Kamis, 12 November 2015

BIPA BERBASIS BUDAYA



I.         PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang Masalah
Bahasa Indonesia sekarang telah menjadi bagian bahasa yang popular di dunia. Bahasa Indonesia  semakin diminati oleh orang-orang asing atau orang luar negeri. Hal ini dapat dilihat dengan banyak dibukanya lembaga-lembaga yang mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa asing baik di Indonesia maupun di luar negeri. Oleh karena itu perlu ada upaya agar pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing dapat dilaksanakan dengan baik.
Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi penutur asing ini dimaksudkan guna memperkenalkan bahasa Indonesia kepada para penutur asing  untuk berbagai kepentingan, baik pengajaran maupun komunikasi praktis. Selain itu, pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing, sebagaimana pula bahasa lain sebagai bahasa asing, ditujukan guna memberikan penguasaan lisan dan tertulis kepada para pembelajar. Hal ini mengandung maksud bahwa mereka diharapkan mampu mempergunakan bahasa Indonesia untuk berbicara dengan lancar dan sekaligus dapat mengerti bahasa yang diujarkan penutur aslinya.
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing tidak mudah dicapai karena dalam proses pembelajarannya pastilah dijumpai banyak permasalahan. Salah satu permasalahan itu berupa kesalahan-kesalahan berbahasa oleh para pembelajar yang bila tidak segera diidentifikasi akan mengakibatkan kendala berkelanjutan dalam proses pembelajaran bahasa. Apabila hal ini terjadi –belum diidentifikasikannya kesalahan berbahasa secara tepat dan sistematis—dikhawatirkan terjadi ketidaktepatan dalam pemilihan strategi pembelajaran  yang mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran bahasa tersebut.
Penelitian ini adalah salah satu upaya agar materi dalam pembelajaran BIPA dikembangkan atas dasar kekayaan budaya di Indonesia. Pelaksanaannya diintegrasikan dengan pembelajaran di kelas dengan mengidentifikasi budaya Indonesia, penyajian latar belakang budaya, dialog budaya target yang lebih mendalam, pembelajaran bahasa dengan berbagai aspek dan komponennya sesuai dengan budaya yang menjadi pusat ketertarikan pembelajar dan pembelajaran bahasa beserta penerapannya dalam komunikasi praktis dan menghubungkannya dengan persepsi budaya target/pembelajar, terbangunnya kesadaran berbudaya pembelajar bahasa asing setelah melewati serangkaian aktivitas dan penelusuran materi ajar dan teks-teks lain, dan evaluasi pada kecakapan bahasa dan kecakapan budaya. Melalui materi-materi ajar inilah pembelajar BIPA mendapatkan banyak informasi bahasa, budaya, dan konten-konten lain yang diperlukan dalam praktik komunikasi mereka dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Materi ajar yang mengintegrasikan unsur-unsur kebahasaan, keterampilan berbahasa, dimensi budaya, dan contoh-contoh konkrit praktik berbudaya Indonesia hendaknya dihadirkan secara komprehensif dalam pembelajaran. Tentu saja, serangkaian aktivitas belajar dan praktik berbudaya juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam proses mereka dalam menguasai kompetensi berbahasa dan berbudaya Indonesia
2.      Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
a.       Apakah penutur asing mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa Indonesia?
b.      Bagaimanakah perencanaan media gambar berbasis budaya dalam pemberian tambahan kosa kata bahasa Indonesia pada penutur asing?

3.      Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a.       Mendeskripsikan kesulitan penutur asing dalam mempelajari bahasa Indonesia.
b.      Mendeskripsikan perencanaan media gambar berbasis budaya dalam pemberian tambahan kosa kata bahasa Indonesia pada penutur asing.
 II.               PEMBAHASAN

A.  Tinjauan Pustaka
1.    Pengertian kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari kata budh dalam bahasa Sansekerta yang berarti akal, kemudian menjadi kata budhi (tunggal) atau budhaya (majemuk), sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kebudayaan berasal dari kata budi dan daya. Budi adalah akal yang merupakan unsure rohani dalam kebudayaan, sedangkan daya berarti perbuatan atau ikhtiar sebagai unsure jasmani sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtiar manusia.
Dalam disiplin ilmu antropologi budaya, kebudayaan dan budaya itu diartikan sama (Koentjaraningrat, 1980:195). Kebudayaan=cultuur (bahasa belanda)=culture (bahasa inggris)=tsaqafah (bahasa arab), berasal dari perkataan latin : “colere” yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti ini berkembanglah arti culture sebagai “segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam”.
Edi (2014: 7) memperjelas bahwa kebudayaan adalah jati diri suatu bangsa. Suatu bangsa dibedakan dari yang lain melalui kekhasan kebudayaannya. Suatu bangsa ditandai oleh kebudayaan yang dimiliki bersama meski didalamnya bisa terdapat variasi dalam kelompok, ini bisa terjadi karena perbedaan strata sosial maupun perbedaan latar etnik. Kebudayaan, pada skala apapun, berinti pada konsep dan nilai-nilai.
Seperti diketahui, Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dengan jumlah penduduk sekitar 250 juta penduduk, dihuni oleh berbagai suku bangsa dengan bahasanya masing-masing jelas memiliki aspek budaya yang sangat beragam. Salah satu subbagian dari kebudayaan adalah bahasa. Kebudayaan sangat penting tetapi tanpa bahasa, kebudayaan bahkan seluruh kehidupan ini tidak ada. Dengan kalimat lain, kebudayaan dan kehidupan itu terikat dalam bahasa, baik secara lisan maupun tulisan (Nyoman, 2011: 233).

a.      Unsur Kebudayaan
Unsur kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti bagian suatu kebudayaan yang dapat digunakan sebagai satuan analisis tertentu. Dengan adanya unsur tersebut, kebudayaan disini lebih mengandung makna totalitas daripada sekedar penjumlahan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Menurut Kluckhohn ada tujuh unsur dalam kebudayaan universal, yaitu sistem religi dan upacara keagamaan, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian hidup, sistem tekhnologi dan peralatan, bahasa, serta kesenian. Untuk lebih jelas, masing-masing diberi uraian sebagai berikut.
Sistem religi dan upacara keagamaan, merupakan produk manusia sebagai homo religious. Manusia yang memiliki kecerdasan pikiran dan perasaan luhur, tanggap bahwa di atas kekuatan dirinya terdapat kekuatan lain yang Mahabesar yang dapat “menghitam-putihkan” kehidupannya. Oleh karena itu, manusia takut sehingga menyembah-Nya dan lahirlah kepercayaan yang sekarang menjadi agama. Untuk membujuk kekuatan besar tersebut agar mau menuruti kamauan manusia, dilakukan usaha yang diwujudkan dalam system religi dan upacara keagamaan.
Sistem organisasi  kemasyarakatan merupakan produk dari manusia sebagai homo socius. Manusia sadar bahwa tubuhnya lemah. Namun, dengan akalnya manusia membentuk kekuatan dengan cara menyusun organisasi kemasyarakatan yang merupakan tempat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, yaitu meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Sistem pengetahuan, merupakan produk dari manusia sebagai homo sapiens. Pengetahuan dapat diperoleh dari pemikiran sendiri, disamping itu dapat juga dari pemikiran orang lain. Kemampuan manusia untuk mengingat apa yang telah diketahui, kemudian menyampaikannya kepada orang lain melalui bahasa menyebabkan pengetahuan ini menyebar luas.
Sistem mata pencaharian hidup, yang merupakan produk dari manusia sebagai homo economicus menjadikan tingkat kehidupan manusia secara umum terus meningkat. Sistem teknologi dan peralatan, merupakan produksi dari manusia sebagai homo faber. Bersumber dari pemikirannya yang cerdas serta dibantu dengan tangannya yang dapat memegang sesuatu dengan erat, manusia dapat menciptakan sekaligus mempergunakan suatu alat. Dengan alat-alat ciptaannya itu, manusia dapat lebih mampu mencukupi kebutuhannya daripada binatang.
Bahasa merupakan produk dari manusia sebagai homo longuens. Bahasa manusia pada mulanya diwujudkan dalam bentuk tanda (kode), yang kemudian disempurnakan dalam bentuk bahasa lisan, dan akhirnya menjadi bahasa tulisan. Kesenian, merupakan hasil dari manusia sebagai homo esteticus. Setelah manusia dapat mencukupi kebutuhan fisiknya maka manusia perlu dan selalu mencari pemuas untuk memenuhi kebutuhan psikisnya. Perlu dimengerti bahwa unsur-unsur kebudayaan yang membentuk struktur kebudayaan itu tidak berdiri lepas dengan lainnya.
Kebudayaan bukan hanya sekedar merupakan jumlah dari unsur-unsurnya saja, melainkan merupakan keseluruhan dari unsur-unsur tersebut yang saling berkaitan erat (integrasi), yang membentuk kesatuan yang harmonis. Masing-masing unsur saling mempengaruhi secara timbale-balik. Apabila terjadi perubahan pada salah satu unsur, maka akan menimbulkan perubahan pada unsur  yang lain pula.



b.      Wujud Kebudayaan
Selain unsur kebudayaan, masalah lain yang juga penting dalam kebudayaan adalah wujudnya. Pendapat umum mengatakan ada dua wujud kebudayaan. Pertama, kebudayaan bendaniah (material) yang memiliki cirri dapat dilihat, diraba, dan dirasa. Sehingga lebih konkret atau mudah dipahami. Kedua, kebudayaan rohaniah (spiritual) yang memiliki ciri dapat dirasa saja. Oleh karena itu, kebudayaan rohaniah bersifat lebih abstrak dan lebih sulit dipahami. Koentjaraningrat dalam karyanya kebudayaan. Mentaliter, dan pembangunan menyebutkan bahwa paling sedikit ada tiga wujud kebudayaan, yaitu :
a.         Sebagai suatu kompeks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya.
b.        Sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
c.         Sebagai benda-benda hasil karya manusia. (Koentjaraningrat, 1974:15).
Wujud dari kebudayaan menurut Agussalim (2009: 29) , antara lain:
-          Wujud pertama adalah wujud ideal kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba dan difoto. Letaknya dalam alam pikiran manusia. Ide-ide dan gagasan manusia ini banyak yang hidup dalam masyarakat dan member jiwa kepada masyarakat. Gagasan-gagasan itu tidak terlepas satu sama lain melainkan saling berkaitan menjadi suatu system, disebut system budaya atau culture system, yang dalam bahasa Indonesia disebut adat istiadat.
-          Wujud kedua adalah yang disebut system social, yaitu mengenai tindakan berpola manusia itu sendiri. Sistem social ini bersifat konkrit sehingga bias diobservasi, difoto dan didokumentir.
-          Wujud ketiga adalah yang disebut kebudayaan fisik, yaitu seluruh hasil fisik karya manusia dalam masyarakat. Sifatnya sangat konkrit berupa benda-benda yang bias diraba, difoto dan dilihat. Ketiga wujud kebudayaan tersebut di atas dalam kehidupan masyarakat tidak terpisah satu dengan yang lainnya.

2.                  Pengertian Media Gambar
            Media merupakan alat peraga yang berasal dari kata peraga yang artinya alat-alat, atau dalam bahasa sehari-hari sering digabungkan menjadi alat peraga. Dalam dunia pendidikan media dikenal sebagai alat komunikasi untuk mencegah verbalisme. untuk menyalurkan pesan, Sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Sedangkan media gambar adalah media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan indra penglihatan. Disamping itu media gambar mudah didapat dan murah harganya, dapat dinikmati dimana-mana, dapat digunakan untuk menambah kosa kata baru dan memberi arti suatu abstraksi.             Penggunaan media mempunyai tujuan, yaitu:
1). agar dapat mengamati langsung dan mendorong untuk bertanya dan berdiskusi;
2). untuk menarik perhatian agar memperhatikan materi pelajaran;
3). untuk memberikan dasar yang konkrit dalam berfikir;
4). untuk menghindari pengertian yang abstrak;
5). untuk meletakkan dasar yang penting dalam perkembangan belajar, sehingga apa yang dipelajari lebih tahan lama dalam ingatan.

3.                  Kesulitan Belajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing
            Dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia, aktivitas belajar tidak selamanya dapat berjalan dengan lancar. Artinya bahwa tidak selamanya materi pembelajaran sepenuhnya dapat dikuasai oleh semua penutur asing. Masalah kesulitan belajar ini sudah merupakan masalah umum yang terjadi dalam proses pembelajaran.Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris learning disability. Terjemahan tersebut sesungguhnya kurang tepat karena learning artinya belajar dan disability artinya ketidakmampuan, sehingga secara harafiah adalah ketidakmampuan belajar.
            Menurut Hallahan dan Mulyono Abdurrahman ( 2003 : 5 ), kesulitan belajar adalah suatu gagasan dalam satu atau lebih dari proses psikologi dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berfikir, berbicara, menulis, mengeja, ataupun berhitung.
            Dari wawancara yang telah dilakukan, kesulitan berbahasa Indonesia dialami oleh penutur asing karena selain bahasa Indonesia, bahasa daerah pun kerap kali digunakan oleh masyarakat Indonesia sehingga menyebabkan pencampuran bahasa antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah. Hal ini menyebabkan turis mancanegara akan sulit membedakan dan mengkategorikan jenis bahasa yang sangat beragam demikian. Kesulitan berbahasa terjadi pula karena rasa tidak percaya diri yang dialami oleh penutur asing karena kemungkinan kesalahan yang akan dialaminya. Dalam hal ini, kelompok satu berupaya membuat pembelajaran berbasis budaya dengan menggunakan media gambar agar penutur asing dapat lebih mudah dan menambah kosakata bahasa Indonesia.

4.        Keterampilan Berbicara
            Berbicara merupakan kegiatan berbahasa lisan. Dalam berbicara seseorang menyampaikan informasi melalui suara atau bunyi bahasa. Manusia adalah mahluk sosial. Manusia baru akan menjadi manusia bila ia hidup dalam lingkungan manusia. Kesadaran betapa pentingnya berbicara dalam kehidupan manusia dalam bermasyarakat dapat mewujudkan bermacam aneka bentuk.
            Lingkungan terkecil adalah keluarga, dapat pula dalam bentuk lain seperti perkumpulan sosial, agama, kesenian, olah raga, dan sebagainya. Setiap manusia dituntut terampil berkomunikasi, terampil menyatakan pikiran, gagasan, ide, dan perasaan. Terampil menangkap informasi-informasi yang didapat, dan terampil pula menyampaikan informasi-informasi yang diterimanya.
            Kehidupan manusia setiap hari dihadapkan dalam berbagai kegiatan yang menuntut keterampilan berbicara. Contohnya dalam lingkungan keluarga, dialog selalu terjadi, antara ayah dan ibu, orang tua dan anak, dan antara anak-anak itu sendiri. Di luar lingkungan keluarga juga terjadi pembicaraan antara tetangga dengan tetangga, antar teman sepermainan, rekan kerja, teman perkuliahan dan sebagainya. Terjadi pula pembicaraan di pasar, di swalayan, di pertemuan-pertemuan, bahkan terkadang terjadi adu argumentasi dalam suatu forum. Semua situasi tersebut menuntut agar kita mampu terampil berbicara.
            Berbicara berperan penting dalam pendidikan keluarga. Tata krama dalam pergaulan diajarkan secara lisan. Adat kebiasaan, norma-norma yang berlaku juga seringkali diajarkan secara lisan. Hal ini berlaku dalam masyarakat tradisional maupun masyarakat modern.
Cakupan Keterampilan Berbicara
            Berdasarkan kegiatan komunikasi lisan, cakupan kegiatan berbicara sangat luas. Daerah cakupan itu membentang dari komunikasi lisan yang bersifat informal sampai kegiatan komunikasi lisan yang bersifat formal. Semua kegiatan komunikasi lisan yang melibatkan pembicara dan pendengar termasuk daerah cakupan berbicara. Daerah cakupan berbicara meliputi kegiatan komunikasi lisan sebagai berikut,
(1)     berceramah,
(2)     berdebat,
(3)     bercakap-cakap,
(4)     berkhotbah,
(5)     bertelepon,
(6)     bercerita,
(7)     berpidato,
(8)     bertukar pikiran,
(9)     bertanya,
(10) bermain peran,
(11) berwawancara,
(12) berdiskusi,
(13) berkampanye,
(14) menyampaikan sambutan, selamat, pesan,
(15) melaporkan,
(16) menanggapi,
(17) menyanggah pendapat,
(18) menolak permintaan, tawaran, ajakan,
(19) menjawab pertanyan,
(20) menyatakan sikap,
(21) menginformasikan,
(22) membahas,
(23) melisankan (isi drama, cerpen, puisi, bacaan),
(24) menguraikan cara membuat sesuatu,
(25) menawarkan sesuatu,
(26) meminta maaf,
(27) memberi petunjuk,
(28) memperkenalkan diri,
(29) menyapa,
(30) mengajak,
(31) mengundang,
(32) memperingatkan,
(33) mengoreksi,
(34) tanya-jawab.

5.        Hasil Wawancara
1.    Perkenalan
a.       Siapa namamu? : Mr. Tom
b.      Dari mana? Rusia
c.       Sudah berapa lama di Makassar? 7 bulan
d.      Sama siapa? Istri
2.    Materi
a.       Apa tujuannya datang ke Sulawesi Selatan? Ikut istri karena dia orang Soppeng
b.      Apakah susah mempelajari bahasa Indonesia? susah karena di Makassar itu mempunyai banyak bahasa daerah, seperti Bugis dan Makassar jadi bingung memakai bahasa yang mana. Saya tidak percaya diri jika salah berbicara.
c.       Tempat wisata yang disukai di Makassar? Pantai Losari dan pantai Akkarena.
d.      Tertarik dengan kebudayaan Makassar? Tidak tertarik tetapi jika ada acara pementasan dan kegiatan kebudayaan lainnya, maka saya biasa menonton.
e.       Tahu tentang kebudayaan Makassar? Hanya sebagaian kecil saja, seperti baju adat Makassar (baju bodo’).
3.    Kelancaran
a.       Tahu berbahasa Indonesia? Sedikit
b.      Penutur mampu memberi Sapaan : selamat pagi, selamat siang, selamat malam.

1 komentar:

  1. Rumusan masalah yang kedua tidak terjawab. Tidak dicantumkan atau diuraikan mengenai penggunaan media gambar yang berbasis budaya serta cara yang digunakan

    BalasHapus