Sabtu, 25 Oktober 2014

Analisis Pendekeatan Psikoanalisis Novel Ayat-ayat Cinta



ANALISIS PENDEKATAN PSIKOANALISIS DALAM
NOVEL AYAT-AYAT CINTA
KARYA HABIBURRAHMAN EL-SHIRAZY
OLEH : HERIYANTI
A.    Pendekatan Psikoanalisis
Pendekatan psikologi adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia. Manusia senantiasa memperhatikan perilaku yang beragam. Bila ingin melihat dan mengenal manusia lebih dalam dan lebih jauh diperlukan psikologi. Di zaman kemajuan teknologi seperti sekarang ini manusia mengalami konflik kejiwaan yang bemula dari sikap kejiwaan tertentu bermuara pula ke permasalahan kejiwaan(Semi,1990:76).
Pendekatan psikologi sastra ternyata memiliki beberapa manfaat dan keunggulan, seperti diungkapkan Semi (1990:80), sebagai berikut: (1) sangat sesuai untuk mengkaji secara mendalam aspek perwatakan, (2) dengan pendekatan ini dapat memberi umpan balik kepada penulis tentang masalah perwatakan yang dikembangkannya, dan (3) sangat membantu dalam menganalisis karya sastra Surrealis, abstrak, atau absurd dan akhirnya dapat membantu pembaca memahami karya-karya semacamnya.
Pendekatan psikologi sastra juga dapat dimanfaatkan untuk beberapa hal. Pertama, untuk memahami aspek kejiwaan pengarang dalam kaitannya dengan proses kreatif karya sastra yang dihadirkannya. Kedua, untuk mengeksplorasi segi-segi pemikiran dan kejiwaan tokoh-tokoh utama cerita, terutam menyangkut alam pikiran bawah sadar.
Psikologi sastra adalah ilmu sastra yang mendekati karya sastra dari sudut psikologi (Hartoko melalui Endraswara, 2008:70). Dasar konsep dari psikologi sastra adalah munculnya jalan buntu dalam memahami sebuah karya sastra, sedangkan pemahaman dari sisi lain dianggap belum bisa mewadahi tuntutan psikis, oleh karena hal itu muncullah psikologi sastra, yang berfungsi sebagai jembatan dalam interpretasi. Penelitian psikologi sastra memfokuskan pada aspek-aspek kejiwaan. Artinya, dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh penelitian dapat mengungkap gejala-gejala psikologis tokoh baik yang tersembunyi atau sengaja disembunyikan pengarang. Teori Psikoanalisis dari Sigmund Freud. Sigmund Freud dianggap sebagai pencetus psikologi sastra, ia menciptakan teori psikoanalisis yang membuka wacana penelitian psikologi sastra. Pendekatan psikoanalisis sangat substil dalam hal menemukan berbagai hubungan antar penanda tekstual (Endraswara, 2008: 199).
Psikoanalisis yang diciptakan Freud terbagi atas beberapa bagian, yaitu :
a.       Struktur Kepribadian
Menurut Freud kepribadian memiliki tiga unsur penting, yaitu id (aspek biologis), ego (aspek psikologis), dan superego (aspek sosiologis).
1.      Id
Id merupakan sistem kepribadian yang paling primitif/dasar yang sudah beroperasi sebelum bayi berhubungan dengan dunia luar. Id adalah sistem kepribadian yang di dalamnya terdapat faktor – faktor bawaan (Freud, dalam Koswara, 1991:32). Faktor bawaan ini adalah insting atau naluri yang dibawa sejak lahir. Naluri yang terdapat dalam diri manuasia dibedakan menjadi dua, yaitu naluri kehidupan (life instincts) dan naluri kematian (death insticts).
2.      Ego
Ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan pribadi untuk berhubungan dengan dunia nyata (Freud, melalui Suryabrata,1993:147). Seperti orang yang lapar harus berusaha mencari makanan untuk menghilangkan tegangan (rasa lapar) dalam dirinya. Hal ini berarti seseorang harus dapat membedakan antara khayalan tentang makanan dan kenyataannya. Hal inilah yang membedakan antara id dan ego. Dikatakan aspek psikologis karena dalam memainkan peranannya ini, ego melibatkan fungsi psikologis yang tinggi, yaitu fungsi konektif atau intelektual. Ego selain sebagai pengarah juga berfungsi sebagai penyeimbang antara dorongan naluri Id dengan keadaan lingkungan yang ada.
3.      Superego
Menurut Freud, superego adalah aspek sosiologis dari kepribadian dan merupakan wakil dari nilai–nilai tradisional atau cita–cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orangtua kepada anak–anaknya, yang dimaksud dengan berbagai perintah dan larangan. Jadi, bisa dikatankan superego terbentuk karena adanya fitur yang paling berpengaruh seperti orang tua. Dengan terbentuknya superego pada individu, maka kontrol terhadap sikap yang dilakukan orang tua, dalam perkembangan selanjutnya dilakukan oleh individu sendiri. Superego pada diri individu bisa dikatakan terdiri dari dua subsistem.
B.     Pembahasan
Ayat-ayat cinta menceritakan perjalanan hidup seorang pria muslim Indonesia di Mesir dengan berbagai masalah yang dihadapinya. Pemecahan masalah yang dilakukan tokoh dengan berlandaskan pada syariah islam dan dia berusaha mempertahankan sikapnya meskipun berbagai tantangan dihadapinya. Diantaranya udara panas yang menguji dia untuk tetap belajar, godaan cinta wanita yang menguji dia untuk dapat bergaul secara Islami, fitnah yang hampir menjerumuskannya ke dalam keputusasaan.
Dari gambaran tersebut dapat terlihat bahwa sebagai manusia dia memiliki dorongan-dorongan primitif, namun denagn landasan iman yang kuat dia dapat bertahan. Secara umum superego yang dia miliki berdasarkan ajaran yang dianut.
            Id yang terjadi yang dialami tokoh dalam novel ini diantaranya ketika dia harus menahan panasnya udara padang pasir ketika dia harus menahan panasnya udara padang pasir ketika dia akan berangkat belajar. Meskipun panas matahari menerpa di kota Cairo, Fahri dengan tekad bulat tetap pergi ke Syikh Utsman untuk talaqqi. Id yang dialami Fahri adalah dia merasa tidak nyaman dengan cuaca panas, id yang lain adalah perasaan malas. Hal itu dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut :
“Awal-awal Agustus memang puncak musim panas. Dalam kondisi sangat tidak nyaman seperti ini, aku sendiri sebenarnya sangat malas keluar. Ramalan cuaca mengumumkan: empat puluh satu derajat celcius! Dengan tekad bulat, setelah mengusir segala rasa aras-arasen aku bersiap untuk keluar. Tepat pukul dua siang aku harus sudah berada di masjid Abu Bakar Ash-Shidiq yang terletak di Shubra El-Khaima, ujung utara Cairo, untuk talaqqi pada Syikh Utsman Abdul Fattah” (Hal 16)
            Super ego yang dimiliki oleh tokoh Fahri adalah dia optimis bisa menembus panasnya kota Cairo, karena Syikh Utsman yang tua saja tidak pernah absen, sedangkan Fahri yang muda dan masih enerjik pasti bisa hadir. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut :
“Insya Allah tidak akan terjadi apa-pa. Aku sangat tidak enak pada Syaikh Utsman jika tidak datang. Beliau saja yang sudah berumur tujuh puluh lima tahun selalu datang. Tepat waktu lagi. Tak kenal cuaca panas atau dingin. Padahal rumah beliau dari masjid tak kurang dua kilo,” tukasku sambil bergegas masuk kamar kembali, mengambil topi dan kaca mata hitam.(hal.18)

            Ego yang terdapat pada bagian awal cerita adalah meskipun panas menerpa, Fahri menyempatkan berbincang-bincang di depan apartemen dengan Maria yang muncul dari jendela kamarnya. Fahri juga menerima titipan Maria meskipun dia terburu-buru untuk talaqqi kepada Syikh Utsman. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut :
“Kuberhentikan langkah. Telingaku menangkap ada suara memanggil-manggil namaku dari atas. Suara yang sudah kukenal. Kupicingkan mataku mencari asal suara. Di tingkat empat. Tepat di atas kamarku. Seorang gadis Mesir berwajah bersih membuka jendela kamrnya sambil tersenyum. Matanya yang bening menatapku penuh binar”. (hal 21-22)
“Seringkali ia titip sesuatu padaku. Biasanya tidak terlalu merepotkan. Seperti titip membelikan disket, memfotocopy sesuatu, membelikan tinta print, dan sejenisnya yang mudah kutunaikan. Banyak toko alat tulis, tempat foto copy dan toko perlengkapan komputer di Hadayek Helwan. Jika tidak ada di sana, biasanya di Shubra El-Khaima ada”. (hal 27)

Pada peristiwa berikutnya usai sholat, Fahri bertemu dengan Syaikh Ahmad yang ramah dan tidak tertutup untuk kaula muda. Biasanya setelah selesai talaqqi, Fahri langsung pulang menuju metro atau kereta listrik. Di dalam metro Fahri bertemu seorang pemuda Mesir yang bernama Ashraf. Mereka sempat saling kenalan dan berbincang-bincang. Di samping itu terdapat seorang perempuan bercadar. Id yang dimiliki oleh Fahri adalah dia keras kepala untuk pulang, padahal cuaca pada saat itu sangat panas dan sudah diingatkan oleh Syaikh Ahmad untuk jangan pulang dulu. Hal itu dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut :
            “Masya Allah, semoga Allah menyertai langkahmu.”
            “Amin”, sahutku pelan sambil melirik jam dinding di atas mihrab.
            Waktunya sudah mepet.
“Syaikh, saya pamit dulu,” kataku sambil bangkit berdiri. Syaikh Ahmad ikut berdiri. Kucangklong tas, kupakai topi dan kaca mata. Syaikh Ahmad tersenyum melihat penampilanku”. (hal.32)

Super ego yang dimiliki oleh Fahri adalah tidak merasa takut terhadap cuaca yang tidak mendukung. Meskipun Syaikh Ahmad tidak menganjurkan untuk tidak masuk dan jarak tempuh yang jauh, tetapi bagi Fahri tidak menjadi masalah. Jadwal belajar harus dia penuhi dan tidak boleh dilanggar, karen kalau dilanggar dia merasa tidak bisa memegang janji kepada dirinya sendiri. Hal itu dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut :
“Cuacanya buruk, sangat panas. Apa tidak sebaiknya istirahat saja? Jarak yang akan kau tempuh itu tidak dekat. Pikirkan juga kesehatanmu, Akh,” lanjut beliau sambil meletakkan tangan kanannya di pundak kiriku. “Semestinya memang begitu Syaikh. Tapi saya harus komitmen dengan jadwal. Jadwal adalah janji. Janji pada diri sendiri dan janji pada Syaikh Utsman untuk datang.” (hal.31)”

            Ego yang terdapat pada bagian ini, yaitu keyakinan Fahri sirna ketika di hari yang sangat panas, tidak mendapatkan tempat duduk ada yang kosong, tetapi dengan hati yang ikhlas Fahri menganggap itu bukanlah keuntungannya atau bukan rizkinya. Maka dia harus berdiri sampai nantinya mendapatkan tempat duduk. Hal itu dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut :
“Sebuah metro biru kusam datang…. Aku yakin sekali akan dapat tempat duduk. Dalam cuaca panas seperti ini pasti penumpang sepi. Begitu sampai di dalam, aku langsung mengedarkan pandangan mencari tempat duduk. Sayang, semua tempat duduk telah terisi. Bahkan ada lima penumpang yang berdiri. Sungguh mengherankan, bagaimana mungkin terjadi? Di hari-hari biasa yang tidak panas saja seringkali ada tempat duduk kosong”. (hal 33-34)
“Dapat tempat duduk adalah juga rizki. Jika tidak dapat tempat duduk berarti belum rizkinya. Aku menggeser diri ke dekat pintu di mana ada kipas angin berputar-putar di atasnya”. (hal. 34)

Permasalahan yang dia hadapi ketika di kendaraan umum melihat perlakuan seorang pria muslim terhadap wanita yang kafir yang mencerminkan ajaran Islam yang damai.
Kehadiran tiga orang turis asal Amerika membuat suasana di dalam metro mencekam, setelah orang-orang Mesir tidak terima kehadiran tiga orang turis tersebut dan ketika perempuan bercadar mempersilahkan perempuan tua dari mereka duduk di tempat duduknya. Percekcokan tidak terelakkan, meskipun suasana dapat diredakan oleh Fahri dengan tindakan manusiawi tanpa kekerasan.
            Id yang terdapat dalam bagian ini adalah teman Fahri yang baru dikenalnya di metro, yaitu teman Fahri yang baru dikenalnya di metro, yaitu Ashraf tidak senang dengan kehadiran tiga bule yang baru masuk metro. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut :
“Ashraf menoleh ke kanan dan memandang tiga bule itu dengan raut tidak senang. Tiba-tiba ia berteriak emosi “Ya Amrikaniyyun, Ia natullah alaikuikum!” (hal.38)

Super Ego yang dimiliki oleh Fahri dalam bab ini adalah Fahri sangat menyesalkan tindakan teman barunya itu. Seharusnya seorang muslim tidak pantas mengeluarkan kata makian dan laknat terhadap sesama manusia meskipun berbeda keyakinan. Untungnya tiga bule itu tidak paham dengan makian menggunakan bahasa Arab. Hal itu dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut :
“Untung ketiga orang Amerika itu tidak bisa bahasa Arab. Mereka kelihatannya tidak terpengaruh sama sekali dengan kata-kata yang diucapkan Ashraf….(hal.39)”
“Tindakan Ashraf melaknat tiga turis Amerika itu sangat aku sesalkan. Tindakannya jauh dari etika Al-Quran, padahal dia tiap hari membaca Al-Quran…. (hal.40)”

Ego yang terdapat pada bagian ini, yaitu Fahri berusaha menenangkan kericuhan yang dilakukan oleh orang-orang Mesir yang tidak terima atas kehadiran tiga orang turis dan ketidakterimaan mereka atas kebaikan yang diberikan oleh perempuan bercadar terhadap salah satu turis. Pada akhirnya orang-orang Mesir itu luluh. Hal itu tampak dalam kutipan berikut :
“Lelaki setengah baya itu tampak berkaca-kaca. Ia beristigfar berkali-kali. Lalu mendekati diriku. Memegang kepalaku dengan kedua tangannya dan mengecup kepalaku sambil berkata “Allah yaftah, alaik, ya bunayya!” Allah yafta, alaikazakallah khaira!” Ia telah tersentu. Hatinya telah lembut. (hal.51)”

Menolong teman perempuan yang mengalami kesulitan belajar. Rudi, salah satu teman apartemen dan satu kenegaraan dengan Fahri itu sempat berprasangka buruk terhadap Fahri. Dia curiga bahwa Ashir Ashab pemberian dari Maria itu merupakan tanda kasih, tetapi Fahri menepis anggapan itu. Fahri menganggap pemberian itu adalah kewajaran sebagai tetangga dekat dan menjadi kepala keluarga bagi teman-temannya. Setiap ada keperluan dari tetangganya pasti Fahri yang dituju, Rudi minta maaf kepada Fah ri karena salah paham atas anggapan negatif tersebut.
Id yang terdapat dalam bagian ini adalah udara panas membuat Fahri lupa pesan Maria, sehingga dia harus pergi dari toko yang satu ke toko yang lainnya untuk mendapatkan pesanan maria itu, yaitu disket. Hal itu tampak dari kutipan berikut :
Perjalanan pulang ternyata lebih panas dari berangkat. Antara pukul setengah empat hingga pukul lima adalah puncak panas siang itu. Berada di dalam metro rasanya seperti berada dalam ove. Kondisi itu nyaris membuatku lupa akan titipan Maria. Aku teringat ketika keluar dari mahattah Hadayek Helwan. Ada dua tokok alat tulis. Kucari di sana. Dua-duanya kosong. (hal. 58)”.

Super ego yang dimiliki oleh Fahri dalam bagian ini adalah dia rela mondar-mandir untuk mendapatkan pesanan Maria, yaitu disket. Fahri rela kembali naik metro ke tempatnya hanya sekedar mendapatkan peasanan teman terbaiknya itu. Rasa lelah tidak ia hiraukan. Hal itu dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut :
“Aku melangkah ke Pyramid Com. Sebuah rental komputer yang biasanya juga menjual disket. Malang! Rental itu ditutup. Terpaksa aku kembali ke mahattah dan naik metro ke Helwan. Di kota Helwan ada pasar dan toko-toko cukup besar. Di sana kudapatkan juga disket itu… (hal. 58)”.
Ego yang terdapat pada bagian ini yaitu Rudi ngotot kalau Fahri ada apa-apa dengan Maria, karena bagi Rudi tidak wajar pemberian ditujukan ke satu orang, mengapa bukan untuk semua. Tanggapan Fahri jangan-jangan Rudi yang cemburu, sehingga Rudi jadi serba salah juga. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Masalahnya ini dari Maria, Mas. Sepertinya puteri Tuan Boutros itu perhatian sekali sama Mas. Jangan-jangan dia jatuh hati sama Mas.” “Hus jangan ngomong sembangan! Mereka itu memang tetangga yang baik. Sejak awal kita tinggal di sini mereka sudah baik sama kita. Bukan sekali ini mereka memberi sesuatu pada kita.” “Tapi kenapa Maria bilang untuk Mas. Bukan untuk kita semua?” “Lha ketahuan kan? Kau cemburu, jangan-jangan kau yang jatuh cinta. Ya udah nanti biar kusampaikan sama Maria dan Tuan Boutros ayahnya, kalau memberi sesuatu biar yang disebut namamu, hehehe.” “Jangan Mas. Bukan itu maksudku?” (hal.59)”.
Menolong perempuan yang dizalimi ayah angkatnya, Setelah datang sms dari teman Fahri atas kelulusannya untuk melanjutkan mengerjakan tesis, dia dengan teman-teman syukuran hingga tengah malam, tiba-tiba terdengarlah keributan di jalan, yaitu Noura dipukuli Bahadur ayahnya. Fahri tidak tega dengan perlakuan ayahnya itu, sehingga dia menyuruh Maria menghampirinya dan ditanyakan apa masalahnya. Id yang terdapat dalam bagian ini adalah Fahri dan teman-temannya dikagetkan oleh jeritan seorang perempuan dan teriakan seorang lelaki yang memaki-maki perempuan itu. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Di tengah asyiknya bercengkrama, tiba-tiba kami mendengar suara orang ribut. Suara lelaki dan perempuan bersumpah serapah berbaur dengan suara jerit dan tangis seorang perempuan. Suara itu datang dari bawah. Kami ke tepi suthun dan melihat ke bawah. (hal.73)”
Super ego yang terdapat dalam bagian ini adalah Fahri merasa kasihan dan tidak tega dengan nasib perempuan itu. Fahri mengajak Maria untuk menolong perempuan itu. Hal itu dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut:
“Apa kau tidak kasihan padanya?”
“Sangat kasihan.”
“Apa kau tidak tergerak untuk menolongnya.”
Tergerak. Tapi itu tidak mungkin.”
“Kenapa?”
“Si Hitam Bahadur bisa melakukan apa saja. Ayahku tidak mau berurusan dengannya.”
Tidakkah kau bisa turun dan menyeka air matanya. Kasihan Noura. Dia perlu seseorang yang menguatkan hatinya.” (hal.75)”
Ego yang terdapat pada bagian ini yaitu dengan sedikit terpaksa, karena bujukan Fahri, Maria rela menolong perempuan itu. Rasa khawatir sempat menghantui Maria atas keluarga perempuan itu. Hal itu tampak dalam kutipan berikut:
“Untuk yang ini jangan paksa aku, Fahri! Aku tidak bisa!”
“Kumohon, demi rasa cintamu pada Al-Masih. Kumohon!”
Baiklah, demi cintaku pada Al-Masih akan kucoba. Tapi kau harus tetap mengawasi dari jendelamu. Jika ada apa-apa kau harus berbuat sesuatu.” (hal. 76)”.
“Sekarang apa yang kulakukan?”
Tidak bisakah kau ajak dia ke kamarmu?”
“Aku kuatir Bahadur tahu.” (hal.77).”
Fahri mengabarkan kelulusannya kepada Syaikh Ahmad sekalian menitip Noura kepadanya. Seharian Fahri beraktifitas sampai-sampai dia demam tinggi. Fahri teringat ibu-bapaknya yang ada di Indonesia hingga terbawa mimpi. Ketika di perjalanan National Library, Fahri bertemu penjual boneka yang mendoakan Fahri mendapatkan istri sholehah, cantik, anak sholeh, dia langsung terharu dan membelinya. Boneka pnda yang dibelinya itu langsung dititipkan dan diberikan kepada keponakan Aishah.
Id yang terdapat dalam bagian ini adalah Fahri menemui Syaikh Ahmad dalam rangka menyampaikan kabar kalau dia lulus dan rencana penyusunan tesis. Dia juga bermaksud minta tolong untuk membantu Noura mendapatkan keadilan. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Setelah shalat shubuh aku tidak langsung pulang, tapi menemui Syaikh Ahmad. Kukabarkan pada beliau kelulusanku dan rencanaku membuat proposal tesis…. Barulah aku jelaskan padanya kisah derita Noura panjang lebar dan mendetail seperti yang aku lihat dan aku ketahui. Beliau menitikkan air mata mendengarnya. (hal.137)”
Super Ego yang terdapat pada bagian ini adalah Syaikh Ahmad dan istrinya datang ke asrama mahasiswa Indonesia untuk menjemput Noura. Hal itu dilakukan guna mengantisipasi terjadinya masalah di sana dan menyelamatkan Noura dari kejaran ayahnya yang jahat. Di sana sudah ditunggu Nurul. Hal itu dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut:
“Pukul sepuluh lebih sepuluh kami sampai di kediaman Nurul dan kawan-kawannya yang berada di tingkat enam… Ketika memeluk Noura, isteri Syaikh Ahmad menjelaskan maksud kedatangan dia dan isterinya. Semuanya mengerti termasuk Noura. Noura akan dibawa ikut serta ke kampung halaman Syaikh Ahmad….(hal.3)”.
Ego yang terdapat dalam bab ini, yaitu Fahri sempat berangan-angan siapa yang akan menjadi pendamping hidupnya, di antaranya Nurul, Maria, dan Aishah. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Nurul dan teman-temannya orang jujur dan amanah….Tiba-tiba aku ingat ledekan si Rudi kemari, jangan-jangan dia orangnya!.... Congratulation Mas. She is the star, she is the true coise, she will be a good wife!”. Ah, tidak mungkin! Kutepis jauh-jauh pikiran yang hendak masuk. Memiliki isteri shalihah adalah dambaan. Tapi….ah, aku ini punguk dan dia adalah bulan. Aku ini gembel kotor dan dia adalah bidadari tanpa noda… (hal.140)”.
“….Lalu aku bergurau, “Kebetulan tidak ada gadis yang mau dekat denganku. Tak ada yang mau mengenalku dan baik denganku. Yang baik padaku malah Maria. Bagaimana Madame, kalau calonnya Maria?” (hal.143)”.
“Aisha juga bertanya apakah aku telah berkeluarga? Setelah selesai master apa yang akan aku kerjakan di Indonesia? Apakah aku akan melanjutkan S3? Aku menjawab apa yang bisa kujawab…. (143)”.
Menahan penderitaan selama di penjara. Setelah penangkapan Fahri, dia harus menjalani hari-harinya di penjara dengan penyiksaan, ditendang, dipukuli, dicambuk sudah menjadi santapan hariannya. Dia dipaksa untuk mengakui pemerkosaan atas Noura. Dengan keimanan yang kuat dia tidak gentar berpegang pada agama Allah. Dia tetap bungkam dan teguh pendirian. Hukuman yang diterimannya semakin menyakitkan. Dalam keadaan pemukulan yang bertubi-tubi, Fahri masih memikirkan nasib sitrinya sekarang.
Id yang terdapat dalam bagian ini adalah Fahri dipaksa untuk mengakui pemerkosaan atas Noura, yang tidak pernah dia lakukan. Dia dipukuli sampai berdarah-darah dan bibirnya pecah. Dia sempat kaget dan ditertawai oleh polisi itu ketika berkata jujur. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
“…Seorang polisi hitam besar membentakku lalu menampar mukaku dengan seluruh kekuatan tangannya. Kurasakan darah mengalir dari hidungku. “Akui saja, kau yang memperkosa gadis bernama Noura yang jadi tetanggami di Hadayek Helwan pada jam setengah empat dini hari Kamis 8 Agustus yang lalu? Akui saja, atau kami paksa kau untuk mengaku! Jika kau mengakuinya maka urusannya akan cepat.” Kata-kata polisi itu membuatku kaget bukan main. Noura hamil dan aku yang dituduk memperkosanya. Sungguh celaka! (hal.307-308)”.
“…Tapi penjelasanku dianggap seolah suara keledai. Mereka malah tertawa. Dan menjadikan aku bulan-bulanan oleh hinaan, makian dan tamparan yang membuat bibirku pecah. (hal.308)”.
Super Ego yang terdapat dalam bagian ini adalah Fahri bersikeras tidak mengakui perbuatan bejat itu. Malah menantang polisi itu untuk dibawa ke meja hijau. Ketika Fahri dimaki-maki Fahri membalasnya dengan makian, sehingga membuat salah satu polisi geram dan memukul wajahnya. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
“…Dan aku tidak mau mati dalam keadaan mengakui perbuatan biadan yang memang tidak pernah aku lakukan. “Kapten, aku memilih membuktikan di pengadilan bahwa aku tidak bersalah. Aku yakin negara ini punya undang-undang dan hukum.

Analisis Pendekatan Strukturalisme dalam Novel Ayat-ayat Cinta



ANALISIS PENDEKATAN STRUKTURAL DALAM
NOVEL AYAT-AYAT CINTA
KARYA HABIBURRAHMAN EL-SHIRAZY
OLEH : HERIYANTI
A.    Pendekatan Struktural
Pendekatan strukturalisme murni hanya berada di seputar karya sastra itu sendiri. Prinsipnya jelas : analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, sedetail, dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh ( Teeuw, 1984:135 ).
            Dalam ilmu sastra pengertian “strukturalisme” sudah dipergunakan dalam berbagai cara. Istilah “struktur” ialah kaitan-kaitan tetap antara kelompok –kelompok gejala. Kaitan-kaitan tersebut diadakan oleh seorang peneliti berdasarkan observasinya. Misalnya, pelaku-pelaku dalam sebuah novel dapat dibagikan menurut kelompok-kelompok sebagai berikut : tokoh utama, mereka yang melawannya, meraka yang membantunya, dan seterusnya.
Teori struktural adalah teori yang memandang teks sastra berdasarkan unsur-unsur yang ada di dalamnya untuk diidentifikasi dan dipahami relasinya sebagai satu kesatuan yang kompleks. Teori ini bermula dari pandangan Ferdinand de Saussure yang memandang adanya system di dalam bahasa. Pandangan ini kemudian diperluas dengan asumsi bahwa sistem itu juga ada di dalam sastra.
           Unsur-unsur struktur karya sastra seperti berikut. Unsur-unsur pembangun struktur terdiri atas tema, fakta cerita, dan sarana sastra. Fakta cerita itu sendiri terdiri atas alur, tokoh, dan latar; sedangkan sarana sastra biasanya terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa dan suasana, simbol-simbol, imaji-imaji, dan juga cara-cara pemilihan judul. Di dalam karya sastra, fungsi sarana sastra adalah memadukan fakta sastra dengan tema sehingga makna karya sastra itu dapat dipahami dengan jelas.
B.     Analisis Unsur Intrinsik Novel Ayat-ayat Cinta
a.       Tema
Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Sebab itulah penyikapan terhadap tema yang diberikan pengarangnya dengan pembaca umumnya terbalik. Seorang pengarang harus memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi media pemapar tema tersebut.
Tema novel mengandung tema cinta manusia pada manusia dan cinta manusia kepada Tuhan dan Rasul-Nya yang diwujudkan dengan cara teguh menjaga keimanan berdasarkan petunjuk-Nya.Ini adalah novel sastra yang berhasil memadukan dakwah, tema cintayang romantis dan latar belakang budaya suatu bangsa.
b.      Alur
Alur adalah sambung-sinambungnya peristiwa berdasarkan sebab akibat. Alur tidak hanya mengemukakan dan menunjukkan mengapa peristiwa itu terjadi melainkan juga mengemukakan dan menunjukan akibat peristiwa itu terjadi. Jadi, alur adalah struktur gerak yang terdapat dalam suatu cerita atau sebuah konstruksi yang dibuat pengarang yang secara logik dan kronologik saling berkaitan yang diakibatkan atau dialami pelaku.
Menurut saya, alur yang digunakan pada novel ini merupakan alur campuran. Pada bagian awal memang menggunakan alur maju. Namun di satu sisi pengarang sering memaparkan kisah masa lalu dari tokoh-tokoh di novel ini, sehingga kita ikut terhanyut untuk flashback ke masa lalu tersebut. Jadi, kembali saya simpulkan bahwa alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur campuran. Hal itu dikarenakan ada beberapa bagian cerita yang merupakan alur mundur dari tokoh dalam cerita, namun ada juga yang menggunakan alur maju.
c.     Tokoh
Tokoh  dan penokohan merupakan dua  istilah  yang sering  dijumpai  dalam penelitian sastra, tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa sehingga peristiwa itu mampu menjalin sebuah cerita sedangkan penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Saya akan memaparkan tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy ini.
1.      Fahri
Fahri merupakan tokoh sentral dalam cerita ini. Dalam novel ini, Fahri menempatkan dirinya sebagai “Aku”. Pada bagian awal cerita, Fahri tidak langsung memperkenalkan namanya dahulu, melainkan melaui aktivitas-aktivitasnya. Berikut kutipannya :
Dengan tekad bulat, setelah mengusir segala rasa aras-arasen ( rasa malas melakukan sesuatu ), aku bersiap untuk keluar. Tepat pukul dua siang aku harus sudah berada di Masjid Abu Bakar Ash-Sidiq yang terletak di Shubra El-Khaima, ujung utara Cairo, untuk talaqqi ( belajar langsung face to face dengan seorang syaikh atau ulama ) pada Syaikh Utsman Abdul Fatah (hlm. 16).

Penyebutan nama tokoh itu sendiri pada saat Saiful, teman satu flat Fahri menyapanya. Berikut kutipannya :
“Mas Fahri, udaranya terlalu panas. Cuacanya buruk. Apa tidak sebaiknya istirahat saja di rumah?” saran Saiful yang baru keluar dari kamar mandi. Darah yang merembes dari hidungnya telah ia bersihkan (hlm. 18).

Fahri juga sosok seorang pemimpin. Dalam flat yang beranggotakan lima orang, dia berperan sebagai kepala rumah tangga. Berikut kutipannya :
Sebagai yang dipercaya untuk jadi kepala keluarga―meskipun tanpa seorang ibu rumah tangga―aku harus jeli memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan anggota (hlm. 19).

Sosok Fahri adalah orang yang ulet dan berpendidikan. Dalam cerita, saat itu Fahri sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan tesis. Agar semua cita-citanya tercapai, dia membuat rancangan hidup hingga sepuluh tahun kedepan. Berikut kutipannya :
Aku sendiri yang sudah tidak aktif di organisasi manapun, juga mempunyai jadwal dan kesibukan. Membaca bahan untuk tesis, talaqqi qiraah sab’ah, menerjemah, dan diskusi intern dengan teman-teman mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh S2 dan S3 di Cairo (hlm. 20).

Dalam hal asmara, Fahri selektif dalam memilih pasangan. Ia juga berprinsip bahwa dia tidak akan menjemput wanita itu. Hal itu dikarenakan ia merasa malu status ekonominya rendah. Bahkan ia ingin wanita itu yang menjemputnya. Berikut kutipannya :
Akh Eqbal, semestinya bukan aku yang kau tanya. Tanyalah Aisha, apakah dia siap memiliki seorang suami seperti aku? Kau tentu sudah tahu siapa aku. Aku ini mahasiswa yang miskin. Anak seorang petani miskin di kampung pelosok Indonesia,” jawabku terbata-bata sambil terisak. “Apakah aku kufu dengannya ? Aku merasa tidak pantas bersanding dengan keponakanmu itu. Aku tidak ingin dia kecewa di belakang hari,” lanjutku (hlm. 215).

Fahri juga suka memberi kejutan. Hal itu terbukti pada kutipan berikut :
Aku paling suka memberi kejutan pada teman atau kenalan. Teman satu rumah sudah mendapatkan hadiah mereka pada hari istimewa mereka. Berarti besok kegiatannya bertambah satu, mencarikan hadiah untuk Madame Nahed dan Yousef. Hadiah yang sederhana saja. Sekadar untuk memberikan rasa senang di hati tetangga (hlm. 92).
2.      Maria
Pengenalan sosok Maria adalah penuturan dari orang lain. Berikut kutipannya :
Ia seorang Kristen Koptik atau dalam bahasa asli Mesirnya qibthi, namun ia suka pada Al-Quran. Ia bahkan hafal beberapa surat Al-Quran. Di antaranya surat Maryam. Sebuah surat yang membuat dirinya merasa bangga. Aku mengetahui hal itu pada suatu kesempatan berbincang dengannya di dalam metro. Kami tak sengaja berjumpa. Ia pulang kuliah dari Cairo University, sedangkan aku juga pulang kuliah dari Al Azhar University. Kami duduk satu bangku. Suatu kebetulan(hlm. 23).

Maria merupakan sosok perempuan yang sangat sopan, baik dalam berpakaian maupun dalam bertingkah laku. Seperti layaknya seorang muslimah. Berikut kutipannya :
Dalam hal etika berbicara dan bergaul terkadang ia lebih Islami daripada gadis-gadis Mesir yang mengaku muslimah. Jarang sekali kudengar ia tertawa cekikikan. Ia lebih suka tersenyum saja. Pakaiannya longgar, sopan, dan rapat. Selalu berlengan panjang dengan bawahan panjang sampai tumit. Hanya saja, ia tidak memakai jilbab. Tapi itu jauh lebih sopan ketimbang gadis-gadis Mesir seusianya yang berpakaian ketat dan bercelana ketat, dan tidak jarang bagian perutnya sedikit terbuka. Padahal mereka banyak mengaku muslimah. Maria suka pada Al-Quran. Ia sangat mengaguminya, meskipun ia tidak pernah mengaku muslimah. Penghormatannya pada Al-Quran mungkin melebihi beberapa intelektual muslim (hlm. 25).

Maria juga seorang wanita yang perhatian, khususnya kepada Fahri, otang yang ia cintai. Berikut kutipannya :
Aku menggantikan Saiful menjaganya. Aku tak kuasa menahan sedih dan airmataku. Aku tak kuasa menahan rasa sedih yang berselimut rasa cinta dan sayang padanya (hlm. 374).

3.      Aisha
Aisha pada awal cerita adalah sosok perempuan bercadar yang menolong nenek bule yang tidak memiliki tempat duduk di metro. Hal ini tampak bahwa sosok Aisha adalah orang yang menghargai orang yang lebih tua. Berikut kutipannya :
Nenek bule kelihatannya tidak kuat lagi berdiri. Ia hendak duduk menggelosor di lantai. Belum sempat nenek bule itu benar-benar menggelosor, tiba-tiba perempuan bercadar itu berteriak mencegah. Perempuan bercadar putih bersih itu bangkit dari duduknya. Sang nenek dituntun dua anaknya beranjak ke tempat duduk (hlm. 41).

Aisha juga orang yang suka mengajarkan kebaikan. Ia melakukan pertemuan dengan Fahri dan Alicia, bule yang tempo hari bertemu di metro, untuk membahas seputar agama Islam. Berikut kutipannya :
Alicia ingin sekali bertanya banyak hal padaku sejak kejadian di atas metro itu. Aisha memohon dengan sangat, sebab menurutnya ini kesempatan yang baik untuk menjelaskan Islam yang sebenarnya pada orang Barat (hlm. 91).

Aisha adalah orang yang tegar. Ia rela Fahri menikah dengan Maria agar menyelamatkan Fahri dari kasus fitnah yang sedang dialaminya. Berikut kutipannya :
“Menikahlah dengan dia, demi anak kita. Kumohon ! Jika Maria tidak memberikan kesaksiannya, maka aku tak tahu lagi harus berbuat apa untuk menyelamatkan ayah dari anak yang kukandung ini.” Setetes air bening keluar dari sudut matanya (hlm. 376).

Aisha orang yang sangat penyayang. Tidak hanya kepada Fahri, tetapi juga pada Maria, yang saat itu merupakan istri kedua Fahri. Berikut kutipannya :
Ia sangat setia menunggui diriku dan menunggui Maria. Ia bahkan serig tidur sambil duduk di samping Maria. Aisha menganggap Maria seperti adiknya sendiri. Beberapa kali aku memaksakan diri untuk bangkit dari tempat tidur dan menemani Aisha menunggu Maria (hlm. 390).

4.      Nurul
Nurul adalah mahasiswa Al-Azhar yang berasal dari Indonesia. Di dalam novel ia beberapa kali berinteraksi dengan tokoh utama, yaitu Fahri. Berikut kutipannya :
Aku lalu mengutarakan maksudku, meminta bantuannya, agar bisa menerima Noura bersembunyi di rumahnya beberapa hari. Mula-mula Nurul menolak. Ia takut kena masalah. Di samping itu, tinggal bersama gadis Mesir belum tentu mengenakkan. Aku jelaskan kondisi Noura. Akhirnya Nurul menyerah dan siap membantu (hlm. 84).

Nurul juga orang yang aktif. Ia tak hanya mengikuti organisasi-organisasi. Bahkan ia menyempatkan diri untuk mengajar anak-anak membaca Al-Quran. Berikut kutipannya :
Diam-diam aku salut pada Nurul. Meskipun ia menjadi ketua umum organisasi mahasiswi Indonesia paling bergengsi di Mesir, tapi ia tidak pernah segan untuk menyempatkan waktunya mengajar anak-anak membaca Al-Quran (hlm. 104).

Namun sosok Nurul adalah orang yang memendam perasaanya. Ia jatuh hati dengan Fahri. Hal itu telah ia sampaikan kepada pamannya, agar pamannya menjelaskan kepada Fahri. Namun karena sesuatu hal penyampaian itu sudah terlambat. Berikut kutipannya :
“Sejak dua bulan yang lalu. Sejak ia menangis di pangkuanku, Nurul sering menangis sendiri. Berkali-kali dia cerita padaku akan hal itu. Ia ingin sekali orang itu tahu bahwa dia sangat mencintainya, lalu orang itu membalas cintanya dan langsung melaksanakan sunnah Rasulullah. Nurul anti pacaran. Tapi rasa cinta di dalam hati siapa bisa mencegahnya. Aku tahu benar Nurul siap berkorban apa saja untuk kebaikan orang yang dicintainya itu bantulah kami untuk membuka hati orang itu?” kata Ustadzah Maemuna (hlm. 229-230).
5.      Syaikh Utsman Abdul Fattah
Beliau adalah seorang ulama. Fahri adalah satu diantara murid beliau. Berikut kutipannya :
Dengan tekad bulat, setelah mengusir segala rasa aras-arasen ( rasa malas melakukan sesuatu ), aku bersiap untuk keluar. Tepat pukul dua siang aku harus sudah berada di Masjid Abu Bakar Ash-Sidiq yang terletak di Shubra El-Khaima, ujung utara Cairo, untuk talaqqi ( belajar langsung face to face dengan seorang syaikh atau ulama ) pada Syaikh Utsman Abdul Fatah. Beliau adalah murid Syaikh Mohmoud Khushari, ulama legandaris yang mendapat julukan Guru Besarnya Para Pembaca dan Penghafal Al-Quran di Mesir (hlm. 16).

6.      Keluarga Maria
Keluarga Maria sendiri yaitu ayah, ibu, dan adiknya. Mereka merupakan tetangga Fahri yang paling akrab. Berikut kutipannya :
Gadis mesir itu bernama Maria. Ia juga senang dipanggil Maryam. Dua nama yang menurutnya sama saja. Dia putri sulung Tuan Boutros Rafael Girgis. Berasal dari keluarga besar Girgis. Ibunya bernama Madame Nahed, dan adiknya bernama Yousef. Sebuah keluarga Kristen Koptik yang sangat taat.  Bisa dikatakan bahwa keluarga Maria adalah tetangga kami yang paling akrab. Ya, paling akrab. Flat atau rumah mereka berada tepat di atas flat kami. Indahnya, mereka sangat sopan dan menghormati kami mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Al-Azhar (hlm. 22-23).

7.      Teman Satu Flat Fahri
Di sana, Fahri tinggal bersama teman-teman seperjuangan dari Indonesia. Mereka adalah Saiful, Rudi, Hamdi, dan Misbah. Berikut kutipannya :
Sebagai yang dipercaya untuk jadi kepala keluarga―meskipun tanpa seorang ibu rumah tangga―aku harus jeli memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan anggota. Dalam flat ini kami hidup berlima; aku, Saiful, Rudi, Hamdi, dan Misbah. Kebetulan aku yang paling tua, dan paling lama di Mesir. Secara akademis aku juga yang paling tinggi. Aku tinggal menunggu pengumuman untuk menulis tesis master di Al-Azhar. Yang lain masih program S1. Saiful dan Rudi baru tingkat tiga, mau masuk tingkat empat. Sedangkan Misbah dan Hamdi sedang menunggu pengumuman kelulusan untuk memperoleh gelar Lc. atau  Licence. Mereka semua telah menempuh ujian akhir tahun pada akhir Mei sampai Juni yang lalu. Awal-awal Agustus biasanya pengumuman keluar. Namun sampai hari ini,pengumuman belum juga ada yang ditempel (hlm. 19).

8.      Keluarga Noura
Di dalam cerita ini, ternyata Noura ada dua keluarga. Yang pertama keluarga Bahadur, dan yang kedua keluarga Adel, keluarga kandungnya. Berikut kutipannya :
Ayah noura yang bernama Bahadur itu memang keterlaluan. Bicaranya kasar dan tidak bisa menghargai orang. Seluruh tetangga di apartemen ini dan masyarakat sekitar jarang yang mau yang mau berurusan dengan Si Hitam Bahadur. Istrinya bernama Madame Syaima. Kakak perempuan Noura bernama Mona atau Suzana (hm. 74).

d.      Setting atau Latar
Latar adalah peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis.  Maka dapat di simpulkan bahwa setting terdiri atas tiga macam yaitu setting yang bersifat material, setting yang bersifat sosiologis  dan setting yang bersifat psikologis. Setting yang bersifat material berhubungan dengan tempat, dapat di bumi, di udara, di kota bahkan dapat juga di dunia angan-angan, pokoknya segala sesuatu yang tampak. Setting yang bersifat sosiologis berhubungan dengan tempat-tempat dan benda benda yang dapat menjelaskan/ menjabarkan tentang kehidupan masyarakat di suatu tempat. Setting yang bersifat psikologis dapat berupa lingkungan atau benda-benda dalam lingkungan tertentu yang dapat menuansakan suatu makna serta mampu merangsang emosi pembaca.
Dalam suatu cerita latar dibentuk melalui segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Latar ini ada tiga macam, yaitu: latar tempat; latar waktu; dan latar suasana.
v  Latar Tempat
Di dalam novel ini, banyak tempat-tempat sekitar Cairo yang dipaparkan oleh penulis. Misalnya, di Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq yang terletak si Shubra El-Kaima, ujung utara Cairo; serambi Masjid Al-Azhar; di Dokki, tepatnya di Masjid Indonesia Cairo; Rab’ah El-Adawea, Nasr City; Tura El-Esmen; Hadayek Helwan; Masjid Al-Fath Al-Islami; mahathah metro; Maadi, sebuah kawasan elite di Cairo setelah Heliopolis, Dokki, El-Zamalek, dan Mohandesen;  Sayyeda Zaenab;  Tahrir;  Mahattah El-Behous;  Attaba;  flat;  rumah sakit;  Alexandria;  pengadilan; dan di surga . Berikut beberapa kutipannya :
Tepat pukul dua siang aku harus sudah berada di Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq yang terletak di Shubra El-Khaima, ujung kota Cairo, untuk talaqqi  pada Syaikh Utsman Abdul Fatah (hlm. 16).

Lebih beruntung lagi, beliau sangat mengenalku. Itu karena sejak tahun pertama kuliah aku sudah menyetorkan hafalan Al-Quran pada beliau di serambi Masjid Al-Azhar (hlm. 17).

 Jadilah perjalanan dari Mahattah (stasiun, terminal) Anwar Sadat Tahrir sampai Tura El-Esmen kuhabiskan untuk menyimak seorang Maria membaca surat Maryam dari awal sampai akhir (hlm. 24).

v  Latar Waktu
Latar waktu yang dipaparkan penulis adalah pada pagi hari, siang, sore, dan malam hari. Pagi dini hari yaitu ketika Fahri dan teman-temannya mendengar Noura disiksa oleh Bahadur; siang hari adalah ketika Fahri melakukan aktivitas hariannya; sore hari adalah ketika Fahri pulang ke flatnya; malam hari ketika Fahri makan bersama teman satu flatnya dan ketika merayakan pesta ulang tahun Madame Nahed dan Yousef. Berikut kutipannya :
Dan malam ini kami melihat hal yang membuat hati miris. Noura disiksa dan diseret di dini hari ke jalan oleh ayahnya dan kakak perempuannya (hlm. 74).

Dengan tekad bulat, setelah mengusir segala rasa aras-arasen ( rasa malas melakukan sesuatu ), aku bersiap untuk keluar. Tepat pukul dua siang aku harus sudah berada di Masjid Abu Bakar Ash-Sidiq yang terletak di Shubra El-Khaima, ujung utara Cairo, untuk talaqqi ( belajar langsung face to face dengan seorang syaikh atau ulama ) pada Syaikh Utsman Abdul Fatah (hlm. 16).

Tepat tengah malam kami pergi ke suthuh.  Membawa tikar, nampan besar, empat gelas plastik, ashir mangga, tamar himdi, dan dua bungkus firoh masywi yang masih hangat dan sedap baunya. Kami benar-benar berpesta. Dua ciduk nasi hangat digelar di atas nampan. Sambal ditumpahkan. Lalu dua ayam bakar dikeluarkan dari bungkusnya. Tak lupa acar dan lalapan timun. Satu ayam untuk dua orang (hlm. 71).

v  Latar Suasana
Suasana di dalam cerita ini lebih di dominasi dengan haru. Suasana-suasana yang tampak pada novel ini adalah senang, sedih, bahagia, dan suasana mencekam. Suasana senang tampak ketika Fahri lulus dan bisa menulis tesis. Suasana sedih tampak pada Noura yang disiksa Bahadur, Nurul yang cintanya kepada Fahri yang terlambat, dan pada Maria yang merasakan sakit cinta hingga koma di rumah sakit. Suasana bahagia tampak ketika Fahri dibebaskan atas tuduhan pemerkosaan. Suasana mencekam ketika Bahadur menyiksa Noura, dan ketika Fahri berada di sel tahanan. Kutipannya adalah sebagai berikut.
“Mabruk. Kamu lulus. Kamu bisa nulis tesis. Tadi sore pengumumannya keluar.” merasa seperti ada hawa dingin turun dari langit. Menetes deras ke dalam ubun-ubun kepalaku lalu menyebar  ke seluruh tubuh. Seketika itu aku sujud syukur dengan berlinang air mata. Aku merasa seperti dibelai-belai tangan Tuhan. Setelah puas sujud syukurku aku mengungkapkan rasa gembiraku pada teman-teman satu rumah (hlm. 69-70).

Noura sesegukan di bawah tiang lampu merkuri. Ia duduk sambil mendekap tiang lampu itu  mendekap ibunya. Apa yang kini dirasakan ibunya di dalam rumah. Tidakkah ia melihat anaknya yang menangis tersedu dengan nada menyayat hati. Tak ada tetangga yang keluar. Mungkin sedang terlelap tidur. Atau sebenarnya terjaga tapi telah merasa sudah sangat bosan dengan kejadian yang kerap berulang itu (hlm. 74).

e.       Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Sudut pandang atau biasa diistilahkan dengan point of view atau titik kisah meliputi (1) narrator omniscient, (2) narrator observer, (3) narrator observer omniscient, dan (4) narrator the third person omniscient.
Narrator omniscient adalah narator atau pengisah yang juga berfungsi sebagai pelaku cerita. Narrator observer adalah bila pengisah hanya berfungsi sebagai pengamat terhadap pemunculan para pelaku serta hanya tahu dalam batas tertentu tentang perilaku batiniah para pelaku. Berkebalikan dengan narrator observer, dalam narrator omniscient pengarang, meskipun hanya menjadi pengamat dari pelaku, dalam hal itu juga merupakan pengisah atau penutur yang serba tahu meskipun pengisah masih juga menyebut nama pelaku dengan ia, mereka, maupun dia.
Dalam cerita fiksi, mungkin saja pengarang hadir di dalam cerita yang diciptakannya sebagai pelaku ketiga yang serba tahu. Dalam hal ini, sebagai pelaku ketiga pengarang masih mungkin menyebutkan namanya sendiri, saya atau aku.  Sebagai pelaku ketiga yang tidak hanya terlibat secara langsung dalam keseluruhan, satuan dan jalinan cerita, pengarang dalam hal ini masih merupakan juga sebagai penutur yang serba tahu tentang ciri-ciri fisikal, psikologis, maupun kemungkinan kadar nasib yang nanti dialami oleh pelaku.
Dalam novel ini, bisa dikatakan bahwa sudut pandang yang digunakan yaitu pelaku ketiga serba tahu. Sudut pandang ini lebih menitikberatkan Fahri sebagai tokoh utama yang menjadi titik pandang dari keseluruhan cerita. Di semua bagian cerita, Fahri memposisikan diri sebagai “aku”, yang memaparkan dengan jelas kejadian-kejadian berdasarkan yang dialaminya.


SINOPSIS NOVEL AYAT-AYAT CINTA
KARYA HABIBURRAHMAN EL-SHIRAZY

Dalam novel ayat-ayat cinta menceritakan sosok mahasiswa S2 Universitas Al Azhar, Cairo Mesir. Ia berasal dari Indonesia. Mahasiswa itu bernama Fahri bin Abdullah Shiddiq. Fahri telah berada di Mesir selama tujuh tahun. Ia telah berhasil menyelesaikan S1-nya dengan baik dan sekarang sedang melanjutkan S2. Fahri adalah sosok pria yang menjadi idaman para wanita. Ia baik, sopan, bertanggung jawab. Selama hidup di mesir, Fahri menyewa sebuah flat sederhana bersama keempat temannya yaitu Saiful, Rudi, Hamdi, dan Misbah. Fahri dipercaya menjadi kepala rumah tangga yang mengatur dsan bertanggung jawab atas flat dan teman-temannya.
Flat yang Fahri tempati berjumlah enam tingkat. Flat Fahri terletak di lantai tiga. Untuk sampai ke flatnya harus menaiki anak tangga yang begitu banyak karena disana tidak terdapat lift. Bagi Fahri, flat adalah tempat berbagi suka dan duka setelah masjid. Di flatnya itu pula, fahri berkenalan dengan gadis kristen koptik bernama Maria, mahasiswa universitas Cairo. Ia anak sulung Tuan Boutros Rafael Girgis. Berasal dari keluarga besar Girgis. Flat Maria berada tepat diatas flat Fahri dan teman-temannya. Keluarga Maria memang sangat baik kepada Fahri dan teman-temannya. Bahkan hubungan Maria dan Fahri bisa dibilang dekat. Seringkali Maria menitip sesuatu kepada fahri. Maria juga senang memberi makanan atau minuman kepada Fahri. Menurut Fahri, Maria adalah gadis yang baik dan unik. Dibilang unik karena Maria adalah seorang nasrani yang sangat mengagumi Islam. Ia juga hafal dengan surat Maryam dan surat Al-Maidah. Pernah suatu kali saat Fahri dan Maria sedang berada di dalam metro, Maria menunjukkan kepada Fahri jika ia bisa mengaji. Maria juga tahu tata cara mengaji yang didahului dengan membaca ta’awudz dan basmalah. Meskipun Maria beragama Islam, ia meyakini bahwa Al-Quran adalah kitab yang paling banyak dibaca orang. Al-Quran juga sangat dimuliakan dan dihargai daripada kitab-kitab lainnya. Ia juga merasa marah ketika seorang doktor filsafat mengatakan bahwa dalam Al-Quran ada rangkaian huruf yang tidak diketahui maknanya. Cara berpakaian Maria jga sangat sopan. Ia lebih suka memakai pakaian yang panjang dan sedikit longgar, roknya juga panjangnya selutut. Satu lagi sifat unik Maria adalah suka mendengar adzan. Suatu ketika saat Fahri pergi tallaqi dengan naik metro seperti biasanya. Di metro ia bertemu dengan gadis bercadar. Gadis itu bernama Aisyah. Saat di metro, Aisyah membela tiga orang bule Amerika untuk mendapatkan tempat duduk. Gadis bule itu bernama Alicia. Saat itu ada seorang bule yang sudah tua. Aisyah berniat memberikan tempat duduk kepada bule yang tua itu. Namun penumpang yang kebanyakan orang Arab tidak setuju jika Aisyah memberikan tempat duduk kepada bule Amerika itu. Sebabnya karena orang Mesir sangat benci kepada orang Amerika. Antara Aisyah dan orang Arab sempat bertengkaran karena ada seorang penumpang metro yang sangat membenci bule yang mengganggap bangsanya seorang teroris. Fahri yang tahu duduk permasalahnya segera menolong dan membela Aisyah. Awalnya sempat terjadi keributan kecil dan orang Mesir itu masih kukuh dengan pendapatnya. Dengan penjelasan Fahri akhirnya dapat meyakinkan meyakinkan penumpang itu dan berhasil merayunya agar mengizinkan bule itu duduk. Allicia mengucapkan terima kasih kepada Aisyah dan Fahri. Ternyata Alicia datang ke Mesir untuk meneliti lebih dalam tentang Islam. Akhirnya Aisyah dan Fahrilah yang memberi penjelasan kepada Alicia.Dari pertemuan dengan Fahri di Metro itu, Aisyah merasa jatuh hati kepada Fahri karena kagum atas sikap Fahri.
Selain Aisyah dan Maria, Fahri juga mengenal seorang gadis yang juga mahasiswa Al Azhar dari Indonesia yaitu Nurul. Nurul menaruh hati pada Fahri layaknya maria dan Aisyah. Nurul adalah sosok wanita Indonesia sejati. Ia sangat keibuan, sopan tutur katanya, dan baik sifatnya. Karena ia menaruh hati kepada Fahri, ia sampai menulis surat yang isinya menyatakan cintanya. Surat itu lalu Fahri titipkan kepada seorang ustadz.
Selain Maria, Fahri mempunyai tetangga yang nasibnya sangat mengenaskan. Berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Bapaknya seorang pemabuk dan kakanya seorang wanita penghibur. Namun ada sedikit keanehan jika melihat Noura. Semua keluarganya berkulit hitam hanya ia sendiri yang berkulit putih. Ternyata usut punya usut, Noura tertukar dengan keluarga Bahadur. Padahal sebenarnya ia anak orang terpandang. Karena perbedaan kulit Noura itu, ayah tirinya, Bahadur sering melakukan kekerasan padanya, termasuk pemerkosaan. Selain itu, Bahadur juga menuduh istrinya selingkuh karena melahirkan anak yang berbeda. Saat Noura diperlakukan kasar, hanya ibu tiri Noura yang merasa kasihan dan membela Noura. Tetapi apa daya tangan tak sampai. Bahadur lebih kuat dan berkuasa di rumah itu. Suatu malam, di bawah flat ada keributan yaitu si muka dingin Bahadur sedang menghajar anaknya yaitu Noura. Melihat kejadian itu Fahri tidak tega dan menyuruh Maria menampung di rumahnya. Sebenarnya mereka sangat takut jika ketahuan Bahadur. Namun karena tidak tega melihat Noura, mereka memberanikan diri untuk menolong Noura. Untuk menghindari Bahadur, Noura dititipkan Fahri kepada Nurul dan ditempatkan di asrama bersama Nurul.  Pada suatu hari ketika Fahri mengaji pada Syaikh Utsman, Fahri ditanya dan ditawari untuk menikah. Tak lama kemudian Fahri menyetujui tawaran Syaikh Ustman hingga Fahri diajak berkenalan dengan calon istrinya. Calon istri Fahri itu adalah gadis beradar. Saat pertemuan pun tiba, Fahri bertemu dengan calon istrinya yang ternyata adalah Aisyah yang keponakan Iqbal, orang Indonesia yang sangat dikenal oleh Fahri. Fahri terkejut saat pertama kali Aisyah membuka cadarnya. Ternyata calon istrinya itu adalah gadis yang bertemu dengannya di metro. Ia sangat kagum melihat kecantikan Aisyah. Aisyah adalah wanita yang kaya. Ia mempunyai perusahaan dan warisan dari orangtuanya. Awalnya Fahri tidak enak karena istrinya lebih kaya dan mempunyai pekerjaan dan ia belum dapat mencari nafkah. Tetapi Aisyah meyakinkan fahri jika apa yang dimilikinya juga menjadi milik Fahri.
Setelah perkenalan itu tak lama kemudian mereka menikah tanpa dihadiri orang tua Fahri. Tetapi sebelumnya Fahri telah meminta restu kepada orangtuanya di Indonesia. Mendengar berita pernikahan itu, Nurul kecewa karena kasihnya tidak kesampaian. Wanita yang tak kalah kecewa atas pernikahan Fahri itu adalah Maria karena ia juga mencintai Fahri. Setelah pernikahan Fahri, Maria tidak mau makan, ia hanya melamun. Kondisi badannya semakin menurun. Namun hal itu tak menyurutkan kebahagiaan Fahri dan Aisyah sebagai pengantin baru.
Aisyah dan Fahri sangat bahagia mereka hidup bersama. Ketika kebahagiaan itu terjadi cobaanpun menghadangnya. Begitu sayangnya kepada Fahri, paman dan bibi Nurul meminta Fahri untuk menikahinya tetapi Fahri mampu menolaknya dengan halus. Tetapi cobaan yang lebih berat menimpanya ketika Fahri ditangkap dan dipenjara atas tuduhan memperkosa Noura. Fahri difitnah dan dijebak. Saat itu, Aisyah sedang hamil muda sehingga ia sangat sedih melihat nasib suaminya itu. Aisyah berusaha mencari beberapa saksi untuk membuktikan jika suaminya tidak bersalah. Ia juga mencari seorang pengacara untuk membela suaminya. Persidangan digelar. Pada persidangan pertama, saksi-saksi yang dihadirkan Fahri tidak bisa membuktikan kebenaran Fahri. Aisyah kembali menangis. Keputusan pengadilan itu tidak dapat ditolak meskipun pengacara Fahri mengajukan banding dan meminta dilakukan tes DNA untuk mengetahui siapa sebenarnya yang menghamili Noura. Namun Tuhan berkata lain. Ternyata tes DNA hanya bisa dilakukan setelah bayi lahir. Fahri sadar bahwa Marialah kunci saksi yang bisa memenangkan persidangan itu. Aisyah kemudiian mencari Maria dan meminta tolong kepadanya agar mau menjadi saksi Fahri di persidangan. Namun sayangnya Maria sedang sakit. Ia koma. Kata ibunya Maria selalu memanggil-manggil nama Fahri. Hal itu terjadi karena Maria kecewa atas kegagalan cintanya dengan Fahri. Ia lantas mengurung dirinya sampai jatuh sakit. Hanya ada salah satu cara untuk menyadarkan Maria yaitu meminta Fahri untuk menjenguk dan mengajaknya berbicara untuk menyadarka syaraf otaknya. Cara itu kurang berhasil karena Maria hanya menggerakkan tangannya. Dokter yang menangani Maria meminta Fahri untuk mencium dan memegang tangan Maria. Karena bukan muhrimnya, Fahri tidak mau melakukan itu. Asiyah lalu menyarankan agar fahri menikahi Maria. Fahri tidak setuju karena ia sangat mencintai istrinya. Namun atas pengertian Aisyah jika ia tidak mau bayinya tidak mempunyai seorang ayah karena dipenjara. Akhirnya Fahri menikahi Maria di kamar sakit. Kemudian Fahri mencium dan mebisikkan kata-kata cinta kepada Maria. Dengan izin Allah, Maria bangun dan sangat senang melihat Fahri disampingnya. Meskipun Asiyah menyetujui pernikahan suaminya itu dengan Maria namun ia sangat sedih. Ia menangis.Setelah Fahri menikahi Maria, Maria sedikit sembuh dan dapat keluar dari rumah sakit meskipun harus tetap mengontrol kesehatannya.
Di persidangan Fahri, Maria memberikan kesaksian bahwa hal yang dituduhkan kepada Fahri tidak benar. Pengacara Fahri juga menunjukkan bukti percakapan Noura menggunakan handpone Maria dengan temannya yang mengatakan bahwa ia diperkosa Bahadur. Karena kesaksian Maria itu, Noura tidak bisa melakukan apa-apa. Ia kemudian mengakui bahwa yang memperkosanya adalah Bahadur, ayah tirinya pada malam ia diusir dari rumahnya. Bahdur merasa terpojokkan, ia kemudian di tangkap dan dipenjara. Akhirnya Fahri bebas dari penjara.  Setelah persidangan itu, Fahri menjalani kehidupan seperti biasanya. Namun sekarang ia memiliki dua orang istri. Aisyah sedang mengandung anaknya dan Maria sedang sakit. Mereka dapat hidup harmonis walaupun Aisyah masih merasa sedikit canggung dengan keberadaan Maria. Karena penyakit Maria sangat parah itu, Maria sakit lagi bahkan lebih parah. Maria masuk Rumah sakit lagi. Ketika di rumah sakit, Maria bermimpi jika ia tidak boleh masuk surga karena bukan termasuk golongan-golongan mereka. Di dalam mimpi Maria itu, ia seolah-olah sedang berada di istana yang megah dengan banyak pintu. Dari kejauhan sudah tercium wangi istana itu. Sewaktu bemimpi itu, tak sadar maria mengigau membaca Al-Quran surat Maryam. Kemduian dilanjutkan surat Thaha dan memanggil-manggil nama Allah.  Setelah bangun dari mimpi itu Maria meminta Aisyah dan Fahri membantunya berwudhu dan mengajarinya sholat. Dengan penuh heran dan iba mereka menuruti kemauan Maria. Setelah itu Maria berbaring dengan suara lirih Maria mengucapkan kalimat syahadat. Fahri dan Aisyah mengajarinya shalat dan menuntunnya membaca kalimat syahadat. Setelah selesai shalat itu, lalu perlahan pandangan mata Maria meredup dan akhirnya tertutup rapat. Aisyah dan Fahri tak kuasa menahan air matanya melihat Maria yang telah menghadap Tuhan dengan menyungging senyum di bibir dan wajah bersih seakan diselimuti cahaya. Maria meninggal dunia setelah ia masuk Islam.