti yang terdapat dalam setiap komunikasi bahasa. Hymes menyebut kedelapan unsur tersebut di atas dalam akronim SPEAKING.
S          : setting and scene, yaitu latar dan suasana. Latar (setting) lebih bersifat fisik, yang meliputi tempat dan waktu terjadinya tuturan. Scene adalah latar psikis yang lebih mengacu pada suasana psikologis yang menyertai peristiwa tuturan.
P          : participants, peserta tuturan, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan, baik langsung maupun tidak langsung. Hal-hal yang berkaitan dengan partisipan, seperti usia, latar belakang sosial, pendidikan dan sebagainya juga menjadi perhatian.
E          : ends, hasil, yaitu hasil atau tanggapan dari suatu pembicaraan yang memang diharapkan oleh penutur (ends as outcomes), dan tujuan akhir (ends in view goals).
A         : act sequences, pesan atau amanat, terdiri dari bentuk pesan (message form) dan isi pesan (message content).
K         : key, meliputi cara, nada, sikap atau semangat dalam melakukan percakapan. Semangat percakapan misalnya akrab, santai dan serius.
I           : instrumentaities atau sarana, yaitu sarana percakapan. Maksudnya dengan media apa percakapan tersebut disampaikan, misalnya dengan cara lisan, tertulis, surat, televisi dan sebagainya.
N         : norm, atau norma, menunjuk pada norma atau aturan yang membatasi percakapan. Misalnya apa yang boleh dibicarakan dan tidak, bagaimana cara membicarakanny: halus, kasar, jorok dan sebagainya.
G         : genres, atau jenis, yaitu jenis atau bentuk wacana. Hal ini langsung menunjuk pada jenis wacana yang.


BAB III
PEMBAHASAN

Bahasa yang memikat dengan pilihan kata yang kreatif selalu dimanfaatkan oleh perusahaan  dalam menjaring pengguna layanan. Artinya, ada makna yang terkandung dalam setiap bahasa yang disampaikan dalam slogan  tersebut sehingga setiap pilihan kata yang dipakai oleh perusahaan penyedia jasa, memiliki makna yang ingin disampaikan dan mencerminkan karakter dari setiap perusahaan jasa. Oleh sebab itu, dengan semakin beragamnya produk yang ada di Indonesia menimbulkan persaingan guna mendapatkan hati penggunanya.
A.    Struktur  Wacana Iklan  Mie Sedap
Transkripsi Iklan Mie Sedap:
(1)   Mei sedap siapa yang suka
(2)   Mie sedap semuanya suka
(3)   Mie sedap siapa yang suka
(4)   Yang suka kita semua
(5)   Sotonya Siapa yang suka
(6)   Harumnya siapa yang suka
(7)   Sedapnya siapa yang suka
(8)   Dari lidah turun ke hati
(9)   Fantastis, siap , terpercaya
(10)           Yang kuah, goreng, dan karinya
(11)           Pelopor inovasi rasa
(12)           Semua puas sedapnya

1.      Struktur Teks
Iklan mie sedap ini terdiri dari kalimat-kalimat pertanyaan-pertanyaan yang menggunakan kata tanya siapa yang tidak diletakkan di awal kalimat pertanyaan. Kalimat tanya yang dimaksud terdapat pada data (1), (3), (5), (6), (7). Kalimat tanya di data (1) direspons di data (2), kalimat tanya di data (3) direspons di data (4). Kalimat tanya di data (5), (6), dan (7) tidak direspons sebab hanya merupakan repetisi atau pengulangan. Kalimat di data (1), (2), dan (3) juga menggunakan gaya bahasa pengulangan (repetisi). Pengulangan diksi mie sedap secara beruntun di setiap awal kalimat pada data (1), (2), dan (3) dan diksi siapa yang suka di setiap akhir kalimat pada data (5), (6), dan (7) sebagai penegasan terhadap apa yang ingin disampaikan. Pada data (1), (2), dan (3) ditegaskan tentang mie sedap sedangkan pada data (5), (6), dan (7) ditegaskan siapa yang suka pada semua kelebihan-kelebihan dari mie (soto, harum, dan sedap). Data (9) menggunakan majas elipsis yang menghilangkan unsur subjek (mie sedap)  apa yang dimaksudkan fantastis, siap, terpercaya.
Dari transkripsi teks iklan mie sedap, kebanyakan data tidak mengandung koherensi antarkalimat satu dengan lainnya. Kalimat pertama tidak berhubungan dengan kalimat selanjutnya meskipun di beberapa kalimat menggunakan repetisi (pengulangan). Di antara semua data yang saling berhubungan hanya data (3) dan (4) dimana kalimat data (4) merupakan respons dari kalimat tanya di data (3).

2.      Analisis Semantik
(1)   Mei sedap siapa yang suka
Data (1) merupakan ajakan untuk menyukai mie sedap yang disimbolkan dengan pertanyaan.
(2)   Mie sedap semuanya suka
Data (2) menggambarkan bahwa mie sedap disukai oleh semua orang, semua kalangan, semua jenjang usia dan cocok dikonsumsi di mana saja untuk kondisi apapun (pesta, rekreasi, rumahan, bekal, dan lain-lain).
(3)   Mie sedap siapa yang suka
Data (3) merupakan perulangan dari data (1) yang juga mempunyai makna yang sama dengan data (1).
(4)   Yang suka kita semua
Data (4) merupakan sugesti yang diberikan oleh pencipta lirik (teks kalimat 4) kepada semua pembaca atau pendengar sehingga turut menyukai yang dimaksud (mie sedap).
(5)   Sotonya siapa yang suka
Data (5) merupakan kalimat tanya dengan penanda kata tanya siapa yang bermaksud mengajak atau mensugesti pendengar/pembaca untuk menyukai rasa soto.
(6)   Harumnya siapa yang suka
Data (6) merupakan kalimat tanya dengan penanda kata tanya siapa yang bermaksud mengajak atau mensugesti pendengar/pembaca bahwa harum yang ditimbulkan dari mie sedap menggugah selera yang mencium/menghirup aromanya.
(7)   Sedapnya siapa yang suka
Data (7) mengajak pembaca/pendengar menyukai rasa sedap yang timbulkan oleh mie sedap. Meskipun data (7) tidak menyebutkan secara eksplisit tentang mie sedap yang dimaksud namun penggunaan diksi sedap yang berarti enak di awal kalimat menyiratkan bahwa mie yang sedap pasti disukai oleh semua orang dan mie yang sedap (enak) itu adalah mie sedap.
(8)   Dari lidah turun ke hati
Data (8) menggunakan hubungan semantis hubungan waktu (waktu batas permulaan). Hubungan waktu batas permulaan menyatakan hubungan makna dimulainya sesuatu.
(9)   Fantastis, siap , terpercaya
Data (9) menjabarkan keunggulan mie sedap dibandingkan dengan mie instan jenis lainnya.
(10)           Yang kuah, goreng, dan karinya
(11)           Pelopor inovasi rasa
Data (10) menjabarkan jenis-jenis mie sedap (kuah, goreng, dan kari) secara terperinci yang kemudian dijelaskan di data (11) bahwa aneka rasa mie pertama kali dicetuskan oleh mie sedap. Mie sedap merupakan pelopor aneka rasa mie yang kemudian diikuti oleh mie instan jenis lain.
(12)           Semua puas sedapnya
Data (12) merupakan klimaks yang menyatakan bahwa semua konsumen mie sedap puas terhadap sedapnya mie sedap dengan diksi semua puas sedapnya meskipun tidak berhubungan dengan kalimat sebelumnya. Kalimat di data (12) diakhiri dengan merk mie yang sedang diiklankan sekaligus menyatakan keunggulannya.

B.     Struktur  Wacana Iklan  Pepsodent

Wacana iklan mempunyai tiga unsur pembentuk struktur wacana yaitu:
a.      Butir Utama Iklan
           Butir utama iklan berfungsi untuk menarik perhatian dari calon konsumen. Sehingga pesan-pesan iklan harus menarik.    Dalam iklan Pepsodent Dika  dan Ayah Dika versi “gantian dong” menggunakan kalimat-kalimat yang langsung dapat dimengerti oleh masyarakat.
AYAH            : (di kamar mandi) Kamu gak sikat gigi? Kenapa sih harus ayah ngingetin
   kamu untuk sikat gigi tiap malam, sekarang gantian  ah… Aku gak mau
   sikat gigi
DIKA                          : Ayah kan tadi habis  makan ayam tuh, kalo gak sikat gigi nanti ayamnya
  nginap tuh disitu pokpokpokpok…
AYAH            : Gimana ?
            DIKA              : sikat gigiya… taruh odolnya (sambil menyuruh ayahnya memberikan pasta
  gigi pada sikat giginya) Contohnya  mutar-mutar (sambil ayah Adi menyikat
  giginya dan membuka mulutnya). Anak pinter…..
Ungkapan yang dicetak tebal merupakan bagian dari butir utama iklan yang menjadi perintah kepada calon konsumen. Dengan kata sikat gigi  konsumen akan mengerti bahwa iklan tersebut menyarankan kepada mereka untuk menyikat gigi malam dengan menggunakan Pepsodent. Kata tiap malam juga membuat konsumen semakin tertarik mengapa harus melakukan sikat gigi tiap malam dengan menggunakan pasta gigi Pepsodent.
b.      Badan Iklan
Tujuan lain dari iklan adalah menarik minat dan kesadaran calon konsumen. Dalam  iklan Pepsodent ini, ada informasi yang dapat diterima oleh nalar para calon konsumen. Oleh karena itu, badan iklan hendaknya mengandung alasan objektif atau  rasional dan subjektif atau emosional.
AYAH            : (di kamar mandi) Kamu gak sikat gigi? Kenapa sih harus ayah ngingetin
  kamu untuk sikat gigi tiap malam, sekarang gantian  ah… Aku gak mau sikat
  gigi
DIKA                          : Ayah kan tadi habis  makan ayam tuh, kalo gak sikat gigi nanti
  ayamnya nginap tuh disitu pokpokpokpok…
AYAH            : Gimana ?
            DIKA              : sikat gigiya… taruh odolnya (sambil menyuruh ayahnya memberikan pasta
                                      gigi pada sikat giginya) Contohnya  mutar-mutar (sambil ayah Adi menyikat
                                      giginya dan membuka mulutnya). Anak pinter…..
Pada iklan Pepsodent ini alasan yang dikemukakan pada bagian iklan tersebut bersifat rasional. Hal tersebut dapat dilihat pada percakapan berikut ‘Ayah kan tadi habis  makan ayam tuh, kalo gak sikat gigi nanti ayamnya nginap tuh disitu pokpokpokpok…’.Iklan tersebut menyiratkan  orang yang sudah makan ayam akan tertinggal dagingnya di gigi, sehingga diharuskan untuk sikat gigi tiap malam. Sehingga jelas iklan itu bersifat rasional.
c.       Penutup
Pada bagian penutup, wacana iklan dapat berisi informasi-informasi yang masih berhubungan dengan topik yang diiklankan.   
AYAH            : (di kamar mandi) Kamu gak sikat gigi? Kenapa sih harus ayah ngingetin
 kamu untuk sikat gigi tiap malam, sekarang gantian  ah… Aku gak mau sikat
gigi
DIKA              : Ayah kan tadi habis  makan ayam tuh, kalo gak sikat gigi nanti ayamnya
  nginap tuh disitu pokpokpokpok…
AYAH                        : Gimana ?
            DIKA              : sikat gigiya… taruh odolnya (sambil menyuruh ayahnya memberikan pasta
                                      gigi pada sikat giginya) Contohnya  mutar-mutar (sambil ayah Adi menyikat
                                      giginya dan membuka mulutnya). Anak pinter…..
                        Bagian penutup pada iklan tersebut diakhiri dengan percakapan ‘anak pinter…’. Kata yang diucapkan merupakan bagian penutup yang menegaskan informasi dari iklan tersebut. Jika diperhatikan isi penutup tersebut,  dengan adanya kata anak pinter tersebut memberikan maksud bahwa orang yang melakukan sikat gigi tiap malam merupakan anak yang pintar sehingga mensugesti konsumen yang mendengarkannya. 

BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1.    Teks iklan tidak mementingkan struktur yang baku dan bahasa yang baku serta tidak mementingkan kepaduaan (keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian lainnya dalam teks iklan yang sama).
2.      Pada umumnya, teks iklan bermakna mengajak dan mensugesti audiens (pemirsa) untuk menyukai produk yang diiklan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rani, Bustanul Arifin, Martutik. 2006. Analisis Wacana Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.
Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama
Cutting, Joan. 2002. Pragmatics and Discourse. London & New York: Routledge.
Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS 
Ferry Darmawan. 2005. “Posmodernisme Kode Visual dalam Iklan Komersial”. Jurnal Komunikasi Mediator.. 
Halliday, M.A.K, and Ruqaiya Hasan, 1989. Language, Context, and Text: Aspect of Language in a Social-Semiotic Perspective. Victoria: Deakin University
Hasan Alwi. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi 3. Jakarta: Balai Pustaka.
Jorgensen, Marianne W. dan Louise J. Philips. 2007. Analisis Wacana Teori dan Metode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Lukmana dan E. Aminuddin Aziz dan Dede Kosasih. 2006. Linguistik Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mey, Jacob L. 2001. Pragmatics: An Introduction. Australia: Blackwell Publishing.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana
Poerwadarminta, W. J. S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Renkema, Jan. 1993. Discourse Studies: An Introduction Textbook. Amsterdam/Philadelphia: John Benjamins Publishing Company.
Rustono. 1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang Press.
Siminto. 2004. “Analisis Wacana Iklan Televisi Royko Rasa Terasi” dalam Sumarlan, Agnes Adhani dan Indratmo. 2004. Analisis Wacana. Bandung: Pakar Raya
Sumarlam. 2009. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Karya.
Tengku Silvana Sinar. 2008. Teori dan Analisis Wacana : Pendekatan Sistematik Fungsional. Medan: Pustaka Bangsa Press.
Tim Redaksi KBBI Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Yasraf Amir Piliang. 1995. Jurnal Seni Rupa. Volume I/95, hal.27. 
Yayat Sudaryat. 2008. Makna dalam Wacana. Bandung: Yrama Widya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar