Kamis, 12 November 2015

RUANG LINGKUP SEMANTIK



I.         PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Bahasa sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat bersifat arbitrer. Kearbiteran lambang bahasa menyebabkan masyarakat, dalam sejarah linguistik, agak menelantarkan penelitian mengenai makna bila dibandingkan dengan penelitian di bidang morfologi dan sintaksis. Makna dalam objek studi semantik, sangat tidak jelas strukturnya. Berbeda dengan morfologi dan sintaksis yang struktunya jelas sehingga mudah dianalisis.
Namun, sejak tahun empat puluhan studi mengenai makna ini menjadi kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari studi linguistik lainnya karena orang mulai menyadari bahwa kegiatan berbahasa sesungguhnya adalah kegiatan mengekspresikan lambang-lambang bahasa tersebut, kepada lawan bicaranya (dalam komunikasi tulis). Jadi, pengetahuan akan adanya hubungan antara lambang atau satuan bahasa, dengan maknanya sangat diperlukan dalam berkomunikasi dengan bahasa itu.
Dalam makalah ini penulis akan  menjelaskan mengenai sejarah perkembangan semantik, pengertian semantik, manfaat semantik dan ruang lingkup semantik.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1.      Bagaimanakah sejarah perkembangan semantik?
2.      Apakah pengertian semantik?
3.      Apa manfaat semantik?
4.      Bagaimanakah ruang lingkup semantik?



C.       Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.      sejarah perkembangan semantik;
2.      pengertian semantik;
3.       manfaat semantik; dan
4.      ruang lingkup semantik.

D.      Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini diharapkan dapat:
1.      Menambah wawasan mengenai ilmu yang mempelajari seluk-beluk tentang makna kata khusunya bagi jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia.
2.      Memotivasi guru atau calon pendidik untuk lebih memahami perkembangan bahasa.

II.           PEMBAHASAN

A.      Sejarah Perkembangan Semantik
Semantik di dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa inggris semantics, dari bahasa Yunani sema (nomina) ‘tanda’: atau dari verba semaino ‘menandai’, ‘berarti’. Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna. Semantik merupakan bagian dari tiga tataran bahasa yang meliputi fonologi, tata bahasa (morfologi-sintaksis) dan semantik.
Istilah semantik baru muncul pada tahun 1894 yang dikenal melalui American Philological Association ‘organisasi filologi Amerika’ dalam sebuah artikel yang berjudul Reflected Meanings: A point in Semantics. Istilah semantik sendiri sudah ada sejak abad ke-17 bila dipertimbangkan melalui frase semantic philosphy. Sejarah semantik dapat dibaca dalam artikel ‘’An Account of the Word Semantics (Word, No. 4 th. 1948: 78-9). Breal melalui artikelnya yang berjudul “Le Lois Intellec-tuelles du Langage” mengungkapkan istilah semantik sebagai bidang baru dalam keilmuan, di dalam bahasa Perancis istilah trsebut dikenal dengan semantique. Breal masih menyebut semantik sebagai ilmu murni historis (historical semantics).
Historical semantics ini cenderung mempelajari semantik yang berhubungan dengan unsur-unsur luar bahasa, misalnya latar belakang perubahan makna, perubahan makna, hubungan perubahan makna dengan logika, psikologi, dst. Karya Breal ini berjudul Essai de Semantique. (akhir abad ke-19).
Reisig (dalam Djajasudarma 1993) sebagai salah seorang ahli klasik mengungkapkan konsep utama, yakni etimologi,studi asal-usul kata sehubungan dengan perubahan bentuk maupun makna; sintaksis, tata kalimat; dan semasiologi, ilmu tanda (makna). Semasiologi sebagai ilmu baru pada 1820-1925 itu belum disadari sebagai semantik dapat dibagi dalam tiga masa pertumbuhan, yakni:
(1)   Masa pertama, meliputi setengah abad termasuk di dalamnya kegiatan Reisig; masa ini disebut Ulman sebagai ‘underground period.
(2)   Masa kedua, yakni semantik sebagai ilmu murni historis, adanya pandangan historical semantics, dengan munculnya karya klasik Breal (1883).
(3)   Masa perkembangan ketiga, studi makna ditandai dengan munculnya karya filolog Swedia Gustaf Stern (1931) yang berjudul ‘Meaning and Change of Meaning with Special Reference to the English Language’ Stern melakukan kajian makna secara empirirs dengan bertolak dari satu bahasa (Inggris).
Semantik dinyatakan dengan tegas sebagai ilmu makna, baru pada tahun 1990-an dengan munculnya Essai de Semantique dari Breal, yang kemudian pada periode berikutnya disusul oleh karya Stern (1931). Tetapi, sebelum kelahiran karya Stern, di Jenewa telah diterbitakan bahan, kumpulan kuliah dari seorang pengajar bahasa yang sangat menentukan arah perkembangan linguistik berikutnya, yakni karya Ferdinand de Saussure, yang berjudul Cours de Linguisticque Generale. Pandangan Saussure itu menjadi pandangan aliran strukturalisme. Menurut pandangan strukturalisme de Saussure, bahasa merupakan satu sistem yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berhubungan, merupakan satu kesatuan (the whole unified). Pandangan ini kemudian dijadikan titik tolak penelitian, yang sangat kuat mempengaruhi berbagai bidang penelitian, terutama di Eropa.
Pandangan semantik kemudian berbeda dari pandangan sebelumnya, setelah karya de Saussure ini  muncul. Perbedaan pandangan tetsebut, antara lain:
(1)   Pandangan historis mulai  ditinggalkan,
(2)   Perhatian mulai diarahkan pada struktur di dalam kosa kata,
(3)   Semantik mulai dipengaruhi stilistika,
(4)   Studi semantik terarah pada bahasa tertentu (tidak bersifat umumm lagi),
(5)   Hubungan antara bahasa dan pikiran mulai dipelajari, karena bahasa merupakan kekuatan yang menentukan dan mengarahkan pikiran (perhatikan perkembangan dari ide ini terhadap Sapir-Whorf, 1956 – Bahasa cermin bangsa),
(6)   Semantik telah melepaskan diri dari filsafat, tetapi tidak berarti filsafat tidak membantu perkembangan semantik (perhatikan pula akan adanya semantik filosofis yang merupakan cabang logikan simbolis).
Pada tahun 1923 muncul buku The Meaning of Meaning karya Ogden & Richards yang menekankan hubungan tiga unsur dasar, yakni ‘theught of reterrence’ (pikiran) sebagai unsur yang menghadirkan makna tertentu yang memiliki hubungan signifikan dengan reterenc (acuan). Pikiran memiliki hubungan langsung dengan symbol (lambang). Lambang tidak memiliki hubungan yang arbitrer. Sehubungan dengan meaning, para pakar semantik biasa menentukan fakta bahwa asal kata meaning (nomina) dari to mean (verba), di dalamnya banyak mengandung “meaning” yang berbeda-beda. Leech (1974) menyatakan bahwa ahli-ahli semantik sering secara tidak wajar memikirkan ‘the meaning of meaning’ yang diperlukan untuk pengantar studi semantik dalam hubungannya dengan ilmu lain; para ahli sendiri masih memperdebatkan bahwa makna bahasa tidak dapat dimengerti atau tidak dapat dikembangkan kecuali dalam makna nonlinguistik.
Istilah semantik pun bermacam-macam, antara lain, signifik, semasiologi, semologi, semiotik, sememmik, dan semik. Palmer (1976), Lychs (1977), dan Leech (1974) menggunakan istilah semantics. Lehrer (1974) mengemukakan bahwa semantik merupakan bidang yang sangat luas, karena ke dalamnya melibatkan unsur-unsur struktur dan fungsi bahasa, yang berkaitan erat dengan psikologi, filsafat, dan antropologi, serta sosiologi. Antropologi berkepentingan di bidang semantik antara lain, karena analisis makna di dalam bahasa dapat menyajikan klasifikasi budaya pemakai bahasa secara praktis. Filsafat berhubungan erat dengan semantik karena persoalan makna tertentu yang dapat dijelaskan secara filosofis (mis., makna ungkapan dan peribahasa). Psikologi berhubungan erat dengan semantik, karena psikologi memanfaatkan gejala kejiwaan yang ditampilkan manusia secara verbal atau nonverbal. Sosiologi memiliki kepentingan dengan semantik, karena ungkapan atau ekspresi tretentu dapat menandai kelompok sosial atau identitas sosial tertentu.    

B.       Pengertian Semantik
Ada dua cabang utama linguistik yang khusus menyangkut kata yaitu etimologi, studi tentang asal usul kata, dan semantik atau ilmu makna, studi tentang makna kata. Diantara dua ilmu itu etimologi sudah merupakan disiplin ilmu yang mapan, sedangkan semantik relatif merupakan hal baru (Ullmann, 2007: 1).
Studi semantik lazim diartikan sebagai bidang dalam linguistik yang meneliti atau membicarakan, atau mengambil makna bahasa sebagai objek kajiannya (Chaer, 2007: 115).
Kata semantik yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang di tandainya atau dengan kata lain bidang studi yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Oleh karena itu kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau arti (Chaer, 2009: 2).
Menurut Tarigan (2011: 147) semantik adalah telaah makna. Semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap manusia serta masyarakat.
Sedangkan menurut Korzybski seperti yang dikutip Parera (2004: 18), semantik ialah studi tentang kemampuan manusia untuk menyimpan pengalaman dan pengetahuan lewat fungsi bahasa sebagai penghubung waktu, bahasa mengikat waktu, dan bahasa mengikat umur manusia bersama.
Berdasarkan pengertian semantik menurut para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa semantik adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk makna kata, menelaah kata secara mendalam atau tanda-tanda yang menyatakan makna hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap manusia serta masyarakat.
Semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”. Dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik  merupakan bagian dari linguistik, seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam ini juga menduduki tingkatan tertentu. Apabila komponen bunyi umumnya menduduki tingkatan pertama, tata bahasa pada tingkatan kedua, maka komponen makna menduduki tingkatan paling akhir. Hubungan ketiga komponen itu sesuai dengan kenyataan bahwa.
1.      Bahasa pada awalnya merupakan bunyi-bunyi abstrak yang mengacu pada lambang-lambang tertentu.
2.      Lambang-lambang merupakan seperangkat sistem yang memiliki tataan dan hubungan.
3.      Seperangkat lambang yang memiliki bentuk dan hubungan itu mengasosiasikan adanya makna tertentu (Aminuddin, 2001: 15).                                                                                                              

Semantik ada pada ketiga tataran bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon). Morfologi dan sintaksis termasuk ke dalam gramatika atau tata bahasa.(Fatimah, 2009: 1)
Dengan tataran analisis bahasa lainnya, semantik merupakan cabang linguistik yang mempunyai hubungan erat dengan ilmu-ilmu sosial lain seperti sosiologi dan antropologi bahkan juga dengan filsafat dan psikologi. Dalam analisis semantik harus juga disadari karena bahasa itu bersifat unik, dan mempunyai dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat dalam pemakaiannya maka analisis semantik suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain.
Kesulitan lain dalam menganalisis makna adalah adanya kenyataan bahwa tidak selalu “yang menandai “ dan “yang ditantai” berhubungan satu lawan satu, artinya, setiap tanda linguistik hanya memiliki satu makna. Contohnya “Becak – ‘kendaraan umum tak bermotor beroda tiga’ Adakalanya hubungan itu berlaku sebagai satu lawan dua atau lebih, bisa juga sebagai dua atau lebih lawan satu. Contohnya “buku kitab” sama dengan “lembaran kertas bejilid”
Selain itu juga dalam bahasa yang penuturnya terdiri dari kelompok yang mewakili latar belakang budaya, pandangan hidup, dan status sosial yang berbeda, maka makna sebuah kata bisa menjadi berbeda atau memiliki nuansa makna yang berlainan.
Contoh kata babi dalam masyarakat Indonesia yang mayoritas islam memiliki makna yang berkonotasi negatif tetapi dalam masyarakat Indonesia yang nonislam memiliki konotasi makna yang netral atau berkonotasi positif.
Ada 4 syarat yang harus dipenuhi untuk mendeskripsikan semantik. Keempat syarat itu ialah (Pateda, 2010: 18).
1.    Teori itu harus dapat meramalkan makna setiap kesatuan yang muncul didasarkan pada satuan leksikal yang membentuk kalimat.
2.    Teori itu harus merupakan seperangkat kaidah.
3.    Teori itu harus dapat membedakan kalimat yang secara gramatikal benar dan yang tidak dilihat dari segi semantik.
4.    Teori tersebut dapat meramalkan makna yang berhubungan dengan antonim, kontradiksi, dan sinomim.

C.      Manfaat Semantik
Manfaat apa yang dapat kita petik dari studi semantik sangat tergantung dari bidang apa yang kita geluti dalam tugas kita sehari-hari. Pengetahuan semantik akan memudahkan dalam memilih dan menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat umum.
Bagi mereka yang berkecimpung dalam penelitian bahasa, seperti mereka yang belajar di fakultas sastra, pengetahuan semantik akan banyak memberi bekal teoritis kepadanya untuk dapat menganalisis bahasa atau bahasa-bahasa yang sedang dipelajarinya. Sedangkan bagi seorang guru atau calon guru, pengetahuan mengenai semantik, akan member manfaat teoritis dan juga manfaat praktis. Manfaat teoritis karena dia sebagai guru bahasa harus pula mempelajari dengan sungguh-sungguh akan bahasa yang diajarinya. Sedangkan manfaat praktis akan diperolenya berupa kemudahan bagi dirinya dalam mengajarkan bahasa itu kepada murid-muridnya. Seorang guru bahasa, selain harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang luas mengenai segala aspek bahasa, juga harus memiliki pengetahuan teori semantik secara memadai. Tanpa pengetahuan ini dia tidak akan dapat dengan tepat menjelaskan perbedaan dan persamaan semantik antara dua buah bentuk kata, serta bagaimana menggunakan kedua bentuk kata yang mirip itu dengan benar.
Selain itu, semantik juga bermanfaat bagi orang awam atau bagi orang-orang kebanyakan pada umumnya, pengetahuan yang luas akan teori semantik tidak kala diperlukan. Tetapi pemakaian dasar-dasar semantik tentunya masih diperlukan untuk dapat memahami dunia disekelilingnya yang penuh dengan informasi dan lalu lintas kebahasaan. Semua informasi yang ada disekelilingnya, dan yang juga harus mereka serap, berlangsung melalui bahasa, melalui dunia lingual. Sebagai manusia bermasyarakat tidak mungkin mereka bisa hidup tanpa memahami alam sekeliling mereka yang berlangsung melalui bahasa.

D.      Ruang Lingkup Semantik
Seperti dinyatakan bahwa semantik mencakup bidang yang sangat luas, baik dari struktur dan fungsi bahasa maupun dari segi interdisiplin bidang ilmu (Fatimah, 2009: 4). Tetapi dalam hal ini ruang lingkup semantik terbatas pada hubungan ilmu makna itu sendiri dibidang linguistik. Faktor nonlingistik ikut mempengaruhi semantik sebagai fungsi bahasa non simbolik. Semantik adalah studi suatu pembeda bahasa dengan hubungan proses mental atau simbolisme dalam aktivitas bicara (Tarigan, 2004: 5).
Hubungan bahasa dengan proses mental dapat dinyatakan dengan beberapa cara. Beberapa pakar proses mental tidak perlu dipelajari karena membingungkan, sebagian lagi menyatakan bahwa proses mental harus dipelajari secara terpisah dari semantik, atau semantik dipelajari tanpa menyinggung proses mental. Dalam kenyataannya, semantik atau makna berkaitan erat dengan struktur dan fungsi. Artinya struktur tanpa makna dan manka tanpa struktur tidak mungkin ada. Jadi bentuk atau struktur, fungsi dan makna merupakan satu kesatuan dalam meneliti atau mengkaji unsur-unsur bahasa.
Dari adanya sejumlah tataran dan kompleksitas dapat dimaklumi bahwa meskipun makna dan lambang serta aspek semantik dan tata bahasa merupakan unsur-unsur yang tidak dapat dipisah-pisahkan, dalam menentukan hubungan semantik dan linguistik masih terdapat sejumlah perbedaan. Ada pengkaji yang lebih senang menyebut semantik dengan teori makna dan langsung memasukkannya kedalam bidang filsafat bahasa (Aminuddin, 2001: 27). Pada sisi lain ada juga pengkaji yang beranggapan bahwa selama dalam abstraksi dan proses relasi dan kombinasi, makna masih merupakan sesuatu yang abstrak sehingga kajian empiris dan hasil studi yang saintifik tidak mungkin dapat dilaksanakan dan dicapai.





III.        PENUTUP

A.           Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada Bab II, dapat disimpulkan bahwa semantik adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk makna kata, menelaah kata secara mendalam atau tanda-tanda yang menyatakan makna hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap manusia serta masyarakat.
Selanjutnya, maanfaat semantik dapat memberi bekal teoritis kepada masyarakat umum untuk dapat menganalisis bahasa atau bahasa-bahasa yang sedang dipelajarinya. Sedangkan bagi seorang guru atau calon guru, pengetahuan mengenai semantik, akan member manfaat teoritis dan juga manfaat praktis. Manfaat teoritis karena sebagai guru bahasa harus pula mempelajari dengan sungguh-sungguh akan bahasa yang diajarinya, sedangkan manfaat praktis berupa kemudahan bagi dirinya dalam mengajarkan bahasa itu kepada murid-muridnya.

B.            Saran
Makalah ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi setiap pengguna bahasa yang ingin memplejari seluk-beluk tentang makna kata.









DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2001. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Chaer, Abdul. 2007. Leksikologi dan Leksikografi Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Djajasudarma, T Fatimah. 1993. Semantik 1:Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: Eresco
Parera, J.D. 2004. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.
Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Tarigan, Henry Guntur. 2011. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa.
Ullmann, Stephen. 2007. Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Verhaar. 2008. Asas-Asas linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.


                                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar