I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pembelajaran
Bahasa Indonesia bagi penutur asing ini dimaksudkan guna memperkenalkan bahasa
Indonesia kepada para penutur asing untuk berbagai kepentingan, baik
pengajaran maupun komunikasi praktis. Selain itu, pembelajaran bahasa Indonesia
sebagai bahasa asing, sebagaimana pula bahasa lain sebagai bahasa asing,
ditujukan guna memberikan penguasaan lisan dan tertulis kepada para pembelajar.
Hal ini mengandung maksud bahwa mereka diharapkan mampu mempergunakan bahasa
Indonesia untuk berbicara dengan lancar dan sekaligus dapat mengerti bahasa
yang diujarkan penutur asli.
Sebelum
memilih model, media, atau teknik
pembelajaran yang tepat. Terlebih dahulu diadakan observasi awal pada tanggal
10 September 2015. Observasi awal dilakukan dengan cara wawancara di SMA Negeri
2 Makassar. Informan yang diwawancarai berasal dari Thailand. Siswa yang berasal dari Thailand tersebut
lebih mudah belajar bahasa Indonesia dengan menggunakan aspek berbicara.
Selanjutnya, Kendala-kendala yang muncul
dalam pembelajaran BIPA adalah penggunaan BI masih dipengaruhi kebiasaan
penggunaan bahasa ibunya, masih terbata-bata saat berbicara bahasa Indonesia,
serta penggunaan afiksasi dan penggunaan kata tidak tepat. Oleh karena itu
penggunaan model atau media atau teknik pembelajaran yang tepat sangat diperlukan dalam proses
pembelajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing. Dengan demikian, Penulis meyakini bahwa
pemanfaatan media gambar dengan
menggunakan teknik lihat ucapmerupakan teknik pengajaran yang tepat bagi
penutur asing yang berada pada tingkat dasar berdasarkan hasil observasi.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing?
2. Apa
saja kesulitan bahasa Indonesia bagi penutur Asing?
3. Bagaimana
keterampilan berbicara?
4. Bagaimana
strategi pembelajaran bahasa Indonesia untuk penutur Asing?
5. Apa saja
yang dimaksud media?
6. Apa yang
dimaksud teknik ulang ucap?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur Asing.
2. Untuk
mengetahui kesulitan bahasa Indonesia bagi penutur Asing.
3. Untuk
mengetahui strategi pembelajaran bahasa Indonesia untuk
penutur Asing.
4. Untuk
mengetahui keterampilan berbicara.
5. Untuk
mengetahui media.
6. Untuk
mengetahui teknik ulang ucap.
II.
KAJIAN
TEORI
A.
Pengajaran Bahasa Indonesia untuk
Penutur Asing (BIPA)
Pelajar BIPA adalah
pelajar asing yang memiliki latar belakang bahasa dan budaya berbeda dengan
budaya bahasa yang dipelajarinya. Perbedaan bahasa dan budaya tersebut memiliki
konsekuensi pada pemilihan materi bahasa Indonesia yang akan diajarkan kepada mereka
karena pemerolehan bahasa kedua, termasuk bahasa Indonesia untuk penutur asing,
dipengaruhi secara kuat oleh bahasa pertama (Ellis 1986:19). Lebih lanjut, Lee
mengatakan bahwa satu-satunya penyebab kesulitan dan kesalahan dalam belajar
bahasa kedua atau bahasa asing adalah pengaruh bahasa pertama pelajar (Ellis
1986:23).
Sugino (1995:6) menjelaskan bahwa ada
beberapa sifat yang harus diperhatikan dalam pemilihan materi BIPA. Yang
pertama, orang dewasa sudah memiliki cukup banyak pengetahuan dan wawasan,
sehingga kebutuhan mereka juga kebutuhan orang dewasa bukan lagi kebutuhan
anak-anak. Oleh karena itu, topik aktual yang ingin mereka pelajari adalah
topik umum seperti misalnya, masalah lingkungan, hubungan antarmanusia,
peristiwa dunia, dan sebagainya. Yang kedua, bahwa orang asing (orang Barat)
suka mengekpresikan diri mereka, mempresentasikan sesuatu, mengemukakan
pendapat, sehingga tugas di luar kelas atau membuat proyek sederhana akan
sangat menarik. Terakhir, untuk mengakomodasi minat dan kebutuhan yang mungkin
berbeda dari yang satu dengan yang lain perlu disiapkan materi yang bervariasi.
Gambaran tentang wujud BIPA dapat ditinjau dari segi tujuan
belajar BIPA. Tujuan pembelajaran BIPA memiliki kaitan yang erat dengan masalah
pemenuhan kebutuhan. Sejalan dengan masalah ini, Mackey dan Mountford (dalam Sofyan,
1983) menjelaskan bahwa ada tiga kebutuhan yang mendorong seseorang belajar
bahasa, yakni (1) kebutuhan akan pekerjaan, (2) kebutuhan program latihan
kejuruan, dan (3) kebutuhan untuk belajar. Sesuai dengan pendapat itu, Hoed
(1995) menyatakan bahwa program BIPA bertujuan untuk (1) mengikuti kuliah di
perguruan tinggi Indonesia, (2) membaca buku dan surat kabar guna keperluan
penelitian, dan (3) berkomunikasi secara lisan dalam kehidupan sehari-hari di
Indonesia. Ketiga tujuan itu masing-masing masih dapat diperluas lagi menjadi
beberapa tujuan khusus, misalnya, untuk mengikuti kuliah di perguruan tinggi di
Indonesia memerlukan pengetahuan bahasa Indonesia sesuai dengan bidang ilmu
yang diikuti (ilmu sosial, ilmu teknik, ekonomi, dan sebagainya). Begitu pula
untuk keperluan penelitian tergantung dari bidang apa yang akan diteliti. Untuk
belajar bahasa Indonesia lisan guna keperluan komunikasi dengan penduduk
diperlukan pula pengkhususan, misalnya komunikasi formal atau informal.
Penekanan pengajaran BIPA perlu dibedakan sesuai dengan tujuan
yang akan dicapai. Soewandi (1994:4—6) menjelaskan bahwa tujuan pengajaran BIPA
yang sangat menonjol adalah (1) untuk berkomunikasi keseharian dengan penutur
bahasa Indonesia (tujuan umum), dan (2) untuk menggali kebudayaan Indonesia
dengan segala aspeknya (tujuan khusus). Tujuan yang pertama, penekanannya pada
penguasaan bahasa sehari-hari yang dapat dipakai untuk kepentingan praktis,
seperti menyapa, menawar, menolak, mempersilakan, mengucapkan terima kasih,
minta izin, mengajak, mengeluh, memuji, memperkenalkan, berpamitan, dan
sebagainya. Ciri khas bahasa untuk kepentingan ini adalah lebih sering (1)
dipergunakannya bentuk-bentuk kata yang nonformal, (2) dipergunakannya kosakata
yang tidak baku, (3) dihilangkannya imbuhan, dan (4) digunakannya susunan
kalimat yang sederhana Adapun ciri bahasa untuk tujuan kedua adalah penggunaan
(1) bentuk kata baku, (2) kosakata teknis, (3) imbuhan secara lengkap, (4) kaidah
penulisan yang benar, dan (5) susunan kalimat yang baku.
Dalam pengajaran BIPA, yang perlu mendapatkan perhatian adalah
para pelajarnya sehingga pembelajaran berorientasi pada siswa sebagai pusat (learner
centered) (Robinson 1980:10). Munby (1980:2) menjelaskan bahwa pemusatan
perhatian pada siswa dalam pembelajaran bahasa merupakan ciri yang membedakan
pengajaran bahasa untuk penutur asing dengan pengajaran bahasa untuk penutur
asli (yang membedakan BIPA dari yang bukan BIPA). Oleh karena itu, materi pembelajaran
harus berupa materi yang fungsional.
Pembelajaran BIPA memiliki karakteristik dan norma pedagogik yang
berbeda dengan pembelajaran bahasa Indonesia pada penutur asli. Perbedaan
tersebut terjadi karena (a) pelajar BIPA pada umumnya telah memiliki jangkauan
dan target hasil pembelajaran secara tegas, (b) dilihat dari tingkat
pendidikannya, pada umumnya pelajar BIPA adalah orang-orang terpelajar, (c)
para pelajar BIPA memiliki gaya belajar yang khas dan kadang-kadang didominasi
oleh latar belakang budaya, (d) sebagian besar pelajar BIPA memiliki minat, dan
motivasi yang tinggi terhadap bahasa Indonesia, (e) para pelajar BIPA memiliki
latar belakang keilmuan yang berbeda-beda, dan (f) karena perbedaan sistem
bahasa, menyebabkan pelajar BIPA banyak menghadapi kesulitan terutama dalam
masalah pelafalan dan penulisan (Suyitno 2000).
Pemahaman terhadap karakteristik pelajar asing diperlukan,
terutama dalam upaya memilih dan mengembangkan bahan pembelajaran BIPA. Untuk
itulah pembelajaran BIPA ditentukan oleh berbagai unsur yang masing-masing
memiliki batasan fungsi dan peran di dalam mewujudkan tujuan yang telah
ditetapkan. Unsur-unsur yang terlibat dalam proses pembelajaran tersebut,
antara lain tujuan, materi, prosedur didaktik (metode/teknik), media, evaluasi,
siswa(pelajar), guru (tutor/pamong), dan pengelolaan kelas.
Sebagai sebuah sistem proses, optimalisasi pembelajaran BIPA
bergantung pada ketuntasan di dalam pengelolaan keseluruhan unsurnya, baik
secara bebas maupun secara simultan. Pengelolaan tersebut harus disertai dengan
pola dan langkah yang sistematis dengan tetap memperhatikan dan
mempertimbangkan tujuan sebagai target dan tuntutannya. Oleh karena itu,
diperlukan sejumlah pola dan langkah yang jelas dan terarah agar dapat
mempercepat pencapaian tujuan pembelajaran dan pengimplementasian kualitas isi
dan muatan kompetensi pembelajaran. Upaya untuk mengelola materi pembelajaran
yang sedemikian rupa tidaklah mudah. Hal itu memerlukan sejumlah wawasan,
keterampilan, dan kiat khusus, karena pengelolaan materi pembelajaran BIPA
berkaitan dengan cara memilih, memilah, mengembangkan, dan mengemasnya secara
proposional dan fungsional.
Materi pembelajaran BIPA pada hakikatnya adalah sarana yang
digunakan untuk membelajarkan pelajar BIPA yang secara langsung digunakan
sebagai bahan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Secara sederhana, materi pembelajaran dapat diartikan sebagai bahan yang
digunakan untuk belajar dan yang membantu pencapaian tujuan pembelajaran, di
tempat pelajar dituntut melakukan sesuatu terhadapnya dengan jenis perilaku
tertentu.
Berdasarkan kekhususan ciri dalam proses pembelajaran BIPA,
persoalan yang harus dijawab adalah bagaimana mengarahkan para pelajar asing
agar termotivasi untuk belajar bahasa Indonesia sesuai dengan minat mereka.
Padahal, hingga saat ini masih banyak perselisihan tentang bagaimana
mengajarkan bahasa asing (termasuk bahasa Indonesia), baik yang berkaitan
dengan alat-alat untuk mencapai tujuan, materi yang semestinya diajarkan,
maupun metode pembelajarannya (Wojowasito 1976:1). Salah satu contoh
permasalahan tersebut, sebagaimana dikemukakan oleh Toda dan Sinaga yang
menyatakan bahwa dalam menentukan pilihan metode pembelajaran BIPA, tantangan
pertama yang akan dihadapi adalah menentukan pilihan yang tepat untuk diikuti
dalam kaitannya dengan konsep dasar dan saran-saran pembelajaran bahasa yang
dikemukakan oleh para ahli.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut dan mempertahankan motivasi
belajar pelajar asing, diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dalam menciptakan
perangkat pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Hal itu
berimplikasi pada, antara lain, upaya penyusunan program pembelajaran,
pemilihan metode pembelajaran, pengadaan bahan ajar, penyelenggaraan evaluasi,
penyiapan tenaga pengajar, pengadaan media, dan sumber belajar dan sebagainya
yang sesuai dengan kebutuhan pelajar. Upaya awal yang perlu dilakukan untuk
mengembangkan perangkat pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan pelajar BIPA
adalah melakukan analisis kebutuhan belajar pelajar BIPA. Melalui analisis
kebutuhan belajar tersebut akan diketahui kemampuan awal pelajar BIPA, tujuan
belajar BIPA, bidang keahlian yang dimiliki pelajar BIPA, strategi dan gaya
belajar pelajar BIPA, pengalaman belajar pelajar BIPA, dan minat dan motivasi
belajar BIPA, dan sebagainya. Dengan pemahaman tersebut, dapat disusun dan
dikembangkan bahan pembelajaran BIPA yang sesuai dengan kondisi pelajar.
B.
Kesulitan
Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing
Berkaitan dengan beberapa kesulitan pengajaran BIPA,
Sunendar (2000) menyatakan beberapa permasalahan pada pengajaran BIPA, yaitu :
a.
Kurangnya penanaman impresi yang
baik
b.
Kesulitan menentukan /
menemukan materi-materi
c.
Pengajar dan pembelajar terperangkap
pada masalah struktur / tatabahasa
d.
Pembelajar memiliki latar belakang bahasa yang
memiliki karakter huruf berbeda dengan bahasa Indonesia (Karakter huruf latin)
Selanjutnya, Hidayat
(2001) mengemukakan pula berbagai kendala yang menyebabkan peserta didik asing
kurang menguasai struktur kalimat bahasa Indonesia. Yaitu :
a.
Kandungan makna yang terdapat dalam
struktur kalimat BI masih kurang mereka pahami
b.
Pemahaman terhadap konsep struktur
kalimat BI masih samar-samar
c.
Satuan-satuan linguistik yang
menjadi unsur pembangun kalimat BI belum mereka kuasai
d.
Kerancuan pemahaman terhadap posisi
fungsi, kategori, dan peran dalam sebuah kalimat
e.
Penggunaan BI masih dipengaruhi
kebiasaan penggunaan bahasa ibunya
f.
Struktur pola kalimat BI berbeda
dengan struktur kalimat bahasa ibu mereka
g.
Penggunaan kosakata dan proses
pembentukannya belum banyak mereka ketahui
h.
Penguasaan membaca buku-buku
kebiasaan masih kurang
C.
Strategi pembelajaran Bahasa
Indonesia sebagai Bahasa Asing
Penelitian yang dilakukan oleh
Lengkanawati (1997) menunjukkan beberapa strategi belajar mandiri yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kemampuan pembelajaran dalam keempat keterampilan
berbahasa, yaitu:
1.
Keterampialan menyimak, yaitu :
a.
Mentranskipsi bahan tugas menyimak untuk meningkatkan
pemahamannya dalam menyimak dan sekaligus dapat meningkatkan kemampuan dalam
melafalakan bunyi-bunyi bahasa target sehingga mendekati pelafalan menurut asli
b.
Memperhatikan pengajaran dengan seksama tatkala pengajar
mengoreksi kesalahan tuturan dirinya atau tuturan pelajaran lainnya.
c.
Menyimak tuturan penutur asli dengan seksama baik dari media
elektronik maupun dari tuturan langsung
d.
Memperhatikan isi maupun bentuk bahasa yang digunakan
pengajar di kelas
2.
Keterampilan berbicara, yaitu :
a. Meniru dan melafalkan kata-kata atau
frase-frase yang digunakan penutur asli dalam rekaman.
b. Mencoba mengingat pola kalimat yag
benar yang ditemukannya sewaktu mentranskripsikan wacana bahasa target yang
didengarnya.
c. Menggunakan pola kalimat yang baik
yang digunakan oleh para penulis yang baik yang dikemukakan dalam teks yang
dibacanya untuk digunakan dalam berbicara.
d. Pada tahap awal, memaksa diri utnuk
menggunakan bahasa target dengan tidak terlalu khawatir melakukan kesalahan
dalam menggunakan bahasa tersebut.
3.
Keterampilan membaca, yaitu banyak membaca berbagai
macam wacanan untuk meningkatkan kemampuan membacanya dan memperluas kosakata
bahasa target.
4.
Keterampilan menulis, yaitu :
a. Menggunakan kemampuan menulis untuk
meningkatkan kemampuan menulis dalam bahasa target.
b. Meniru gaya tulisan dan pola kalimat
yang digunakan para penulisa yang baik yang ditemukannya sewaktu membaca teks
berbahasa target untuk digunakannya dalam membuat tulisan dalam bahasa target.
D.
Model Pembelajaran Keterampilan
berbicara
Ada beberapa konsep dasar yang harus
dipahami oleh pengajar sebelum mengajarkan bahasa kedua dengan model
pembelajaran keterampilan berbicara :
1. Berbicara dan menyimak adalah dua
kegiatan resiprokal
2. Berbicara adalah proses
berkomunikasi individu
3. Berbicara adalah ekspresi kreatif
4. Berbicara adalah tingkah laku
5. Berbicara dipengaruhi kekayaan
pengalaman
6. Berbicara merupakan sarana
memperluas cakrawala
7. Berbicara adalah pancaran pribadi
E.
Tujuan Pembelajaran Keterampilan
berbicara
Untuk tingkat pemula tingkat
pembelajaran keterampilan berbicara dapat dirumuskan bahwa pesarta didik dapat
:
(1)Melafalkan bunyi-bunyi bahasa,
(2) Menyampaikan Informasi, (3) Menyatakan setuju atau tidak setuju, (4) Menjelaskan
identitas diri, (5) Menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan, dan (6) Bermain
peran.
Untuk tingkat menengah, tujuan
pembalajaran keterampilan berbicara dapat dirumuskan bahwa peserta didik dapat
:
(1)Menyampaikan
inforamasi, (2) Berpartisipasi dalam percakapan, (3)Menjelaskan identitas diri,
(4) Menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan, (5) Melakukan wawancara,
(6) Bermain peran, (7) Menyampaikan gagasan dalam diskusi atau pidato.
Untuk tingkat yang paling tinggi,
yaitu tingkat lanjut, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat
dirumuskan bahwa peserta didik dapat :
(1)
Menyampaikan informasi, (2) Berpartisipasi dalam percakapan,
(3)Menjelaskan identitas diri, (4) Menceritakan kembali hasil simakan atau
hasil bacaan, (5) Berpartisipasi dalam wawancara, (6) Bermain peran, (7)Menyampaikan
gagasan dalam diskusi, pidato, atau debat.
F.
Media Pembelajaran
1. Definisi
Media Pembelajaran
Kata
media berasal dari bahasa Latin medius yang
secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Dalam bahasa
Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima
pesan.
Cangara
(2000: 131) media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan
pesan dari komunikator kepada khalayak. Sejalan dengan pendapat tersebut, Sabri
(2007: 107) mengatakan bahwa media adalah alat yang digunakan untuk
menyampaikan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemajuan
audiens (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar mengajar.
Hal
senada diungkapkan oleh Noor (2010: 3) media adalah sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa
sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Berkenaan dengan media,
Gerlach dan Ely (dalam Arsyad, 2011:3) mengatakan bahwa media apabila dipahami
secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi
yang membuat siswa mampu memeroleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Secara
lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung
diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk
menangkap, memeroses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.
Berdasarkan pendapat para pakar, yang dimaksud media adalah alat yang digunakan
untuk menyampaikan pesan yang mampu merangsang pikiran, perasaan, serta kemauan
siswa sehingga dapat terlibat dalam proses pembelajaran.
2. Ciri-ciri
Media Pembelajaran
Gerlach dan Ely (dalam
Arsyad, 2011: 12-14) mengemukakan tiga ciri media, yaitu ciri fiksatif (fixative property), ciri manipulatif (manipulative property) dan ciri distributive (distributive property).
a)
Ciri Fiksatif (Fixative Property)
Ciri
ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan
merekonstruksi suatu peristiwa atau objek. Dengan ciri fiksatif ini, media
memungkinkan suatu rekaman kejadian atau objek yang terjadi pada suatu rekaman
kejadian atau objek yang terjadi pada satu waktu tertentu ditrasportasikan
tanpa mengenal waktu. Ciri ini amat penting bagi guru karena kejadian-kejadian
atau objek yang telah direkam atau disimpan dengan format media yang ada dapat
digunakan setiap saat.
b)
Ciri Manipulatif (Manipulative Property)
Transformasi
suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif.
Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam
waktu dua atau tiga menit. Manipulasi kejadian atau objek dengan jalan mengedit
hasil rekaman dapat menghemat waktu.
c)
Ciri Distributif (Distributive Property)
Ciri
distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan
melalui ruang dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah
besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama dengan kejadian itu.
Informasi direkam dalam format media apa saja, ia dapat direproduksi seberapa
kali pun dan siap digunakan secara bersamaan di berbagai tempat atau digunakan
secara berulang-ulang di suatu tempat. Konsistensi informasi yang telah direkam
akan terjamin sama atau hampir sama dengan aslinya.
3. Fungsi
dan Manfaat Media sebagai Alat Pembelajaran
Fungsi
dan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa yang diungkapkan
Sudjana dan Rivai (dalam Arsyad, 2011: 24-25), ada empat yaitu:
a)
Pembelajaran akan lebih
menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar;
b)
Bahan pembelajaran akan
lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan
memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran;
c)
Metode mengajar akan
lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan
kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan
tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran;
d) Siswa
dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan
uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan,
mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.
4. Jenis-jenis
Media Pembelajaran
Media
pembelajaran memiliki banyak jenis. Dari yang paling sederhana dan murah hingga
canggih dan mahal. Secara umum diungkapkan oleh Noor (2010: 16- 19) bahwa media
pembelajaran dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu media visual, media
audio, dan media audio-visual.
5. Media
Gambar
Media gambar merupakan salah satu dari
media pembelajaran yang paling umum dipakai dan merupakan bahasa yang umum dan
dapat dimengerti dan dinikmati dimana-mana. Media gambar adalah suatu gambar
yang berkaitan dengan materi pelajaran yang berfungsi untuk menyampaikan pesan
dari guru kepada siswa. Media gambar ini dapat membantu siswa untuk
mengungkapkan informasi yang terkandung dalam masalah sehingga hubungan antar
komponen dalam masalah tersebut dapat terlihat dengan lebih jelas.
a.
Kelebihan media gambar adalah:
1)
Sifatnya konkrit, gambar lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan
dengan media verbal semata,
2)
Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu,
3)
Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan,
4)
Dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja,
1)
Gambar menekankan persepsi indera mata,
2)
Gambar berada yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran,
3)
Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.
G.
Teknik-teknik Pembelajaran
Keterampilan Berbicara
Untuk tingkat pemula teknik-teknik
pembelajaran keterampilan berbicara yang dapat digunakan adalah sebagai berikut
:
1. Ulang ucap
Teknik ulang-ucap sangat baik digunakan dalam melatih siswa
mengucapkan atau melafalkan bunyi bahasa kata, kelompok kata, kalimat,
ungkapan, peribahasa, semboyan, kata-kata mutiara, paragraf, dan puisi yang
pendek. Pada kelas-kelas rendah teknik ini biasa digunakan dalam melatih siswa
mengucapkan fonem kata-kata, dan kalimat-kalimat yang pendek.
2. Lihat ucap
Teknik lihat-ucap digunakan dalam merangsang siswa
mengekspresikan hasil pengamatannya. Yang diamati dapat berbagai hal atau
benda, gambar benda, atau duplikat benda. Pada kelas-kelas rendah benda yang
diperlihatkan untuk diamati sebaiknya benda-benda yang dekat dengan kehidupan
siswa.
3. Permainan kartu kata
4. Wawancara
5. Permainan memori
6. Reka cerita gambar
7. Biografi
8. Manajemen kelas
9. Bermain peran
10. Permainan telepon
11. Permainan alfabet
Untuk tingkat menengah, teknik-teknik
pembelajaran keterampilan berbicara yang dapat digunakan adalah sebagai berikut
:
(1)
Dramatisasi, (2) Elaborasi, (3) Reka cerita gambar, (4) Biografi, (5) Permainan memori, (6) Wawancara,
(7) Permainan kartu kata, (8) Diskusi,
(9) Permainan telepon, (10) Percakapan satu pihak, (11) Pidato pendek, (12) Parafrase, (13) Melanjutkan
cerita, (14) Permainan alphabet
Untuk tingkat yang paling tinggi
yaitu tingkat lanjut, teknik-teknik pembelajaran keterampilan berbicara yang
dapat digunakan adalah sebagai berikut :
(1)
Dramatisasi, (2) Elaborasi, (3) Reka cerita gambar, (4) Biografi,
(5) Permainan memori, (6) Diskusi, (7) Wawancara, (8) Pidato, (9) Melanjutkan
cerita, (10) Talk show, (11) Parafrase, (12) Debat
III.
PEMBAHASAN
A. Korpus
Data
1. Perkenalan:
Nama
saya Porchita Wongkhasum
Saya
siswa AFS dari Thailand
Saya
orang Thailand
Saya
tinggal di Makassar satu tahun
Senang
bertemu
2. Percakapan
1
Informan : Kamu, kamu punya kursi?
Penanya : Punya
Informan : Karena kamu selulu duduk hatiku.
3. Percakapan
2
Penanya : Apa kesan selama tinggal di Makassar?
Informan : Makassar baik, indah, busy and traffic
in the morning but it’s
oke. Em saya suka
bento, bento tidak punya di Thailand. Saya
suka bento.
4. Percakapan
3
Penanya : Sudah kemana saja di Makassar?
Informan
: Pantai losari, fort roterdam,
trans studio mall, mari ratu indah
mall, roma, romah
shop, rumah, oo kopi rumah and semua
5. Percakapan
4 (Tegur Sapa)
Phampam : Kamu dari mana?
Mahasiswa : Kampus
Phampam : Kampus. E siapa dan siapa?
Mahasiswa : Bertiga
Phampam : Tiga. Sudah makan?
Mahasiswa : Belum
Phampam : belum. E kamu lapar?
Mahasiswa : Lapar, mau traktir?
6. Bertanya
Apa
makan kamu suka?
7. Pengenalan
Benda Melalui Teknik Lihat Ucap Secara Langsung
1.
Buku
2.
Pulpen
3.
Jam
4.
Kursi
5.
Meja
6.
Telepon
7.
Bunga
8.
Cincin
9.
Batik
B. Kondisi
Awal Pelajar BIPA
Pelajar BIPA
berasal dari berbagai Negara sehingga mereka memiliki latar belakang bahasa dan
budaya yang berbeda-beda. Di samping itu, mereka secara keseluruhan juga
memiliki perbedaan bahasa dan budaya dengan bahasa dan budaya Indonesia yang
akan dipelajarinya.
Pelajar BIPA yang menjadi objek
penelitian ini berasal dari Negara Thailand. Tujuan ia datang ke Indonesia
sebagai relawan pertukaran pelajar antarbudaya AFS (American Field Service) selama
satu tahun. Ia baru seminggu berada di Indonesia. Sebelumnya ia tidak pernah
belajar Bahasa Indonesia di negaranya, ia baru mendapat pengajaran Bahasa
Indonesia saat karantina di Jakarta selama lima hari.
C. Penentuan
Tingkat Kemampuan Pelajar BIPA
Berdasarkan
korpus data dalam penelitian ini, dapat diidentifikasi kemampuan pebelajar
berada pada tingkat pemula. Berikut permasalahan-permasalahan yang ditemukan di
lapangan saat wawancara:
1. Penyebutan
fonem yang kurang jelas
2. Kurangnya
pemahaman penggunaan afiksasi dalam berkomunikasi
3. Penguasaan
kosakata yang masih kurang
4. Pemilihan
diksi yang kurang tepat
5. Struktur
kalimat yang tak sesuai kaidah Bahasa Indonesia
Permasalahan-permasalahan tersebut
dapat diatasi dengan menerapkan media gambar dengan teknik lihat ucap. Sebab
pelajar BIPA yang menjadi objek penelitian telah memiliki beberapa kosakata
yang digunakan sehari-hari, seperti kata: makan, buku, pulpen, bakso. Meskipun
pelafalan belum jelas, dan seringkali nama benda tertukar dengan nama
sebenarnya. Hal tersebut terbukti pada saat pengenalan benda sekitar melalui
teknik lihat ucap. Saat ditunjuk meja informan menjawab kursi. Dengan
memperkenalkan kosakata secara luas maka dapat memudahkan pelajar BIPA untuk
merangkai kata menjadi kalimat sehingga mudah berkomunikasi menggunakan Bahasa
Indonesia. Selain itu, dapat memudahkan pelafalan fonem dengan tepat karena
pelajar langsung mengucapkan kata setelah melihat gambar. Namun, hal yang perlu
menjadi titik perhatian adalah peran pengajar BIPA itu sendiri. Berdasarkan
korpus data dan pengalaman saat melakukan wawancara, keterampilan yang akan
dikembangkan untuk pelajar BIPA adalah keterampilan berbicara.
D. Penerapan
Media Gambar Melalui Teknik Lihat Ucap pada Pengajaran Bahasa Indonesia untuk
Penutur Asing (BIPA)
1.
Langkah-langkah
Penerapan Media Gambar Melalui Teknik Lihat Ucap pada Pengajaran Bahasa
Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA):
a.
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
b.
Guru menyiapkan media gambar berupa benda-benda yang biasa
dijumpai setiap hari
c.
Siswa mengamati gambar
d.
Siswa mengucapkan nama benda yang ditampilkan oleh guru
e.
Guru memperbaiki pelafalan siswa jika terjadi kesalahan
f.
Siswa diminta merangkai satu kalimat berdasarkan nama benda
yang tampak pada gambar yang ditampilkan
g.
Demikian seterusnya sampai seluruh gambar yang disajikan
guru telah selesai dipresentasikan
h.
Evaluasi, meliputi pengucapan fonem yang tepat, penyebutan
nama benda sesuai dengan media gambar, struktur kalimat yang tepat.
i.
Kesimpulan
IV.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pelajar BIPA adalah pelajar asing yang memiliki latar belakang
bahasa dan budaya berbeda dengan budaya bahasa yang dipelajarinya. Perbedaan bahasa
dan budaya tersebut memiliki konsekuensi pada pemilihan materi bahasa Indonesia
yang akan diajarkan kepada mereka karena pemerolehan bahasa kedua, termasuk
bahasa Indonesia untuk penutur asing,
2. Kesulitan yang terdapat
bagi penutur bahasa Asing: Kandungan makna yang terdapat dalam struktur kalimat BI
masih kurang mereka pahami, Pemahaman terhadap konsep struktur kalimat BI masih
samar-samar, dan Satuan-satuan linguistik yang menjadi unsur pembangun kalimat
BI belum mereka kuasai
3. Model
keterampilan berbicara menggunakan teknik lihat ucap.
4. Media
adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari
komunikator kepada khalayak.
5. Media
yang digunakan dalam proses pengajaran Bahasa Indonesia menggunakan media
gambar.
DAFTAR PUSTAKA
Ellis, Rod. 1986. Understanding
Second Language Acquisition. Oxford: Oxford University Press.
Robinson, Pauline.
1980. English for Specific Pusposes. Oxford: Pergamon Press.
Soewandi, A.M. 1994. Pengajaran
Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing: Tujuan, Pendekatan, Bahan Ajar, dan
Pengurutannya. KIPBIPA UKSW: Salatiga.
Sofyan, Lia Angela S.
1983. “Pengajaran ESP pada Tingkat Perguruan Tinggi”, dalam Linguistik
Indonesia, Tahun No. 1, Januari 1983.
Sugino, S. 1995. Pendekatan
Komunikatif-Integratif-Tematis dalam Pengembangan Bahan dan Metodologi
Pengajaran BIPA di Indonesia. Kongres BIPA 1995 Fakultas Sastra Universitas
Indonesia Jakarta.
Wojowasito, S. 1976. Perkembangan
Ilmu Bahasa (Linguistik) Abad 20. Bandung: Shinta Dharma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar