ANALISIS PENDEKATAN STRUKTURAL
DALAM
NOVEL AYAT-AYAT CINTA
KARYA HABIBURRAHMAN EL-SHIRAZY
OLEH : HERIYANTI
A.
Pendekatan Struktural
Pendekatan strukturalisme murni hanya
berada di seputar karya sastra itu sendiri. Prinsipnya jelas : analisis
struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti,
sedetail, dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua aspek karya
sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh ( Teeuw, 1984:135 ).
Dalam ilmu sastra pengertian “strukturalisme” sudah dipergunakan dalam berbagai
cara. Istilah “struktur” ialah kaitan-kaitan tetap antara kelompok
–kelompok gejala. Kaitan-kaitan tersebut diadakan oleh seorang
peneliti berdasarkan observasinya. Misalnya, pelaku-pelaku dalam sebuah novel
dapat dibagikan menurut kelompok-kelompok sebagai berikut : tokoh utama, mereka
yang melawannya, meraka yang membantunya, dan seterusnya.
Teori struktural adalah teori yang memandang teks sastra
berdasarkan unsur-unsur yang ada di dalamnya untuk diidentifikasi dan dipahami
relasinya sebagai satu kesatuan yang kompleks. Teori ini bermula dari pandangan
Ferdinand de Saussure yang memandang adanya system di dalam bahasa. Pandangan
ini kemudian diperluas dengan asumsi bahwa sistem itu juga ada di dalam sastra.
Unsur-unsur
struktur karya sastra seperti berikut. Unsur-unsur pembangun struktur terdiri
atas tema, fakta cerita, dan sarana sastra. Fakta cerita itu sendiri terdiri
atas alur, tokoh, dan latar; sedangkan sarana sastra biasanya terdiri atas
sudut pandang, gaya bahasa dan suasana, simbol-simbol, imaji-imaji, dan juga
cara-cara pemilihan judul. Di dalam karya sastra, fungsi sarana sastra adalah
memadukan fakta sastra dengan tema sehingga makna karya sastra itu dapat
dipahami dengan jelas.
B.
Analisis Unsur Intrinsik Novel
Ayat-ayat Cinta
a. Tema
Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita
sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya
fiksi yang diciptakannya. Sebab itulah penyikapan terhadap tema yang
diberikan pengarangnya dengan pembaca umumnya terbalik. Seorang pengarang harus
memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan
proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila
mereka telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang
menjadi media pemapar tema tersebut.
Tema novel mengandung tema cinta manusia pada
manusia dan cinta manusia kepada Tuhan dan Rasul-Nya yang diwujudkan dengan
cara teguh menjaga keimanan berdasarkan petunjuk-Nya.Ini
adalah novel sastra yang berhasil memadukan dakwah, tema cintayang romantis dan
latar belakang budaya suatu bangsa.
b. Alur
Alur adalah sambung-sinambungnya peristiwa berdasarkan
sebab akibat. Alur tidak hanya mengemukakan dan menunjukkan mengapa peristiwa
itu terjadi melainkan juga mengemukakan dan menunjukan akibat peristiwa itu
terjadi. Jadi, alur adalah struktur gerak yang terdapat dalam suatu cerita atau
sebuah konstruksi yang dibuat pengarang yang secara logik dan kronologik saling
berkaitan yang diakibatkan atau dialami pelaku.
Menurut saya, alur yang digunakan pada novel ini
merupakan alur campuran. Pada bagian awal memang menggunakan alur maju. Namun
di satu sisi pengarang sering memaparkan kisah masa lalu dari tokoh-tokoh di
novel ini, sehingga kita ikut terhanyut untuk flashback ke
masa lalu tersebut. Jadi, kembali saya simpulkan bahwa alur yang digunakan
dalam novel ini adalah alur campuran. Hal itu dikarenakan ada beberapa bagian
cerita yang merupakan alur mundur dari tokoh dalam cerita, namun ada juga yang
menggunakan alur maju.
c. Tokoh
Tokoh dan
penokohan merupakan dua istilah yang sering dijumpai
dalam penelitian sastra, tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa sehingga
peristiwa itu mampu menjalin sebuah cerita sedangkan penokohan adalah pelukisan
gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Saya akan memaparkan tokoh-tokoh yang
terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El
Shirazy ini.
1.
Fahri
Fahri merupakan
tokoh sentral dalam cerita ini. Dalam novel ini, Fahri menempatkan dirinya
sebagai “Aku”. Pada bagian awal cerita, Fahri tidak langsung memperkenalkan
namanya dahulu, melainkan melaui aktivitas-aktivitasnya. Berikut kutipannya :
“Dengan tekad bulat, setelah mengusir segala rasa aras-arasen ( rasa malas
melakukan sesuatu ), aku bersiap untuk keluar. Tepat pukul dua siang aku harus
sudah berada di Masjid Abu Bakar Ash-Sidiq yang terletak di Shubra El-Khaima,
ujung utara Cairo, untuk talaqqi (
belajar langsung face to
face dengan seorang syaikh atau ulama ) pada Syaikh Utsman Abdul
Fatah” (hlm. 16).
Penyebutan nama
tokoh itu sendiri pada saat Saiful, teman satu flat Fahri menyapanya. Berikut
kutipannya :
“Mas Fahri, udaranya terlalu panas. Cuacanya buruk. Apa
tidak sebaiknya istirahat saja di rumah?” saran Saiful yang baru keluar dari
kamar mandi. Darah yang merembes dari hidungnya telah ia bersihkan” (hlm. 18).
Fahri juga
sosok seorang pemimpin. Dalam flat yang beranggotakan lima orang, dia berperan
sebagai kepala rumah tangga. Berikut kutipannya :
“Sebagai yang dipercaya untuk jadi kepala
keluarga―meskipun tanpa seorang ibu rumah tangga―aku harus jeli memperhatikan
kebutuhan dan kesejahteraan anggota” (hlm. 19).
Sosok Fahri
adalah orang yang ulet dan berpendidikan. Dalam cerita, saat itu Fahri sedang
sibuk-sibuknya mempersiapkan tesis. Agar semua cita-citanya tercapai, dia
membuat rancangan hidup hingga sepuluh tahun kedepan. Berikut kutipannya :
“Aku sendiri yang sudah tidak aktif di organisasi manapun,
juga mempunyai jadwal dan kesibukan. Membaca bahan untuk tesis, talaqqi qiraah sab’ah, menerjemah,
dan diskusi intern dengan
teman-teman mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh S2 dan S3 di Cairo” (hlm. 20).
Dalam hal
asmara, Fahri selektif dalam memilih pasangan. Ia juga berprinsip bahwa dia
tidak akan menjemput wanita itu. Hal itu dikarenakan ia merasa malu status
ekonominya rendah. Bahkan ia ingin wanita itu yang menjemputnya. Berikut
kutipannya :
“Akh Eqbal,
semestinya bukan aku yang kau tanya. Tanyalah Aisha, apakah dia siap memiliki
seorang suami seperti aku? Kau tentu sudah tahu siapa aku. Aku ini mahasiswa
yang miskin. Anak seorang petani miskin di kampung pelosok Indonesia,” jawabku
terbata-bata sambil terisak. “Apakah aku kufu dengannya ? Aku merasa tidak pantas
bersanding dengan keponakanmu itu. Aku tidak ingin dia kecewa di belakang
hari,” lanjutku” (hlm. 215).
Fahri juga suka
memberi kejutan. Hal itu terbukti pada kutipan berikut :
“Aku paling suka memberi kejutan pada teman atau kenalan.
Teman satu rumah sudah mendapatkan hadiah mereka pada hari istimewa mereka.
Berarti besok kegiatannya bertambah satu, mencarikan hadiah untuk Madame Nahed dan Yousef. Hadiah
yang sederhana saja. Sekadar untuk memberikan rasa senang di hati tetangga” (hlm. 92).
2. Maria
Pengenalan sosok Maria adalah penuturan
dari orang lain. Berikut kutipannya :
“Ia seorang
Kristen Koptik atau dalam bahasa asli Mesirnya qibthi, namun ia suka pada Al-Quran. Ia bahkan hafal
beberapa surat Al-Quran. Di antaranya surat Maryam. Sebuah surat yang membuat
dirinya merasa bangga. Aku mengetahui hal itu pada suatu kesempatan berbincang
dengannya di dalam metro. Kami
tak sengaja berjumpa. Ia pulang kuliah dari Cairo University, sedangkan aku juga pulang kuliah
dari Al Azhar University. Kami
duduk satu bangku. Suatu kebetulan”(hlm. 23).
Maria merupakan sosok perempuan yang
sangat sopan, baik dalam berpakaian maupun dalam bertingkah laku. Seperti
layaknya seorang muslimah. Berikut kutipannya :
“Dalam hal etika
berbicara dan bergaul terkadang ia lebih Islami daripada gadis-gadis Mesir yang
mengaku muslimah. Jarang sekali kudengar ia tertawa cekikikan. Ia lebih suka
tersenyum saja. Pakaiannya longgar, sopan, dan rapat. Selalu berlengan panjang
dengan bawahan panjang sampai tumit. Hanya saja, ia tidak memakai jilbab. Tapi
itu jauh lebih sopan ketimbang gadis-gadis Mesir seusianya yang berpakaian
ketat dan bercelana ketat, dan tidak jarang bagian perutnya sedikit terbuka.
Padahal mereka banyak mengaku muslimah. Maria suka pada Al-Quran. Ia sangat
mengaguminya, meskipun ia tidak pernah mengaku muslimah. Penghormatannya pada
Al-Quran mungkin melebihi beberapa intelektual muslim” (hlm. 25).
Maria juga seorang wanita yang
perhatian, khususnya kepada Fahri, otang yang ia cintai. Berikut kutipannya :
“Aku menggantikan
Saiful menjaganya. Aku tak kuasa menahan sedih dan airmataku. Aku tak kuasa
menahan rasa sedih yang berselimut rasa cinta dan sayang padanya” (hlm. 374).
3. Aisha
Aisha pada awal cerita adalah sosok
perempuan bercadar yang menolong nenek bule yang tidak memiliki tempat duduk
di metro. Hal ini tampak bahwa sosok Aisha adalah orang yang
menghargai orang yang lebih tua. Berikut kutipannya :
“Nenek bule
kelihatannya tidak kuat lagi berdiri. Ia hendak duduk menggelosor di lantai.
Belum sempat nenek bule itu benar-benar menggelosor, tiba-tiba perempuan
bercadar itu berteriak mencegah. Perempuan bercadar putih bersih itu bangkit
dari duduknya. Sang nenek dituntun dua anaknya beranjak ke tempat duduk” (hlm. 41).
Aisha juga orang yang suka mengajarkan
kebaikan. Ia melakukan pertemuan dengan Fahri dan Alicia, bule yang tempo hari
bertemu di metro, untuk membahas seputar agama Islam. Berikut
kutipannya :
“Alicia ingin sekali bertanya banyak hal padaku sejak
kejadian di atas metro itu.
Aisha memohon dengan sangat, sebab menurutnya ini kesempatan yang baik untuk
menjelaskan Islam yang sebenarnya pada orang Barat” (hlm. 91).
Aisha adalah
orang yang tegar. Ia rela Fahri menikah dengan Maria agar menyelamatkan Fahri
dari kasus fitnah yang sedang dialaminya. Berikut kutipannya :
“Menikahlah dengan dia, demi anak kita. Kumohon ! Jika
Maria tidak memberikan kesaksiannya, maka aku tak tahu lagi harus berbuat apa
untuk menyelamatkan ayah dari anak yang kukandung ini.” Setetes air bening
keluar dari sudut matanya (hlm. 376).
Aisha orang
yang sangat penyayang. Tidak hanya kepada Fahri, tetapi juga pada Maria, yang
saat itu merupakan istri kedua Fahri. Berikut kutipannya :
“Ia sangat setia menunggui diriku dan menunggui Maria. Ia
bahkan serig tidur sambil duduk di samping Maria. Aisha menganggap Maria
seperti adiknya sendiri. Beberapa kali aku memaksakan diri untuk bangkit dari
tempat tidur dan menemani Aisha menunggu Maria” (hlm. 390).
4. Nurul
Nurul adalah
mahasiswa Al-Azhar yang berasal dari Indonesia. Di dalam novel ia beberapa kali
berinteraksi dengan tokoh utama, yaitu Fahri. Berikut kutipannya :
“Aku lalu mengutarakan maksudku, meminta bantuannya, agar
bisa menerima Noura bersembunyi di rumahnya beberapa hari. Mula-mula Nurul
menolak. Ia takut kena masalah. Di samping itu, tinggal bersama gadis Mesir
belum tentu mengenakkan. Aku jelaskan kondisi Noura. Akhirnya Nurul menyerah
dan siap membantu” (hlm. 84).
Nurul juga
orang yang aktif. Ia tak hanya mengikuti organisasi-organisasi. Bahkan ia
menyempatkan diri untuk mengajar anak-anak membaca Al-Quran. Berikut kutipannya
:
“Diam-diam aku salut pada Nurul. Meskipun ia menjadi ketua
umum organisasi mahasiswi Indonesia paling bergengsi di Mesir, tapi ia tidak
pernah segan untuk menyempatkan waktunya mengajar anak-anak membaca Al-Quran” (hlm. 104).
Namun sosok
Nurul adalah orang yang memendam perasaanya. Ia jatuh hati dengan Fahri. Hal
itu telah ia sampaikan kepada pamannya, agar pamannya menjelaskan kepada Fahri.
Namun karena sesuatu hal penyampaian itu sudah terlambat. Berikut kutipannya :
“Sejak dua bulan yang lalu. Sejak ia menangis di
pangkuanku, Nurul sering menangis sendiri. Berkali-kali dia cerita padaku akan
hal itu. Ia ingin sekali orang itu tahu bahwa dia sangat mencintainya, lalu
orang itu membalas cintanya dan langsung melaksanakan sunnah Rasulullah. Nurul
anti pacaran. Tapi rasa cinta di dalam hati siapa bisa mencegahnya. Aku tahu
benar Nurul siap berkorban apa saja untuk kebaikan orang yang dicintainya itu
bantulah kami untuk membuka hati orang itu?” kata Ustadzah Maemuna” (hlm. 229-230).
5. Syaikh Utsman
Abdul Fattah
Beliau adalah
seorang ulama. Fahri adalah satu diantara murid beliau. Berikut kutipannya :
“Dengan tekad bulat, setelah mengusir segala rasa aras-arasen ( rasa malas
melakukan sesuatu ), aku bersiap untuk keluar. Tepat pukul dua siang aku harus
sudah berada di Masjid Abu Bakar Ash-Sidiq yang terletak di Shubra El-Khaima,
ujung utara Cairo, untuk talaqqi (
belajar langsung face to
face dengan seorang syaikh atau ulama ) pada Syaikh Utsman Abdul
Fatah. Beliau adalah murid Syaikh Mohmoud Khushari, ulama legandaris yang
mendapat julukan Guru Besarnya
Para Pembaca dan Penghafal Al-Quran di Mesir” (hlm.
16).
6. Keluarga Maria
Keluarga Maria
sendiri yaitu ayah, ibu, dan adiknya. Mereka merupakan tetangga Fahri yang
paling akrab. Berikut kutipannya :
“Gadis mesir itu bernama Maria. Ia juga senang dipanggil
Maryam. Dua nama yang menurutnya sama saja. Dia putri sulung Tuan Boutros
Rafael Girgis. Berasal dari keluarga besar Girgis. Ibunya bernama Madame Nahed, dan adiknya
bernama Yousef. Sebuah keluarga Kristen Koptik yang sangat taat. Bisa
dikatakan bahwa keluarga Maria adalah tetangga kami yang paling akrab. Ya,
paling akrab. Flat atau rumah mereka berada tepat di atas flat kami. Indahnya,
mereka sangat sopan dan menghormati kami mahasiswa Indonesia yang sedang
belajar di Al-Azhar” (hlm. 22-23).
7. Teman Satu Flat
Fahri
Di sana, Fahri
tinggal bersama teman-teman seperjuangan dari Indonesia. Mereka adalah Saiful,
Rudi, Hamdi, dan Misbah. Berikut kutipannya :
“Sebagai yang dipercaya untuk jadi kepala
keluarga―meskipun tanpa seorang ibu rumah tangga―aku harus jeli memperhatikan
kebutuhan dan kesejahteraan anggota. Dalam flat ini kami hidup berlima; aku,
Saiful, Rudi, Hamdi, dan Misbah. Kebetulan aku yang paling tua, dan paling lama
di Mesir. Secara akademis aku juga yang paling tinggi. Aku tinggal menunggu
pengumuman untuk menulis tesis master di Al-Azhar. Yang lain masih program S1.
Saiful dan Rudi baru tingkat tiga, mau masuk tingkat empat. Sedangkan Misbah
dan Hamdi sedang menunggu pengumuman kelulusan untuk memperoleh gelar Lc. atau Licence. Mereka semua telah
menempuh ujian akhir tahun pada akhir Mei sampai Juni yang lalu. Awal-awal
Agustus biasanya pengumuman keluar. Namun sampai hari ini,pengumuman belum juga
ada yang ditempel (hlm. 19).
8. Keluarga Noura
Di dalam cerita
ini, ternyata Noura ada dua keluarga. Yang pertama keluarga Bahadur, dan yang
kedua keluarga Adel, keluarga kandungnya. Berikut kutipannya :
“Ayah noura yang bernama Bahadur itu memang keterlaluan.
Bicaranya kasar dan tidak bisa menghargai orang. Seluruh tetangga di apartemen
ini dan masyarakat sekitar jarang yang mau yang mau berurusan dengan Si Hitam
Bahadur. Istrinya bernama Madame Syaima.
Kakak perempuan Noura bernama Mona atau Suzana” (hm. 74).
d.
Setting atau Latar
Latar adalah peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa
tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi
psikologis. Maka dapat di simpulkan bahwa setting terdiri
atas tiga macam yaitu setting yang bersifat material, setting yang
bersifat sosiologis dan setting yang bersifat
psikologis. Setting yang bersifat material berhubungan dengan
tempat, dapat di bumi, di udara, di kota bahkan dapat juga di dunia angan-angan,
pokoknya segala sesuatu yang tampak. Setting yang bersifat
sosiologis berhubungan dengan tempat-tempat dan benda benda yang dapat
menjelaskan/ menjabarkan tentang kehidupan masyarakat di suatu tempat. Setting yang
bersifat psikologis dapat berupa lingkungan atau benda-benda dalam lingkungan
tertentu yang dapat menuansakan suatu makna serta mampu merangsang emosi
pembaca.
Dalam suatu cerita latar dibentuk melalui segala
keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana
terjadinya suatu peristiwa. Latar ini ada tiga macam, yaitu: latar tempat;
latar waktu; dan latar suasana.
v Latar Tempat
Di dalam novel
ini, banyak tempat-tempat sekitar Cairo yang dipaparkan oleh penulis. Misalnya,
di Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq yang terletak si Shubra El-Kaima, ujung utara
Cairo; serambi Masjid Al-Azhar; di Dokki, tepatnya di Masjid Indonesia Cairo;
Rab’ah El-Adawea, Nasr City; Tura El-Esmen; Hadayek Helwan; Masjid Al-Fath
Al-Islami; mahathah metro; Maadi, sebuah kawasan elite di
Cairo setelah Heliopolis, Dokki, El-Zamalek, dan Mohandesen; Sayyeda
Zaenab; Tahrir; Mahattah El-Behous; Attaba;
flat; rumah sakit; Alexandria; pengadilan; dan di surga .
Berikut beberapa kutipannya :
“Tepat pukul dua siang aku harus sudah berada di Masjid
Abu Bakar Ash-Shidiq yang terletak di Shubra El-Khaima, ujung kota Cairo,
untuk talaqqi pada
Syaikh Utsman Abdul Fatah” (hlm. 16).
“Lebih beruntung lagi, beliau sangat mengenalku. Itu
karena sejak tahun pertama kuliah aku sudah menyetorkan hafalan Al-Quran pada
beliau di serambi Masjid Al-Azhar” (hlm. 17).
“Jadilah
perjalanan dari Mahattah (stasiun,
terminal) Anwar Sadat Tahrir sampai Tura El-Esmen kuhabiskan untuk menyimak
seorang Maria membaca surat Maryam dari awal sampai akhir” (hlm. 24).
v Latar Waktu
Latar waktu
yang dipaparkan penulis adalah pada pagi hari, siang, sore, dan malam hari.
Pagi dini hari yaitu ketika Fahri dan teman-temannya mendengar Noura disiksa
oleh Bahadur; siang hari adalah ketika Fahri melakukan aktivitas hariannya;
sore hari adalah ketika Fahri pulang ke flatnya; malam hari ketika Fahri makan
bersama teman satu flatnya dan ketika merayakan pesta ulang tahun Madame Nahed
dan Yousef. Berikut kutipannya :
“Dan malam ini kami melihat hal yang membuat hati miris.
Noura disiksa dan diseret di dini hari ke jalan oleh ayahnya dan kakak
perempuannya” (hlm. 74).
“Dengan tekad bulat, setelah mengusir segala rasa aras-arasen ( rasa malas
melakukan sesuatu ), aku bersiap untuk keluar. Tepat pukul dua siang aku harus
sudah berada di Masjid Abu Bakar Ash-Sidiq yang terletak di Shubra El-Khaima,
ujung utara Cairo, untuk talaqqi (
belajar langsung face to
face dengan seorang syaikh atau ulama ) pada Syaikh Utsman Abdul
Fatah” (hlm. 16).
“Tepat tengah malam kami pergi ke suthuh. Membawa tikar,
nampan besar, empat gelas plastik, ashir mangga, tamar himdi, dan dua
bungkus firoh masywi yang
masih hangat dan sedap baunya. Kami benar-benar berpesta. Dua ciduk nasi hangat
digelar di atas nampan. Sambal ditumpahkan. Lalu dua ayam bakar dikeluarkan
dari bungkusnya. Tak lupa acar dan lalapan timun. Satu ayam untuk dua orang” (hlm. 71).
v Latar Suasana
Suasana di
dalam cerita ini lebih di dominasi dengan haru. Suasana-suasana yang tampak
pada novel ini adalah senang, sedih, bahagia, dan suasana mencekam. Suasana
senang tampak ketika Fahri lulus dan bisa menulis tesis. Suasana sedih tampak
pada Noura yang disiksa Bahadur, Nurul yang cintanya kepada Fahri yang
terlambat, dan pada Maria yang merasakan sakit cinta hingga koma di rumah
sakit. Suasana bahagia tampak ketika Fahri dibebaskan atas tuduhan pemerkosaan.
Suasana mencekam ketika Bahadur menyiksa Noura, dan ketika Fahri berada di sel
tahanan. Kutipannya adalah sebagai berikut.
“Mabruk. Kamu lulus. Kamu bisa nulis tesis. Tadi sore
pengumumannya keluar.” merasa seperti ada hawa dingin turun dari langit.
Menetes deras ke dalam ubun-ubun kepalaku lalu menyebar ke seluruh tubuh.
Seketika itu aku sujud syukur dengan berlinang air mata. Aku merasa seperti
dibelai-belai tangan Tuhan. Setelah puas sujud syukurku aku mengungkapkan rasa
gembiraku pada teman-teman satu rumah (hlm. 69-70).
“Noura sesegukan di bawah tiang lampu merkuri. Ia duduk
sambil mendekap tiang lampu itu mendekap
ibunya. Apa yang kini dirasakan ibunya di dalam rumah. Tidakkah ia melihat
anaknya yang menangis tersedu dengan nada menyayat hati. Tak ada tetangga yang
keluar. Mungkin sedang terlelap tidur. Atau sebenarnya terjaga tapi telah
merasa sudah sangat bosan dengan kejadian yang kerap berulang itu” (hlm. 74).
e. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan
para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Sudut pandang
atau biasa diistilahkan dengan point of view atau titik kisah
meliputi (1) narrator omniscient, (2) narrator
observer, (3) narrator observer omniscient, dan
(4) narrator the third person omniscient.
Narrator omniscient adalah narator
atau pengisah yang juga berfungsi sebagai pelaku cerita. Narrator
observer adalah bila pengisah hanya berfungsi sebagai pengamat
terhadap pemunculan para pelaku serta hanya tahu dalam batas tertentu tentang
perilaku batiniah para pelaku. Berkebalikan dengan narrator
observer, dalam narrator omniscient pengarang,
meskipun hanya menjadi pengamat dari pelaku, dalam hal itu juga merupakan
pengisah atau penutur yang serba tahu meskipun pengisah masih juga menyebut
nama pelaku dengan ia, mereka, maupun dia.
Dalam cerita fiksi, mungkin saja pengarang hadir di dalam
cerita yang diciptakannya sebagai pelaku ketiga yang serba tahu. Dalam hal ini,
sebagai pelaku ketiga pengarang masih mungkin menyebutkan namanya
sendiri, saya atau aku. Sebagai pelaku ketiga
yang tidak hanya terlibat secara langsung dalam keseluruhan, satuan dan jalinan
cerita, pengarang dalam hal ini masih merupakan juga sebagai penutur yang serba
tahu tentang ciri-ciri fisikal, psikologis, maupun kemungkinan kadar nasib yang
nanti dialami oleh pelaku.
Dalam novel ini, bisa dikatakan bahwa sudut pandang yang
digunakan yaitu pelaku ketiga serba tahu. Sudut pandang ini lebih
menitikberatkan Fahri sebagai tokoh utama yang menjadi titik pandang dari
keseluruhan cerita. Di semua bagian cerita, Fahri memposisikan diri sebagai
“aku”, yang memaparkan dengan jelas kejadian-kejadian berdasarkan yang
dialaminya.
SINOPSIS NOVEL AYAT-AYAT CINTA
KARYA HABIBURRAHMAN EL-SHIRAZY
Dalam novel ayat-ayat cinta menceritakan sosok mahasiswa S2
Universitas Al Azhar, Cairo Mesir. Ia berasal dari Indonesia. Mahasiswa itu
bernama Fahri bin Abdullah Shiddiq. Fahri telah berada di Mesir selama tujuh
tahun. Ia telah berhasil menyelesaikan S1-nya dengan baik dan sekarang sedang
melanjutkan S2. Fahri adalah sosok pria yang menjadi idaman para wanita. Ia
baik, sopan, bertanggung jawab. Selama hidup di mesir, Fahri menyewa sebuah flat
sederhana bersama keempat temannya yaitu Saiful, Rudi, Hamdi, dan Misbah. Fahri
dipercaya menjadi kepala rumah tangga yang mengatur dsan bertanggung jawab atas
flat dan teman-temannya.
Flat yang Fahri tempati berjumlah enam tingkat. Flat Fahri
terletak di lantai tiga. Untuk sampai ke flatnya harus menaiki anak tangga yang
begitu banyak karena disana tidak terdapat lift. Bagi Fahri, flat adalah tempat
berbagi suka dan duka setelah masjid. Di flatnya itu pula, fahri berkenalan
dengan gadis kristen koptik bernama Maria, mahasiswa universitas Cairo. Ia anak
sulung Tuan Boutros Rafael Girgis. Berasal dari keluarga besar Girgis. Flat
Maria berada tepat diatas flat Fahri dan teman-temannya. Keluarga Maria memang
sangat baik kepada Fahri dan teman-temannya. Bahkan hubungan Maria dan Fahri
bisa dibilang dekat. Seringkali Maria menitip sesuatu kepada fahri. Maria juga
senang memberi makanan atau minuman kepada Fahri. Menurut Fahri, Maria adalah
gadis yang baik dan unik. Dibilang unik karena Maria adalah seorang nasrani
yang sangat mengagumi Islam. Ia juga hafal dengan surat Maryam dan surat
Al-Maidah. Pernah suatu kali saat Fahri dan Maria sedang berada di dalam metro,
Maria menunjukkan kepada Fahri jika ia bisa mengaji. Maria juga tahu tata cara
mengaji yang didahului dengan membaca ta’awudz dan basmalah. Meskipun Maria
beragama Islam, ia meyakini bahwa Al-Quran adalah kitab yang paling banyak
dibaca orang. Al-Quran juga sangat dimuliakan dan dihargai daripada kitab-kitab
lainnya. Ia juga merasa marah ketika seorang doktor filsafat mengatakan bahwa
dalam Al-Quran ada rangkaian huruf yang tidak diketahui maknanya. Cara
berpakaian Maria jga sangat sopan. Ia lebih suka memakai pakaian yang panjang
dan sedikit longgar, roknya juga panjangnya selutut. Satu lagi sifat unik Maria
adalah suka mendengar adzan. Suatu ketika saat Fahri pergi tallaqi dengan naik
metro seperti biasanya. Di metro ia bertemu dengan gadis bercadar. Gadis itu
bernama Aisyah. Saat di metro, Aisyah membela tiga orang bule Amerika untuk
mendapatkan tempat duduk. Gadis bule itu bernama Alicia. Saat itu ada seorang
bule yang sudah tua. Aisyah berniat memberikan tempat duduk kepada bule yang
tua itu. Namun penumpang yang kebanyakan orang Arab tidak setuju jika Aisyah
memberikan tempat duduk kepada bule Amerika itu. Sebabnya karena orang Mesir
sangat benci kepada orang Amerika. Antara Aisyah dan orang Arab sempat
bertengkaran karena ada seorang penumpang metro yang sangat membenci bule yang
mengganggap bangsanya seorang teroris. Fahri yang tahu duduk permasalahnya
segera menolong dan membela Aisyah. Awalnya sempat terjadi keributan kecil dan
orang Mesir itu masih kukuh dengan pendapatnya. Dengan penjelasan Fahri
akhirnya dapat meyakinkan meyakinkan penumpang itu dan berhasil merayunya agar
mengizinkan bule itu duduk. Allicia mengucapkan terima kasih kepada Aisyah dan
Fahri. Ternyata Alicia datang ke Mesir untuk meneliti lebih dalam tentang
Islam. Akhirnya Aisyah dan Fahrilah yang memberi penjelasan kepada Alicia.Dari
pertemuan dengan Fahri di Metro itu, Aisyah merasa jatuh hati kepada Fahri
karena kagum atas sikap Fahri.
Selain Aisyah dan Maria, Fahri juga mengenal seorang gadis yang juga mahasiswa Al Azhar dari Indonesia yaitu Nurul. Nurul menaruh hati pada Fahri layaknya maria dan Aisyah. Nurul adalah sosok wanita Indonesia sejati. Ia sangat keibuan, sopan tutur katanya, dan baik sifatnya. Karena ia menaruh hati kepada Fahri, ia sampai menulis surat yang isinya menyatakan cintanya. Surat itu lalu Fahri titipkan kepada seorang ustadz.
Selain Aisyah dan Maria, Fahri juga mengenal seorang gadis yang juga mahasiswa Al Azhar dari Indonesia yaitu Nurul. Nurul menaruh hati pada Fahri layaknya maria dan Aisyah. Nurul adalah sosok wanita Indonesia sejati. Ia sangat keibuan, sopan tutur katanya, dan baik sifatnya. Karena ia menaruh hati kepada Fahri, ia sampai menulis surat yang isinya menyatakan cintanya. Surat itu lalu Fahri titipkan kepada seorang ustadz.
Selain Maria, Fahri mempunyai tetangga yang nasibnya sangat
mengenaskan. Berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Bapaknya seorang
pemabuk dan kakanya seorang wanita penghibur. Namun ada sedikit keanehan jika
melihat Noura. Semua keluarganya berkulit hitam hanya ia sendiri yang berkulit
putih. Ternyata usut punya usut, Noura tertukar dengan keluarga Bahadur.
Padahal sebenarnya ia anak orang terpandang. Karena perbedaan kulit Noura itu,
ayah tirinya, Bahadur sering melakukan kekerasan padanya, termasuk pemerkosaan.
Selain itu, Bahadur juga menuduh istrinya selingkuh karena melahirkan anak yang
berbeda. Saat Noura diperlakukan kasar, hanya ibu tiri Noura yang merasa
kasihan dan membela Noura. Tetapi apa daya tangan tak sampai. Bahadur lebih
kuat dan berkuasa di rumah itu. Suatu malam, di bawah flat ada keributan yaitu
si muka dingin Bahadur sedang menghajar anaknya yaitu Noura. Melihat kejadian
itu Fahri tidak tega dan menyuruh Maria menampung di rumahnya. Sebenarnya
mereka sangat takut jika ketahuan Bahadur. Namun karena tidak tega melihat
Noura, mereka memberanikan diri untuk menolong Noura. Untuk menghindari
Bahadur, Noura dititipkan Fahri kepada Nurul dan ditempatkan di asrama bersama
Nurul. Pada suatu hari ketika Fahri mengaji pada Syaikh Utsman, Fahri
ditanya dan ditawari untuk menikah. Tak lama kemudian Fahri menyetujui tawaran
Syaikh Ustman hingga Fahri diajak berkenalan dengan calon istrinya. Calon istri
Fahri itu adalah gadis beradar. Saat pertemuan pun tiba, Fahri bertemu dengan
calon istrinya yang ternyata adalah Aisyah yang keponakan Iqbal, orang
Indonesia yang sangat dikenal oleh Fahri. Fahri terkejut saat pertama kali
Aisyah membuka cadarnya. Ternyata calon istrinya itu adalah gadis yang bertemu
dengannya di metro. Ia sangat kagum melihat kecantikan Aisyah. Aisyah adalah
wanita yang kaya. Ia mempunyai perusahaan dan warisan dari orangtuanya. Awalnya
Fahri tidak enak karena istrinya lebih kaya dan mempunyai pekerjaan dan ia
belum dapat mencari nafkah. Tetapi Aisyah meyakinkan fahri jika apa yang
dimilikinya juga menjadi milik Fahri.
Setelah perkenalan itu tak lama kemudian mereka menikah
tanpa dihadiri orang tua Fahri. Tetapi sebelumnya Fahri telah meminta restu
kepada orangtuanya di Indonesia. Mendengar berita pernikahan itu, Nurul kecewa
karena kasihnya tidak kesampaian. Wanita yang tak kalah kecewa atas pernikahan
Fahri itu adalah Maria karena ia juga mencintai Fahri. Setelah pernikahan
Fahri, Maria tidak mau makan, ia hanya melamun. Kondisi badannya semakin
menurun. Namun hal itu tak menyurutkan kebahagiaan Fahri dan Aisyah sebagai
pengantin baru.
Aisyah dan Fahri sangat bahagia mereka hidup bersama. Ketika kebahagiaan itu terjadi cobaanpun menghadangnya. Begitu sayangnya kepada Fahri, paman dan bibi Nurul meminta Fahri untuk menikahinya tetapi Fahri mampu menolaknya dengan halus. Tetapi cobaan yang lebih berat menimpanya ketika Fahri ditangkap dan dipenjara atas tuduhan memperkosa Noura. Fahri difitnah dan dijebak. Saat itu, Aisyah sedang hamil muda sehingga ia sangat sedih melihat nasib suaminya itu. Aisyah berusaha mencari beberapa saksi untuk membuktikan jika suaminya tidak bersalah. Ia juga mencari seorang pengacara untuk membela suaminya. Persidangan digelar. Pada persidangan pertama, saksi-saksi yang dihadirkan Fahri tidak bisa membuktikan kebenaran Fahri. Aisyah kembali menangis. Keputusan pengadilan itu tidak dapat ditolak meskipun pengacara Fahri mengajukan banding dan meminta dilakukan tes DNA untuk mengetahui siapa sebenarnya yang menghamili Noura. Namun Tuhan berkata lain. Ternyata tes DNA hanya bisa dilakukan setelah bayi lahir. Fahri sadar bahwa Marialah kunci saksi yang bisa memenangkan persidangan itu. Aisyah kemudiian mencari Maria dan meminta tolong kepadanya agar mau menjadi saksi Fahri di persidangan. Namun sayangnya Maria sedang sakit. Ia koma. Kata ibunya Maria selalu memanggil-manggil nama Fahri. Hal itu terjadi karena Maria kecewa atas kegagalan cintanya dengan Fahri. Ia lantas mengurung dirinya sampai jatuh sakit. Hanya ada salah satu cara untuk menyadarkan Maria yaitu meminta Fahri untuk menjenguk dan mengajaknya berbicara untuk menyadarka syaraf otaknya. Cara itu kurang berhasil karena Maria hanya menggerakkan tangannya. Dokter yang menangani Maria meminta Fahri untuk mencium dan memegang tangan Maria. Karena bukan muhrimnya, Fahri tidak mau melakukan itu. Asiyah lalu menyarankan agar fahri menikahi Maria. Fahri tidak setuju karena ia sangat mencintai istrinya. Namun atas pengertian Aisyah jika ia tidak mau bayinya tidak mempunyai seorang ayah karena dipenjara. Akhirnya Fahri menikahi Maria di kamar sakit. Kemudian Fahri mencium dan mebisikkan kata-kata cinta kepada Maria. Dengan izin Allah, Maria bangun dan sangat senang melihat Fahri disampingnya. Meskipun Asiyah menyetujui pernikahan suaminya itu dengan Maria namun ia sangat sedih. Ia menangis.Setelah Fahri menikahi Maria, Maria sedikit sembuh dan dapat keluar dari rumah sakit meskipun harus tetap mengontrol kesehatannya.
Aisyah dan Fahri sangat bahagia mereka hidup bersama. Ketika kebahagiaan itu terjadi cobaanpun menghadangnya. Begitu sayangnya kepada Fahri, paman dan bibi Nurul meminta Fahri untuk menikahinya tetapi Fahri mampu menolaknya dengan halus. Tetapi cobaan yang lebih berat menimpanya ketika Fahri ditangkap dan dipenjara atas tuduhan memperkosa Noura. Fahri difitnah dan dijebak. Saat itu, Aisyah sedang hamil muda sehingga ia sangat sedih melihat nasib suaminya itu. Aisyah berusaha mencari beberapa saksi untuk membuktikan jika suaminya tidak bersalah. Ia juga mencari seorang pengacara untuk membela suaminya. Persidangan digelar. Pada persidangan pertama, saksi-saksi yang dihadirkan Fahri tidak bisa membuktikan kebenaran Fahri. Aisyah kembali menangis. Keputusan pengadilan itu tidak dapat ditolak meskipun pengacara Fahri mengajukan banding dan meminta dilakukan tes DNA untuk mengetahui siapa sebenarnya yang menghamili Noura. Namun Tuhan berkata lain. Ternyata tes DNA hanya bisa dilakukan setelah bayi lahir. Fahri sadar bahwa Marialah kunci saksi yang bisa memenangkan persidangan itu. Aisyah kemudiian mencari Maria dan meminta tolong kepadanya agar mau menjadi saksi Fahri di persidangan. Namun sayangnya Maria sedang sakit. Ia koma. Kata ibunya Maria selalu memanggil-manggil nama Fahri. Hal itu terjadi karena Maria kecewa atas kegagalan cintanya dengan Fahri. Ia lantas mengurung dirinya sampai jatuh sakit. Hanya ada salah satu cara untuk menyadarkan Maria yaitu meminta Fahri untuk menjenguk dan mengajaknya berbicara untuk menyadarka syaraf otaknya. Cara itu kurang berhasil karena Maria hanya menggerakkan tangannya. Dokter yang menangani Maria meminta Fahri untuk mencium dan memegang tangan Maria. Karena bukan muhrimnya, Fahri tidak mau melakukan itu. Asiyah lalu menyarankan agar fahri menikahi Maria. Fahri tidak setuju karena ia sangat mencintai istrinya. Namun atas pengertian Aisyah jika ia tidak mau bayinya tidak mempunyai seorang ayah karena dipenjara. Akhirnya Fahri menikahi Maria di kamar sakit. Kemudian Fahri mencium dan mebisikkan kata-kata cinta kepada Maria. Dengan izin Allah, Maria bangun dan sangat senang melihat Fahri disampingnya. Meskipun Asiyah menyetujui pernikahan suaminya itu dengan Maria namun ia sangat sedih. Ia menangis.Setelah Fahri menikahi Maria, Maria sedikit sembuh dan dapat keluar dari rumah sakit meskipun harus tetap mengontrol kesehatannya.
Di persidangan Fahri, Maria memberikan kesaksian bahwa hal
yang dituduhkan kepada Fahri tidak benar. Pengacara Fahri juga menunjukkan bukti
percakapan Noura menggunakan handpone Maria dengan temannya yang mengatakan
bahwa ia diperkosa Bahadur. Karena kesaksian Maria itu, Noura tidak bisa
melakukan apa-apa. Ia kemudian mengakui bahwa yang memperkosanya adalah
Bahadur, ayah tirinya pada malam ia diusir dari rumahnya. Bahdur merasa
terpojokkan, ia kemudian di tangkap dan dipenjara. Akhirnya Fahri bebas dari
penjara. Setelah persidangan itu, Fahri menjalani kehidupan seperti
biasanya. Namun sekarang ia memiliki dua orang istri. Aisyah sedang mengandung
anaknya dan Maria sedang sakit. Mereka dapat hidup harmonis walaupun Aisyah
masih merasa sedikit canggung dengan keberadaan Maria. Karena penyakit Maria
sangat parah itu, Maria sakit lagi bahkan lebih parah. Maria masuk Rumah sakit
lagi. Ketika di rumah sakit, Maria bermimpi jika ia tidak boleh masuk surga
karena bukan termasuk golongan-golongan mereka. Di dalam mimpi Maria itu, ia
seolah-olah sedang berada di istana yang megah dengan banyak pintu. Dari
kejauhan sudah tercium wangi istana itu. Sewaktu bemimpi itu, tak sadar maria
mengigau membaca Al-Quran surat Maryam. Kemduian dilanjutkan surat Thaha dan
memanggil-manggil nama Allah. Setelah bangun dari mimpi itu Maria meminta
Aisyah dan Fahri membantunya berwudhu dan mengajarinya sholat. Dengan penuh
heran dan iba mereka menuruti kemauan Maria. Setelah itu Maria berbaring dengan
suara lirih Maria mengucapkan kalimat syahadat. Fahri dan Aisyah mengajarinya
shalat dan menuntunnya membaca kalimat syahadat. Setelah selesai shalat itu,
lalu perlahan pandangan mata Maria meredup dan akhirnya tertutup rapat. Aisyah
dan Fahri tak kuasa menahan air matanya melihat Maria yang telah menghadap
Tuhan dengan menyungging senyum di bibir dan wajah bersih seakan diselimuti
cahaya. Maria meninggal dunia setelah ia masuk Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar