I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bahasa sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh
masyarakat bersifat arbitrer. Kearbiteran lambang bahasa menyebabkan masyarakat, dalam sejarah
linguistik, agak menelantarkan penelitian mengenai makna bila dibandingkan
dengan penelitian di bidang morfologi dan sintaksis. Makna dalam objek studi
semantik, sangat tidak jelas strukturnya. Berbeda dengan morfologi dan
sintaksis yang struktunya jelas sehingga mudah dianalisis.
Namun, sejak tahun empat puluhan studi
mengenai makna ini menjadi kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari studi
linguistik lainnya
karena orang
mulai menyadari bahwa kegiatan berbahasa sesungguhnya adalah kegiatan
mengekspresikan lambang-lambang bahasa tersebut, kepada lawan bicaranya (dalam
komunikasi tulis). Jadi, pengetahuan akan adanya hubungan antara lambang atau
satuan bahasa, dengan maknanya sangat diperlukan dalam berkomunikasi dengan
bahasa itu.
Dalam makalah ini penulis akan menjelaskan mengenai sejarah perkembangan semantik, pengertian
semantik, manfaat
semantik dan ruang lingkup
semantik.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah
sejarah perkembangan semantik?
2. Apakah
pengertian semantik?
3. Apa
manfaat semantik?
4. Bagaimanakah
ruang lingkup semantik?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk mengetahui:
1. sejarah
perkembangan semantik;
2. pengertian
semantik;
3. manfaat semantik; dan
4. ruang
lingkup semantik.
D. Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini
diharapkan dapat:
1. Menambah
wawasan mengenai ilmu yang mempelajari seluk-beluk tentang makna kata khusunya
bagi jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia.
2. Memotivasi
guru atau calon pendidik untuk lebih memahami perkembangan bahasa.
II.
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Perkembangan Semantik
Semantik di dalam bahasa Indonesia berasal dari
bahasa inggris semantics, dari bahasa Yunani sema (nomina) ‘tanda’: atau dari
verba semaino ‘menandai’, ‘berarti’. Istilah tersebut digunakan para pakar
bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna. Semantik
merupakan bagian dari tiga tataran bahasa yang meliputi fonologi, tata bahasa
(morfologi-sintaksis) dan semantik.
Istilah semantik baru muncul pada tahun 1894 yang
dikenal melalui American Philological Association ‘organisasi filologi Amerika’
dalam sebuah artikel yang berjudul Reflected Meanings: A point in Semantics.
Istilah semantik sendiri sudah ada sejak abad ke-17 bila dipertimbangkan
melalui frase semantic philosphy. Sejarah semantik dapat dibaca dalam artikel
‘’An Account of the Word Semantics (Word, No. 4 th. 1948: 78-9). Breal melalui
artikelnya yang berjudul “Le Lois Intellec-tuelles du Langage” mengungkapkan
istilah semantik sebagai bidang baru dalam keilmuan, di dalam bahasa Perancis
istilah trsebut dikenal dengan semantique. Breal masih menyebut semantik
sebagai ilmu murni historis (historical semantics).
Historical
semantics ini cenderung mempelajari semantik yang
berhubungan dengan unsur-unsur luar bahasa, misalnya latar belakang perubahan
makna, perubahan makna, hubungan perubahan makna dengan logika, psikologi, dst.
Karya Breal ini berjudul Essai de Semantique. (akhir abad ke-19).
Reisig (dalam Djajasudarma 1993) sebagai salah
seorang ahli klasik mengungkapkan konsep utama, yakni etimologi,studi asal-usul
kata sehubungan dengan perubahan bentuk maupun makna; sintaksis, tata kalimat;
dan semasiologi, ilmu tanda (makna). Semasiologi sebagai ilmu baru pada
1820-1925 itu belum disadari sebagai semantik dapat dibagi dalam tiga masa
pertumbuhan, yakni:
(1) Masa
pertama, meliputi setengah abad termasuk di dalamnya kegiatan Reisig; masa ini
disebut Ulman sebagai ‘underground period.
(2) Masa
kedua, yakni semantik sebagai ilmu murni historis, adanya pandangan historical
semantics, dengan munculnya karya klasik Breal (1883).
(3) Masa
perkembangan ketiga, studi makna ditandai dengan munculnya karya filolog Swedia
Gustaf Stern (1931) yang berjudul ‘Meaning and Change of Meaning with Special
Reference to the English Language’ Stern melakukan kajian makna secara empirirs
dengan bertolak dari satu bahasa (Inggris).
Semantik dinyatakan dengan tegas sebagai ilmu makna,
baru pada tahun 1990-an dengan munculnya Essai de Semantique dari Breal, yang
kemudian pada periode berikutnya disusul oleh karya Stern (1931). Tetapi,
sebelum kelahiran karya Stern, di Jenewa telah diterbitakan bahan, kumpulan
kuliah dari seorang pengajar bahasa yang sangat menentukan arah perkembangan
linguistik berikutnya, yakni karya Ferdinand de Saussure, yang berjudul Cours
de Linguisticque Generale. Pandangan Saussure itu menjadi pandangan aliran
strukturalisme. Menurut pandangan strukturalisme de Saussure, bahasa merupakan
satu sistem yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berhubungan, merupakan
satu kesatuan (the whole unified). Pandangan ini kemudian dijadikan titik tolak
penelitian, yang sangat kuat mempengaruhi berbagai bidang penelitian, terutama
di Eropa.
Pandangan semantik kemudian berbeda dari pandangan
sebelumnya, setelah karya de Saussure ini
muncul. Perbedaan pandangan tetsebut, antara lain:
(1) Pandangan
historis mulai ditinggalkan,
(2) Perhatian
mulai diarahkan pada struktur di dalam kosa kata,
(3) Semantik
mulai dipengaruhi stilistika,
(4) Studi
semantik terarah pada bahasa tertentu (tidak bersifat umumm lagi),
(5) Hubungan
antara bahasa dan pikiran mulai dipelajari, karena bahasa merupakan kekuatan
yang menentukan dan mengarahkan pikiran (perhatikan perkembangan dari ide ini
terhadap Sapir-Whorf, 1956 – Bahasa cermin bangsa),
(6) Semantik
telah melepaskan diri dari filsafat, tetapi tidak berarti filsafat tidak
membantu perkembangan semantik (perhatikan pula akan adanya semantik filosofis
yang merupakan cabang logikan simbolis).
Pada tahun 1923 muncul buku The Meaning of Meaning
karya Ogden & Richards yang menekankan hubungan tiga unsur dasar, yakni
‘theught of reterrence’ (pikiran) sebagai unsur yang menghadirkan makna
tertentu yang memiliki hubungan signifikan dengan reterenc (acuan). Pikiran
memiliki hubungan langsung dengan symbol (lambang). Lambang tidak memiliki
hubungan yang arbitrer. Sehubungan dengan meaning, para pakar semantik biasa
menentukan fakta bahwa asal kata meaning (nomina) dari to mean (verba), di
dalamnya banyak mengandung “meaning” yang berbeda-beda. Leech (1974) menyatakan
bahwa ahli-ahli semantik sering secara tidak wajar memikirkan ‘the meaning of
meaning’ yang diperlukan untuk pengantar studi semantik dalam hubungannya
dengan ilmu lain; para ahli sendiri masih memperdebatkan bahwa makna bahasa
tidak dapat dimengerti atau tidak dapat dikembangkan kecuali dalam makna
nonlinguistik.
Istilah semantik pun bermacam-macam, antara lain,
signifik, semasiologi, semologi, semiotik, sememmik, dan semik. Palmer (1976),
Lychs (1977), dan Leech (1974) menggunakan istilah semantics. Lehrer (1974)
mengemukakan bahwa semantik merupakan bidang yang sangat luas, karena ke
dalamnya melibatkan unsur-unsur struktur dan fungsi bahasa, yang berkaitan erat
dengan psikologi, filsafat, dan antropologi, serta sosiologi. Antropologi
berkepentingan di bidang semantik antara lain, karena analisis makna di dalam
bahasa dapat menyajikan klasifikasi budaya pemakai bahasa secara praktis.
Filsafat berhubungan erat dengan semantik karena persoalan makna tertentu yang
dapat dijelaskan secara filosofis (mis., makna ungkapan dan peribahasa).
Psikologi berhubungan erat dengan semantik, karena psikologi memanfaatkan
gejala kejiwaan yang ditampilkan manusia secara verbal atau nonverbal.
Sosiologi memiliki kepentingan dengan semantik, karena ungkapan atau ekspresi
tretentu dapat menandai kelompok sosial atau identitas sosial tertentu.
B.
Pengertian
Semantik
Ada dua
cabang utama linguistik yang khusus menyangkut kata yaitu etimologi, studi
tentang asal usul kata, dan semantik atau ilmu makna, studi tentang makna kata.
Diantara dua ilmu itu etimologi sudah merupakan disiplin ilmu yang mapan,
sedangkan semantik relatif merupakan hal baru (Ullmann, 2007: 1).
Studi semantik lazim diartikan sebagai bidang dalam linguistik yang
meneliti atau membicarakan, atau mengambil makna bahasa sebagai objek kajiannya
(Chaer, 2007: 115).
Kata semantik yang digunakan untuk
bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik
dengan hal-hal yang di tandainya atau dengan kata lain bidang studi yang
mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Oleh karena itu kata semantik dapat
diartikan sebagai ilmu tentang makna atau arti (Chaer, 2009: 2).
Menurut Tarigan
(2011: 147) semantik adalah telaah makna. Semantik menelaah lambang-lambang
atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang
lain, dan pengaruhnya terhadap manusia serta masyarakat.
Sedangkan
menurut Korzybski seperti yang dikutip Parera (2004: 18), semantik ialah studi
tentang kemampuan manusia untuk menyimpan pengalaman dan pengetahuan lewat
fungsi bahasa sebagai penghubung waktu, bahasa mengikat waktu, dan bahasa
mengikat umur manusia bersama.
Berdasarkan pengertian semantik
menurut para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa semantik adalah ilmu yang
mempelajari seluk-beluk makna kata, menelaah kata secara mendalam atau
tanda-tanda yang menyatakan makna hubungan makna yang satu dengan yang
lain, dan pengaruhnya terhadap manusia serta masyarakat.
Semantik mengandung pengertian
“studi tentang makna”. Dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa,
maka semantik merupakan bagian dari
linguistik, seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam ini juga
menduduki tingkatan tertentu. Apabila komponen bunyi umumnya menduduki tingkatan
pertama, tata bahasa pada tingkatan kedua, maka komponen makna menduduki
tingkatan paling akhir. Hubungan ketiga komponen itu sesuai dengan kenyataan
bahwa.
1.
Bahasa pada awalnya merupakan bunyi-bunyi abstrak yang mengacu pada
lambang-lambang tertentu.
2.
Lambang-lambang merupakan seperangkat sistem yang memiliki tataan dan hubungan.
3.
Seperangkat lambang yang memiliki bentuk dan hubungan itu mengasosiasikan
adanya makna tertentu (Aminuddin, 2001: 15).
Semantik ada pada ketiga tataran
bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon). Morfologi dan sintaksis
termasuk ke dalam gramatika atau tata bahasa.(Fatimah, 2009: 1)
Dengan tataran analisis bahasa
lainnya, semantik merupakan cabang linguistik yang mempunyai hubungan erat
dengan ilmu-ilmu sosial lain seperti sosiologi dan antropologi bahkan juga
dengan filsafat dan psikologi. Dalam analisis semantik harus juga disadari karena
bahasa itu bersifat unik, dan mempunyai dan mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan budaya masyarakat dalam pemakaiannya maka analisis semantik suatu bahasa
hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat digunakan untuk menganalisis
bahasa lain.
Kesulitan lain dalam menganalisis
makna adalah adanya kenyataan bahwa tidak selalu “yang menandai “ dan “yang
ditantai” berhubungan satu lawan satu, artinya, setiap tanda linguistik hanya
memiliki satu makna. Contohnya “Becak – ‘kendaraan umum tak bermotor beroda
tiga’ Adakalanya hubungan itu berlaku sebagai satu lawan dua atau lebih, bisa
juga sebagai dua atau lebih lawan satu. Contohnya “buku kitab” sama dengan
“lembaran kertas bejilid”
Selain itu juga dalam bahasa yang
penuturnya terdiri dari kelompok yang mewakili latar belakang budaya, pandangan
hidup, dan status sosial yang berbeda, maka makna sebuah kata bisa menjadi
berbeda atau memiliki nuansa makna yang berlainan.
Contoh kata babi dalam masyarakat
Indonesia yang mayoritas islam memiliki makna yang berkonotasi negatif tetapi
dalam masyarakat Indonesia yang nonislam memiliki konotasi makna yang netral
atau berkonotasi positif.
Ada 4 syarat yang harus dipenuhi untuk mendeskripsikan
semantik. Keempat syarat itu ialah (Pateda, 2010: 18).
1. Teori itu harus
dapat meramalkan makna setiap kesatuan yang muncul didasarkan pada satuan
leksikal yang membentuk kalimat.
2. Teori itu harus
merupakan seperangkat
kaidah.
3. Teori itu harus
dapat membedakan kalimat yang secara gramatikal benar dan yang tidak dilihat dari segi
semantik.
4. Teori tersebut
dapat meramalkan makna yang berhubungan
dengan antonim,
kontradiksi, dan sinomim.
C.
Manfaat
Semantik
Manfaat apa yang dapat kita petik dari studi semantik sangat
tergantung dari bidang apa yang kita geluti dalam tugas kita sehari-hari.
Pengetahuan semantik akan memudahkan dalam memilih dan menggunakan kata dengan
makna yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat umum.
Bagi mereka yang berkecimpung dalam penelitian bahasa,
seperti mereka yang belajar di fakultas sastra, pengetahuan semantik akan
banyak memberi bekal teoritis kepadanya untuk dapat menganalisis bahasa atau
bahasa-bahasa yang sedang dipelajarinya. Sedangkan bagi seorang guru atau calon
guru, pengetahuan mengenai semantik, akan member manfaat teoritis dan juga
manfaat praktis. Manfaat teoritis karena dia sebagai guru bahasa harus pula
mempelajari dengan sungguh-sungguh akan bahasa yang diajarinya. Sedangkan
manfaat praktis akan diperolenya berupa kemudahan bagi dirinya dalam mengajarkan
bahasa itu kepada murid-muridnya. Seorang guru bahasa, selain harus memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang luas mengenai segala aspek bahasa, juga harus
memiliki pengetahuan teori semantik secara memadai. Tanpa pengetahuan ini dia
tidak akan dapat dengan tepat menjelaskan perbedaan dan persamaan semantik
antara dua buah bentuk kata, serta bagaimana menggunakan kedua bentuk kata yang
mirip itu dengan benar.
Selain itu, semantik juga bermanfaat bagi orang awam atau
bagi orang-orang kebanyakan pada umumnya, pengetahuan yang luas akan teori
semantik tidak kala diperlukan. Tetapi pemakaian dasar-dasar semantik tentunya
masih diperlukan untuk dapat memahami dunia disekelilingnya yang penuh dengan
informasi dan lalu lintas kebahasaan. Semua informasi yang ada disekelilingnya,
dan yang juga harus mereka serap, berlangsung melalui bahasa, melalui dunia
lingual. Sebagai manusia bermasyarakat tidak mungkin mereka bisa hidup tanpa
memahami alam sekeliling mereka yang berlangsung melalui bahasa.
D.
Ruang
Lingkup Semantik
Seperti dinyatakan bahwa semantik mencakup bidang yang
sangat luas, baik dari struktur dan fungsi bahasa maupun dari segi
interdisiplin bidang ilmu (Fatimah, 2009: 4). Tetapi dalam hal ini ruang
lingkup semantik terbatas pada hubungan ilmu makna itu sendiri dibidang
linguistik. Faktor nonlingistik ikut mempengaruhi semantik sebagai fungsi
bahasa non simbolik. Semantik adalah studi suatu pembeda bahasa dengan hubungan
proses mental atau simbolisme dalam aktivitas bicara (Tarigan, 2004: 5).
Hubungan bahasa dengan proses mental dapat dinyatakan dengan
beberapa cara. Beberapa pakar proses mental tidak perlu dipelajari karena
membingungkan, sebagian lagi menyatakan bahwa proses mental harus dipelajari
secara terpisah dari semantik, atau semantik dipelajari tanpa menyinggung
proses mental. Dalam kenyataannya, semantik atau makna berkaitan erat dengan
struktur dan fungsi. Artinya struktur tanpa makna dan manka tanpa struktur
tidak mungkin ada. Jadi bentuk atau struktur, fungsi dan makna merupakan satu kesatuan
dalam meneliti atau mengkaji unsur-unsur bahasa.
Dari adanya sejumlah tataran dan kompleksitas dapat
dimaklumi bahwa meskipun makna dan lambang serta aspek semantik dan tata bahasa
merupakan unsur-unsur yang tidak dapat dipisah-pisahkan, dalam menentukan
hubungan semantik dan linguistik masih terdapat sejumlah perbedaan. Ada
pengkaji yang lebih senang menyebut semantik dengan teori makna dan langsung
memasukkannya kedalam bidang filsafat bahasa (Aminuddin, 2001: 27). Pada sisi lain ada juga
pengkaji yang beranggapan bahwa selama dalam abstraksi dan proses relasi dan
kombinasi, makna masih merupakan sesuatu yang abstrak sehingga kajian empiris
dan hasil studi yang saintifik tidak mungkin dapat dilaksanakan dan dicapai.
III.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan pada Bab II, dapat disimpulkan bahwa semantik adalah ilmu yang
mempelajari seluk-beluk makna kata, menelaah kata secara mendalam atau
tanda-tanda yang menyatakan makna hubungan makna yang satu dengan yang
lain, dan pengaruhnya terhadap manusia serta masyarakat.
Selanjutnya,
maanfaat semantik dapat memberi bekal teoritis kepada masyarakat umum untuk
dapat menganalisis bahasa atau bahasa-bahasa yang sedang dipelajarinya. Sedangkan
bagi seorang guru atau calon guru, pengetahuan mengenai semantik, akan member
manfaat teoritis dan juga manfaat praktis. Manfaat teoritis karena sebagai guru
bahasa harus pula mempelajari dengan sungguh-sungguh akan bahasa yang diajarinya,
sedangkan manfaat praktis berupa kemudahan bagi dirinya dalam mengajarkan
bahasa itu kepada murid-muridnya.
B.
Saran
Makalah
ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi setiap pengguna bahasa yang ingin
memplejari seluk-beluk tentang makna kata.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2001. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Chaer, Abdul.
2007. Leksikologi dan Leksikografi
Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta
Chaer,
Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Djajasudarma, T Fatimah. 1993. Semantik 1:Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: Eresco
Parera, J.D.
2004. Teori Semantik. Jakarta:
Erlangga.
Pateda,
Mansoer. 2010. Semantik Leksikal.
Jakarta: Rineka Cipta.
Tarigan, Henry
Guntur. 2011. Pengajaran Kosakata.
Bandung: Angkasa.
Ullmann,
Stephen. 2007. Pengantar Semantik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Verhaar. 2008. Asas-Asas linguistik Umum. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar