BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menulis merupakan suatu keterampilan
berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Menulis
berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan ide, pikiran,
pengetahuan, ilmu dan pengalaman-pengalaman hidupnya dalam bahasa tulis yang
runtut sehingga mudah dipahami oleh orang lain.
Di dalam dunia pendidikan menulis
mempunyai arti yang sangat penting. Siswa yang sering menulis akan menjadi
terampil dan terarah kemampuan berekspresinya sehingga secara tidak langsung
akan mempertajam kemampuan berpikir. Menulis merupakan kemampuan menggunakan
bahasa tulis. Keterampilan menulis merupakan proses belajar yang memerlukan
ketekunan berlatih, semakin rajin berlatih akan semakin terampil dalam menulis.
Untuk itu, keterampilan menulis siswa perlu dikembangkan. Salah satu kegiatan pembelajaran
menulis yang dikembangkan adalah keterampilan menulis karangan narasi.
Keterampilan menulis karangan narasi
sangat penting bagi siswa sebab melalui keterampilan tersebut, siswa dapat
menceritakan dapat mendorong siswa untuk berpikir secara
kritis, juga dapat memudahkan merasakan dan menikmati hubungan-hubungan,
memperdalam daya tanggap atau persepsi, memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi, menyusun urutan pengalaman. Tidak jarang dengan kegiatan menulis,
seorang siswa menemukan apa yang sebenarnya ia pikirkan dan rasakan mengenai
orang-orang, gagasan-gagasan, masalah-masalah, dan kejadian-kejadian.
Berdasarkan pengamatan, pembelajaran menulis
karangan narasi oleh siswa pada kelas X SMA Negeri 1 Marioriwawo masih
mengalami berbagai masalah, masih banyak siswa yang belum mampu menulis dengan
baik. Keadaan ini dapat ditemukan, misalnya, dalam hasil tulisan/karangan
siswa.
Berdasarkan pengamatan peneliti, dalam hasil
tugas-tugas menulis siswa kelas X SMA Negeri 1 Marioriwawo selama ini ternyata
masih terdapat banyak kalimat yang digunakan tidak sistematis dan padu.
Ketidaksistematisan dan ketidakpaduan itu dapat dilihat dengan tidak sinkronnya
antara kalimat utama dan kalimat pendukung serta tidak adanya kesesuaian antara
paragraf pertama dan paragraf berikutnya. Selain itu, ide yang ingin
disampaikan siswa dalam tulisan pada prinsipnya banyak dan aktual, tetapi
karena ketidakmampuan mengolah ide dan tema itu menyebabkan hasil tulisannya
kurang maksimal. Ketidakmampuan berpikir yang logis dan sistematis serta
ketidakmampuan memadukan ide yang ada, menjadikan hasil karangan siswa menjadi
tidak maksimal.
Berdasarkan paparan di atas, dibutuhkan perbaikan
dalam pembelajaran menulis yang dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam menulis. Untuk memperbaiki pembelajaran menulis dan meningkatkan
keterampilan menulis siswa, peneliti merasa tergugah untuk melakukan penelitian
mengenai pembelajaran menulis. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai pembelajaran menulis, khususnya menulis karangan narasi melalui model
pembelajaran Quantum Learning berbasis lingkungan sekolah.
Penelitian tentang model pembelajaran Quantum
Learning telah diteliti oleh banyak orang, diantaranya : Nyimas Lukiawati
tentang model pembelajaran
menulis karangan deskripsi dengan menggunakan teknik quantum learning di
kelas V SD Negeri Rancakole II kecamatan Arjasari kabupaten Bandung yang
menunjukkan bahwa hasil pembelajaran menulis karangan deskripsi dengan
menggunakan teknik Quantum Learning mengalami peningkatan, Suryati (2012)
tentang pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan teknik quantum
learning siswa di kelas VII SMP YPI Sukawening Garut yang menunjukkan bahwa
teknik Quantum Learning sangat efektif digunakan pada pembelajaran menulis
cerpen. Pada penelitian ini, penulis mengkombinasikan model pembelajaran
Quantum Learning dengan pembelajaran berbasis lingkungan, dengan harapan akan
diperoleh hasil yang lebih maksimal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah
dalam penelitian ini, yaitu “Pengaruh Model
Pembelajaran Quantum Learning
Berbasis Lingkungan dalam Meningkatkan Keterampilan Menulis Karangan Narasi
Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Marioriwawo”.
C.
Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan
penelitian berdasarkan masalah di atas yaitu “Untuk mendeskripsikan pengaruh
penerapan model pembelajaran Quantum Learning berbasis lingkungan dalam
meningkatkan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas X SMA Negeri 1
Marioriwawo”
D.
Manfaat
Penelitin
Hasil penelitian ini
diharapkan bermanfaat secara teoretis maupun praktis terhadap pembelajaran
menulis karangan narasi kepada siswa SMA, khususnya siswa kelas X SMA Negeri 1
Marioriwawo. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.
Manfaat Teoretis
Secara
teoretis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan atau pedoman bagi
guru bahasa Indonesia untuk menggunakan model yang tepat dalam pembelajaran
menulis karangan narasi, misalnya menggunakan model Quantum
Learning
2.
Manfaat Praktis
Secara
praktis, penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut.
a. Bagi
siswa yaitu dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam menulis
karangan narasi.
b. Bagi
guru, menjadi bahan informasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan penerapan
penggunaan model Quantum Learning pada
mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, khususnya pada pembelajaran menulis karangan
narasi.
c. Bagi
peneliti, menjadi masukan dalam meneliti dan mengembangkan penelitian lebih
lanjut berkenaan dengan penerapan model Quantum
Learning dalam pembelajaran bahasa dan
sastra Indonesia.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
Untuk mencapai tujuan
yang diinginkan dalam membahasa masalah yang diuraikan, diperlukan sejumlah
teori yang menjadi kerangka landasan di dalam melakukan penelitian sebagai
salah satu sistem berpikir ilmiah. Sehubungan dengan hal itu maka penulis
membahas beberapa teori yang dianggap relevan dan fokus dikaji dalam penelitian
ini, antara lain :
A.
Tinjauan
Pustaka
1.
Model
Pembelajaran Kuantum (Quantum Learning)
a.
Pengertian
Model Pembelajaran Kuantum (Quantum Learning)
Pembelajaran
kuantum merupakan terjemahan dari bahasa asing yaitu quantum learning. “Quantum
Learning adalah kiat, petunjuk,
strategi dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya
ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan
bermanfaat” (Bobbi DePorter & Mike Hernacki, 2011:16 ). Dengan demikian,
pembelajaran kuantum dapat dikatakan sebagai model pembelajaran yang menekankan
untuk memberikan manfaat yang bermakna dan juga menekankan pada tingkat
kesenangan dari peserta didik atau siswa.
Selanjutnya,
Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:30) mengungkapkan mengenai
karakterisitik dari pembelajaran kuantum (quantum
learning) yaitu sebagai berikut.
1. Pembelajaran kuantum berpangkal pada
psikologi kognitif, bukan fisika kuantum meskipun serba sedikit istilah dan
konsep kuantum dipakai.
2. Pembelajaran kuantum lebih bersifat
humanistis, bukan positivistis-empiris, “hewan-istis”, dan atau nativistis.
3. Pembelajaran kuantum lebih bersifat
konstruktivis(tis), bukan positivistis-empiris, behavioristis, dan atau
maturasionistis.
4. Pembelajaran kuantum berupaya
memadukan (mengintegrasikan), menyinergikan, dan mengkolaborasikan faktor potensi
diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan (fisik dan mental) sebagai
konteks pembelajaran.
5. Pembelajaran kuantum memusatkan
perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekadar transaksi
makna.
6. Pembelajaran kuantum sangat
menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi.
7. Pembelajaran kuantum sangat
menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan
atau keadaan yang dibuat-buat.
8. Pembelajaran kuantum sangat
menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran.
9. Pembelajaran kuantum memiliki model
yang memadukan konteks dan isi pembelajaran. Konteks pembelajaran meliputi
suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang menggairahkan
atau mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis.
10. Pembelajaran kuantum memusatkan
perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan (dalam) hidup,
dan prestasi fisikal atau material.
11. Pembelajaran kuantum menempatkan
nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran.
12. Pembelajaran kuantum mengutamakan
keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban.
13. Pembelajaran kuantum
mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran.
b.
Tujuan
Pembelajaran Quantum Learning
Tujuan
pokok pembelajaran kuantum yaitu meningkatkan partisipasi siswa melalui
penggubahan keadaan, meningkatkan motivasi dan minat belajar, meningkatkan daya
ingat dan meningkatkan rasa kebersamaan, meningkatkan daya dengar, dan
meningkatkan kehalusan perilaku.
Dimensi
pengembangan konteks pembelajaran kuantum yaitu suasana belajar yang
menyenangkan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung, dan rancangan
belajar yang dinamis.
Pembelajaran
kuantum mengonsep tentang “menata pentas lingkungan belajar yang tepat”, yaitu
bagaimana upaya penataan situasi lingkungan belajar yang optimal baik secara
fisik maupun mental.
Lingkungan
belajar terdiri dari lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro
adalah tempat siswa melakukan proses belajar, bekerja, dan berkreasi. Lebih
khusus lagi perhatian pada penataan meja, kursi, dan belajar yang teratur.
Lingkungan makro yaitu dunia luas, artinya siswa diminta untuk menciptakan
kondisi ruang belajar di masyarakat. Mereka diminta berinteraksi sosial ke
lingkungan masyarakat yang diminatinya, sehingga kelak dapat berhubungan secara
aktif dengan masyarakat.
Pembelajaran
quantum sering dijadikan primadona dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Namun,
metode pembelajaran kuantum belum tentu cocok digunakan dalam setiap mata
pelajaran, tergantung dari materi dan fasilitas yang ada. Dalam mengajar
sebaiknya tidak hanya menggunakan satu metode saja, melainkan dapat digunakan
beberapa metode, yaitu memilih metode yang cocok untuk digunakan pada materi
dan situasi yang bersangkutan. Tidaklah maksimal jika dalam mengajar hanya
mendewakan salah satu metode pembelajaran saja. Bagi seorang pengajar, banyak
metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran, sehingga
keterampilan guru dapat terasah melalui pembelajaran tersebut.
c.
Prinsip Model Pembelajaran Kuantum (Quantum Learning)
Adapun
prinsip-prinsip pembelajaran kuantum (quantum
learning ) adalah sebagai berikut.
1. Prinsip utama pembelajaran kuantum
berbunyi: Bawalah Dunia Mereka (Pembelajar) ke dalam Dunia Kita (Pengajar), dan
Antarkan Dunia Kita (Pengajar) ke dalam Dunia Mereka (Pembelajar).
2. Dalam pembelajaran kuantum juga
berlaku prinsip bahwa proses pembelajaran merupakan permainan orchestra
simfoni.
3. Prinsip-prinsip
dasar ini ada lima macam berikut ini :
a.
Ketahuilah
bahwa segalanya berbicara
Dalam pembelajaran kuantum, segala sesuatu mulai lingkungan
pembelajaran sampai dengan bahasa tubuh pengajar, penataan ruang sampai guru,
mulai kertas yang dibagikan oleh pengajar sampai dengan rancangan pembelajaran,
semuanya mengirim pesan tentang pembelajaran.
b.
Ketahuilah
bahwa segalanya bertujuan
Semua yang terjadi dalam proses pengubahan energy menjadi
cahaya mempunyai tujuan.
c.
Sadarilah
bahwa pengalaman mendahului penamaan
Poses pembelajaran paling baik terjadi ketika pembelajar
telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh makna untuk apa yang mereka
pelajari.
d.
Akuilah setiap usaha yang dilakukan dalam
pembelajaran
Pembelajaran
atau belajar selalu mengandung risiko besar.
e.
Sadarilah bahwa sesuatu yang layak
dipelajari layak pula dirayakan
Segala sesuatu
dipelajari sudah pasti layak pula dirayakan keberhasilannya.
f.
Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku
prinsip bahwa pembelajaran lurus berdampak bagi terbentuknya keunggulan (Bobbi
DePorter, et al., 2004:6-7).
Dengan kata lain pembelajaran perlu
diartikan sebagai pembentukan keunggulan. Oleh karena itu, keunggulan ini
bahkan telah dipandang sebagai jantung fondasi pembelajaran kuantum.
d.
Sintaks Model Pembelajaran Kuantum (Quuantum Learning)
Sintaks
atau langkah model pembelajaran kuantum (quantum
learning) yang dikenal dengan sebutan TANDUR
Bobbi DePorter,et al.,(2004:10)
adalah sebagai berikut :
1.
Tumbuhkan
Tumbuhkan minat dengan memuaskan
“Apakah Manfaatnya BagiKu” (AMBAK), dan manfaatkan kehidupan belajar.
2.
Alami
Ciptakan atau datangkan pengalaman
umum yang dapat dimengerti semua pelajar.
3.
Namai
Sediakan kata kunci, konsep, model,
rumus, strategi, sebuah “masukan”.
4. Demonstrasikan
Sediakan kesempatan bagi pelajar
untuk “menunjukkan bahwa mereka tahu”.
5.
Ulangi
Tunjukkan pelajar cara-cara
mengulang materi dan menegaskan, “Aku tahu bahwa aku memang tahu ini”.
6.
Rayakan
Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan
keterampilan dan ilmu pengetahuan.
Perayaan
dalam pembelajaran kuantum sangat diutamakan atau sangat penting. Perayaan
dapat membangun keinginan untuk sukses dalam pembelajaran. Menurut Bobbi
DePorter,et al., (2004:31-34),
terdapat beberapa bentuk perayaan menyenangkan yang biasa digunakan yaitu:
a.
Tepuk
Tangan
Teknik ini terbukti tidak pernahh
gagal memberikan inspirasi.
b.
Hore!
Hore! Hore!
Cara ini sangat mengasyikkan jika
dilakukan “bergelombang” ke seluruh ruangan. Caranya adalah guru memberikan
aba-aba, semua orang atau siswa melompat berdiri dan berteriak senyaring
mungkin, “Hore, Hore, Hore!” sambil mengayunkan tangan ke depan dank e atas.
c.
Wussss
Jika diberi aba-aba, semua orang
bertepuk tangan tiga kali secara serentak, lalu mengirimkan segenap energi
positif mereka kepada orang yang dituju. Cara melakukannya adalah setelah bertepuk,
tangan mendorong kea rah orang tersebut sambil berteriak “Wusssss”.
d.
Jentikan
Jari
Jika guru atau pengajar memerlukan
pengakuan yang tenang, daripada tepuk tangan, gunakan jentikan jari
berkesiinambungan.
e.
Poster
Umum
Mengakui individu atau seluruh
kelas, misalnya “Kelas Enam The Best!.
f.
Catatan
Pribadi
Sampaikan kepada siswa secara
perseorangan untuk mengakui usaha keras, sumbangan pada kelas, perilaku atau
tindakan yang baik hati.
g.
Persekongkolan
Mengakui seseorang secara tak
terduga. Misalnya seluruh kelas dapat bersekongkol untuk mengakui kelas lain
dengan cara memasang poster positif (atau surat) misterius yang bertuliskan
hal-hal seperti “Kelas VI hebat lho!” atau “Selsangat Menempuh Ujian hari
Ini!”.
h.
Kejutan
Kejutan harus terjadi secara acak.
Kejutan bukan merupakan hadiah yang diharapkan oleh siswa. Jadikan kejutan
tetap sebagai kejutan!.
i.
Pengakuan
Kekuatan
Lakukan jika menginginkan orang mendapatkan pengakuan,
setelah mereka saling mengenal dengan baik. Cara melakukan adalah atur siswa
untuk duduk membentuk tapak kuda, dengan satu kursi (kursi jempol) di bagian
terbuka tapal. Setiap orang bergiliran menduduki kursi jempol. Siswa pada kursi
jempol tersebut duduk diam sambil mendengarkan dan memperhatikan. Setiap siswa
dalam tapal mengakui kekuatan istimewa atau sifat-sifat baik dari siswa yang
duduk di kursi jempol. Guru dapat memberikan contoh hingga murid-murid tahu
cara melanjutkannya.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kesenangan peserta didik
sangat diperhatikan baik dari cara memberikan penguatan ataupun dari bentuk
variasi lingkungan belajar.
e. Kelebihan dan Kelemahan Quantum
Learning dalam pembelajaran
Sudah
dipahami bahwa tidak ada metode mengajar yang terbaik atau lebih unggul dari metode-metode
mengajar lainnya. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain : faktor
tujuan, bahan pelajaran, kemampuan guru, karakteristik siswa, situasi, dan
kondisi lingkungan belajar dan sebagainya.
Hal ini
semua dikemukakan oleh Ali Pandie (1984: 72) bahwa: “Tidak jarang terjadi
metode yang sama secara efektif dan efisien dilakukan oleh guru yang satu,
tetapi gagal ditangan guru yang lain. Karena itu kebaikan dan kelemahan
masing-masing metode itu sendiri relatif sifatnya”.
Adapun
kelemahan dan kelebihan Quantum Learning seperti yang dikemukakan oleh
Chaerunnisa (Sahtiani, 2005: 30) sebagai berikut :
Kelebihan :
1.
Metode
ini dapat mengembangkan aktivitas siswa,
2.
Metode
ini dapat meningkatkan motivasi belajar siswa,
3.
Metode
ini dapat meningkatkan nilai belajar siswa,
4.
Metode
ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri,
5.
Metode
ini dapat meningkatkan rasa ingin tahu,
6.
Metode
ini dapat meningkatkan kenerja otak,
7.
Melatih
siswa berpikir secara efektif untuk mengubah diskusi dalam kelas,
8.
Metode
ini dapat mengembangkan kemandirian siswa yang diperlukan dalam kehidupan
kelak,
9.
Metode
ini dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa.
Dari
rincian penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Quantum Learning
diberikan oleh guru kepada siswa, dapat melatih siswa untuk diskusi sama
temanya baik di sekolah maupun di rumah sehingga materi pelajaran yang telah
disampaikan oleh guru dapat diingat kembali dengan melakukan diskusi dengan
temanya.
Kelemahannya :
1.
Siswa
sulit dikontrol, apakah benar siswa belajar atau tidak,
2.
Sering
menerapkan Quantum Learning dapat menimbulkan kebosanan siswa.
2.
Pembelajaran
Berbasis Lingkungan
Secara fisiologis, lingkungan meliputi segala kondisi dan
materiil jasmaniah di dalam tubuh, seperti gizi, vitamin, air, zat asam, suhu,
sistim syaraf, peredaran darah, pernafasan, pencernaan makanan,
kelenjar-kelenjar indoktrin, sel-sel pertumbuhan dan kesehatan jasmani. Secara
psikologis, lingkungan mencakup segala stimulasi yang diterima oleh individu
sejak dalam konsesi, kelahiran, sampai matinya. Stimulasi itu misalnya berupa:
Sifat-sifat genes, interaksi genes, selera, keinginan, perasaan, tujuan-tujuan,
minat, kebutuhan, kemauan, emosi, kapasitas intelektual. Sedangkan secara
sosio-kultural, lingkungan mencakup segenap stimulasi interaksi dan kondisi
eksternal dalam hubungan dengan perlakuan ataupun karya orang lain. Pola hidup
berkeluarga, pergaulan kelompok, pola hidup masyarakat, latihan, belajar,
pendidikan pengajaran, bimbingan dan penyuluhan, adalah termasuk sebagai
lingkungan (Wasty, 2003:84-85).
J.J. Rousseau dengan teorinya kembali ke alam menunjukkan
betapa pentingnya pengaruh alam terhadap perkembangan anak didik. Karena itu
pendidikan harus dilakukan di lingkungan alam yang bersih, tenang, suasana
menyenangkan dan segar. Sehingga sang anak tumbuh sebagai menusia yang baik.
Jan Ligthart terkenal dengan Pengajaran alam sekitar. Menurut tokoh ini
pendidikan sebaiknya disesuaikan dengan keadaan alam sekitar. Alam sekitar (millieu)
adalah segala sesuatu yang ada di sekitar kita (Oemar Hamalik, 2003:193).
Pengajaran berdasarkan alam sekitar akan membantu anak didik
untuk menyesuaikan dirinya dengan keadaan sekitarnya. Ovide Decroly dikenal
dengan teorinya, bahwa sekolah adalah dari kehidupan dan untuk kehidupan (Ecole
pour la vie par lavie). Dikemukakan bahwa bawalah kehidupan ke dalam
sekolah agar kelak anak didik dapat hidup di masyarakat.
Pandangan ketiga tokoh pendidikan tersebut sedikit banyak
menggambarkan bahwa lingkungan merupakan dasar pendidikan/ pengajaran yang
penting, bahkan dengan desain ini dapat dikembangkan suatu model persekolahan
yang berorientasi pada lingkungan masyarakat.
Ada dua istilah yang sangat erat kaitannya, tetapi berbeda
secara gradual, ialah alam sekitar dan lingkungan. Alam sekitar mencakup segala
hal yang ada di sekitar kita, baik yang jauh maupun yang dekat letaknya, baik
yang masa silam maupun yang akan datang, tidak terikat pada waktu dan tempat.
Lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna dan/atau
pengaruh tertentu kepada individu.
Lingkungan (environment) sebagai dasar pengajaran
adalah faktor kondisional yang mempengaruhi tingkah laku individu dan merupakan
faktor belajar yang penting. Lingkungan belajar/ pembelajaran/ pendidikan
terdiri dari berikut ini:
1.
Lingkungan
sosial adalah masyarakat, baik kelompok besar ataupun kecil
2.
Lingkungan
personal meliputi individu-individu sebagai suatu pribadi berpengaruh terhadap
individu pribadi lainnya
3.
Lingkungan
alam (fisik) meliputi semua sumber daya alam yang dapat diberdayakan sebagai
sumber belajar
4.
Lingkungan
kultural, mencakup hasil budaya dan teknologi yang dapat dijadikan sebagai
sumber belajar, dan dapat dijadikan faktor pendukung pengajaran (Oemar Hamalik,
2003 : 194-195).
3. Menulis
a.
Pengertian
Menulis
Menulis
merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang memegang peran penting dalam
proses komunikasi yang lebih efektif. Menulis seperti halnya keterampilan
berrbicara, merupakan salah satu keterampilan yang produktif. Artinya, menulis
merupakan salah satu kegiatan yang menghasilkan atau menulis merupakan kegiatan
yang aktif menghasilkan tulisan. Disamping itu, menulis juga merupakan kegiatan
yang ekspresif karena dengan menulis seseorang dapat mengungkapkan gagasan,
maksud, pikiran, ataupun pesan yang dimiliki kepada orang lain.
Taringan
(1994) menyatakan menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan
ekspresif. Selain itu, beliau juga menyatakan bahwa melalui kegiatan menulis,
gagasan dapat dikembangkan. Ini berarti menulis merupakan suatu kegiatan yang
dapat membantu dalam mengembangkan gagasan-gagasan yang dimiliki. Dengan kata
lain, melalui kegiatan menulis, gagasan-gagasan yang dimiliki dapat
diorganisasikan dan disampaikan secara tersurat kepada orang lain.
Selanjutnya,
Semi (1990) menyatakan menulis itu merupakan salah satu keterampilan berbahasa,
merupakan kegiatan perekaman bahasa lisan ke dalam bentuk bahasa tulis. Pada
hakikatnya, menulis sama dengan berbicara karena materi yang digunakan sama,
yaitu kata dan kalimat sehingga wajarlah dikatakan bahwa menulis ialah upaya
memindahkan bahasa lisan ke dalam wujud tertulis. Hanya saja dalam kegiatan
menulis, diperlukan pengetahuan tentang ejaan dan tanda baca.
Depdikbud
mengemukakan, keterampilan menulis merupakan keterampilan tertinggi dalam bahasa
Indonesia. Gagne menyatakan bahwa menulis sebagai kegiatan tertinggi karena
keterampilan menulis merupakan keterampilan kognitif (memahami, megetahui,
mempersepsi) yang kompleks yang menghendaki strategi kognitif yang tepat,
keterampilan intelektual, informasi verbal dan motivasi yang tepat.
Dibandingkan dengan ketiga keterampilan yang lain (menyimak, berbicara, dan
membaca), keterampialn menulis lebih sulit karena dalam menulis, disamping
pengetahuan tentang kosakata, perlu juga pengetahuan tentang ejaan, tanda baca,
dan kalimat efektif. Atau dengan kata lain, keterampilan menulis ini meliputi
bagaimana cara menuangkan pikiran dalam kalimat dengan menggunakan kata yang
tepat serta penulisan yang sesuai dengan ejaan. Selain itu, dalam kegiatan
menulis dituntut adanya pengethauan dan pemahaman mengenai topik yang akan
ditulis dan bagaimana cara yang baik dalam menuangkannya ke dalam bentuk
tulisan.
Arini,dkk;
(2007:183) menyatakan bahwa “menulis sebagai proses berfikir mengandung makna
bahwa sebelum, saat, atau setelah menuangkan gagasan dan perasaan secara
tertulis diperlukan keterlibatan proses berfikir. Melalui proses berfikir,
gagasan yang dituangkan ke dalam kalimat/paragraf dapat dianalisis
kelogisannya”. Dengan demikian, menulis dan proses berfikir berkaitan erat
dalam menghasilkan tulisan yang runtut. Tulisan yang runtut merupakan
manifestasi dari keterlibatan proses berfikir. Proses berfikir sangat
menentukan sebuah tulisan yang berkualitas. Pada saat menulis, siswa dituntut
berfiikir untuk menuangkan gagasannya secara tertulis berdasarkan skema,
pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki. Dalam proses tersebut, kesungguhan
menyusun, menata, serta mempertimbangkan secara kritis dan menata ulang gagasan
yang dicurahkan. Hal tersebut diperlukan agar tulisan yang dihasilkan dapat
dipahami dengan baik oleh orang lain.
Berdasarkkan
pandangan dan pemaparan mengenai pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang paling kompleks
yang bersifat produktif dan ekspresif yang dapat menghasilkan gagasan yang
tertuang ke dalam bahasa tulis yang diperoleh dari proses berfikir. Untuk dapat
menghasilkan tulisan, diperlukan keterampilan kognitif berupa pengetahuan,
pemahaman, dan apersepsi penulis mengenai apa yang akan ditulis, yang tentu
saja melibatkan unsur pikiran.
b.
Jenis tulisan
Ragam tulisan dapat didasarkan pada isi tulisan, isi
tulisan mempengaruhi jenis informasi, pengorganisasian dan tata sajian tulisan.
Berdasarkan ragam tersebut tata tulisan dibedakan menjadi empat : deskripsi,
eksposisi, argumentasi, narasi (Syafi’ie,1990: 151), sedangkan menurut
Keraf(1989: 6) ragam tulisan didasarkan pada tujuan umum, berdasarkan hal
tersebut menulis dapat dibedakan menjadi lima : Deskripsi, eksposisi, argumentasi,
narasi, persuasi.
1. Deskripsi
(perian)
Kata
deskripsi berasal dari bahasa latin describere yang berarti menggambarkan atau
memerikan sesuatu hal. Dari segi istilah,deskripsi adalah suatu bentuk karangan
yanng melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga pembaca
dapat mencitrai (melihat,mendengar,mencim dan merasakan) apa yang dilukiskan
itu sesuai dengan citra penulisannya.
2. Eksposisi
(paparan)
Eksposisi
berasal dari kata exposition yang berarti membuka.dapat pula diartikan sebagai
tulisan yang bertujuan untuk memberitahu, mengupas, menguraikan, atau
menerangkan sesuatu.
3. Argumentasi
(bahasan)
Argumentasi
adalah karangan yang terdiri atas paparan alasan dan penyintesisan pendapat
untuk membangun suatu kesimpulan. Karangan ini ditulis dengan maksud untuk
memberikan alasan, memperkuat atau menolak sesuatu pendapat, pendirian,
gagasan.
4. Narasi
(kisahan)
Narasi
atau naratif adalah tulisan berbentuk karangan yang menyajikan serangkaian
peristiwa atau kejadian menurut urutan terjadinya (kronologis) dengan maksud
memberi makna kepada sebuah atau rentetan kejadian sehingga pembaca dapat
memetik hikmah dari cerita itu.
5. Persuasi
Tulisan yang bermaksud mempengaruhi orang lain dalam persuasi selain logika perasaan juga memegang peranan penting.
Tulisan yang bermaksud mempengaruhi orang lain dalam persuasi selain logika perasaan juga memegang peranan penting.
4.
Karangan
Narasi
a. Pengertian
Karangan Narasi
Istilah
narasi atau sering disebut juga naratif berasal dari bahasa Inggris narration
(cerita) dan narrative (yang menceritakan). Narasi adalah salah satu jenis
pengembangan paragraf dalam sebuah tulisan yang rangkaian peristiwa dari waktu ke waktu dijabarkan
dengan urutan awal, tengah, dan akhir. Namun ada juga yang berpendapat bahwa
secara sederhana, narasi dikenal sebagai cerita. Pada narasi terdapat peristiwa
atau kejadian dalam satu urutan waktu.
Karangan
narasi adalah karangan yang menyajikan serangkaian peristiwa yang biasanya
disusun menurut urutan waktu. Yang termasuk narasi ialah
cerpen, novel, roman, kisah perjalanan,
biografi, otobiografi.
b. Ciri-ciri
Karangan Narasi
a. Menyajikan serangkaian berita atau
peristiwa
b. Disajikan dalam urutan waktu serta
kejadian yang menunjukkan peristiwa awal sampai
akhir
c. Menampilkan pelaku peristiwa atau
kejadian
d. Latar (setting) digambarkan secara
hidup dan terperinci
Narasi dibangun oleh sebuah alur cerita.
Alur ini tidak akan menarik jika tidak ada konflik. Selain alur cerita, konflik
dan susunan kronlogis, ciri-ciri narasi lebih lengkap sebagai berikut:
a. Berupa cerita pengalaman atau
peristiwa penulis.
b. Untuk karangan narasi yang nonfiksi
cerita yang yang disampaikan harus benar-benar terjadi, sedangkan unuk karangan
narasi yang fiksi bersifat imajinasi.
c. Berdasarkan konflik, karena tanpa
konflik narasi tidak akan menarik
d. Memiliki nilai estetika
e. Menekankan susunan secara kronologi.
Contoh
karangan narasi:
Minggu,
23 April, Pukul 08.00 pagi, peserta perjalanan ”Susur Sungai Cikapundung” sudah
mulai berkumpul di sekretariat KMPA di Sunken Court W–03. Satu jam kemudian,
rombongan berangkat menuju Curug Dago, dengan sedikit naik ke arah hulu di mana
perjalanan itu dimulai. Tanpa ragu, peserta mulai menyusuri Cikapundung
meskipun ketinggian air hampir mencapai sebatas pinggang. Ketinggian air pun
meningkat sekitar 50 cm setelah hujan deras mengguyur Bandung hampir sehari
penuh kemarin, Sabtu 22 April 2006. Hari tersebut bertepatan dengan Hari Bumi. Derasnya
air Sungai Cikapundung tidak mengecilkan hati para peserta yang mengikuti acara
”Susur Sungai Cikapundung”. Acara ”Susur Sungai Cikapundung” ini
merupakan salah satu acara dari serangkaian kegiatan Pekan Hari Bumi se–ITB
yang diadakan oleh Unit Kegiatan KMPA (Keluarga Mahasiswa Pecinta Alam) yang bekerja
sama dengan PSIK (Perkumpulan Studi Ilmu Masyarakat). Acara ”Susur Sungai
Cikapundung” ini diikuti oleh 24 orang yang terdiri atas berbagai unit
kegiatan ITB seperti PSIK, KMPA, Teknik Pertambangan, Nymphea, Planologi
dan 3 orang pelajar dari SMP al-Huda dan satu pelajar dari SMK Dago. (Somad,
2007).
c. Macam-macam
Narasi
Berdasarkan
jenisnya narasi terbagi menjadi:
1.
Narasi Ekspositorik atau informatif
Narasi ekspositorik adalah narasi
yang memiliki sasaran penyampaian informasi secara tepat tentang suatu
peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan orang tentang kisah seseorang.
Dalam narasi ekspositorik, penulis menceritakan suatu peristiwa berdasarkan
data yang sebenarnya. Pelaku yang ditonjolkan biasanya, satu orang. Pelaku
diceritakan mulai dari kecil sampai saat ini atau sampai terakhir dalam
kehidupannya. Karangan narasi ini diwarnai oleh eksposisi, maka ketentuan
eksposisi juga berlaku pada penulisan narasi ekspositprik. Ketentuan ini
berkaitan dengan penggunaan bahasa yang logis, berdasarkan fakta yang ada,
tidak memasukan unsursugestif atau bersifat objektif. Paragraf Narasi
Espositoris disebut juga narasi teknis adalah karangan yang mencoba menyajikan
sebuah peristiwa kepada pembaca apa adanya.
Contoh paragraph narasi
ekspositorik, sebagai berikut:
Aku berjalan menuju halaman
rumah-rumah yang sunyi. Aku terus berjalan di kota kecil yang sunyi, hingga
kutemukan patung sepeda-sepedaan di tengah taman. Ada seorang gadis berbaju
hijau mengintipku dari balik rerimbun daun. Aku mengejarnya. Lantas, ia
berhenti di salah satu sudut taman. Kami berpandang-pandangan sebelum aku tahu
ia benar-benar hilang. Bolak-balik aku mencoba untuk mencarinya. Sebelum aku
benar-benar menemukannya, dering jam weker cukup mengejutkanku. Cahaya matahari
sudah menerobos masuk jendela kamarku.
2.
Narasi artistik atau sugestif
Narasi
sugestif adalah narasi yang berusaha untuk memberikan suatu maksud tertentu,
menyampaikan suatu amanat terselubung kepada para pembaca atau pendengar
sehingga tampak seolah-olah melihat. Ketentuan ini berkaitan dengan penggunaan
bahasa yang logis, berdasarkan fakta yang ada, tidak memasukan unsur sugestif
atau bersifat objektif.
Contoh
paragaraf narasi artistik, sebagai berikut:
Sehabis
menimang buah hatinya, Ibu menggelar tikar di halaman pinggiran rumah yang
sempit itu, kemudian merebahkan badannya tanpa bantal dan selimut, menengadah
ke langit. Di langit, bulan yang masih jauh dari purnama itu seperti sabit yang
kehilangan tangkainya. Dia berjalan melawan gumpalan-gumpalan awan. Siapa yang
berjalan, pikirnya. Bulan atau awan? Tiba-tiba angin sejuk mendesir dan hawa
yang sejak siang agak gerah menekan jadi lumayan enaknya. Ibu menguap, dan ia
pun terlelap.
Pembagian narasi berdasarkan materi
pengembangannya, paragraph narasi terbagi menjadi:
1. Narasi Fiksi
Narasi fiksi
adalah narasi yang mengisahkan peristiwa-peristiwa imajinatif.
Narasi fiksi disebut juga narasi sugestif. Contohnya : novel dan cerpen.
Narasi fiksi disebut juga narasi sugestif. Contohnya : novel dan cerpen.
Ciri-ciri paragraf narasi fiksi sendiri adalah:
a. Menyampaikan makna atau amanat
secara tersirat sebagai sarana rekreasi rohaniah.
b. Menggugah imajinasi.
c. Penalaran difungsikan sebagai alat
pengungkap makna, kalau perlu dapat diabaikan.
d. Bahasa cenderung figuratif dan
menitikberatkan penggunaan konotasi.
2. Narasi Nonfiksi
Narasi nonfiksi
adalah narasi yang mengisahkan peristiwa-peristiwa faktual, suatu
yang ada dan benar-benar terjadi. Narasi ini disebut juga narasi ekspositori.
Contoh dari narasi nonfiksi adalah biografi, laporan perjalanan, autobiografi
dan kisah pengalaman.
Ciri-ciri narasi nonfiksi adalah:
a) Menyampaikan informasi yang menambah
pengatahuan pembaca.
b) Penalaran digunakan sebagai sarana
untuk mencapai kesepakatan rasional.
c) Bahasanya cenderung informatif dan
lebih menitikberatkan pada makan denotasi.
d. Langkah-langkah
menulis karangan Narasi
Langkah
menyusun narasi (terutama yang berbentuk fiksi) cenderung dilakukan melalui
proses kreatif, dimulai dengan mencari, menemukan, dan menggali ide. Oleh karena itu, cerita dirangkai
dengan menggunakan "rumus" 5 W + 1 H, yang dapat disingkat menjadi
adik simba.
1. (What) Apa yang akan diceritakan,
2. (Where) Di mana setign/ lokasi cerita,
3. (When) Kapan peristiwa itu terjadi,
4. (Who) Siapa pelaku daalm cerita
tersebut,
5. (Why) Mengapa peristiwa tersebut
dapat terjadi,
6. (How) Bagaimana cerita itu
dipaparkan.
Namun lebih
lengkapnya lagi, langkah-langkah dalam menyusun paragraph narasi adalah sebagi
berikut:
1. Tentukan dulu tema dan amanat yang
akan disampaikan
2. Tetapkan sasaran pembaca,
3. Rancang peristiwa-peristiwa utama
yang akan ditampilkan dalam bentuk skema alur
4. Bagi peristiwa utama ke dalam bagian
awal, perkembangan dan akhir cerita,
5. Rincian peristiwa-peristiwa utama ke
dalam detail-detail peristiwa sebagai pendukung cerita,
6. Susun tokoh dan perwatakan, latar
dan sudut pandang.
B.
Kerangka
Pikir
Pembelajaran
bahasa Indonesia memiliki empat aspek keterampilan, yakni (1) keterampilan
menyimak, (2) keterampilan berbicara, (3) keterampilan membaca, dan
keterampilan menulis. Keterampilan menulis merupakan
proses belajar yang memerlukan ketekunan berlatih, semakin rajin berlatih akan
semakin terampil dalam menulis. Untuk itu, keterampilan menulis siswa perlu
dikembangkan. Salah satu kegiatan pembelajaran menulis yang dikembangkan adalah
keterampilan menulis karangan narasi.
Keterampilan menulis karangan narasi sangat penting bagi siswa
sebab melalui keterampilan tersebut, dapat mendorong siswa untuk
berpikir secara kritis. Pembelajaran
Quantum Learning merupakan salah satu tip pembelajaran yang diharapkan
akan menjadi model pembelajaran yang dapat menggugat minat, perasaan dan pola
pikir krisis bagi siswa dalam hal penguasaan konsep menulis karangan narasi.
Pada penelitian ini, peneliti
menerapkan model pembelajarn Quantum
Learning berbasis lingkungan sekolah pada kelas eksperimen dan menggunakan
model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Keduanya diterapkan pretes
dan postes sebelum dan sesudah perlakuan. Selanjutnya hasil dari postes
dianalisis maka diperoleh temuan pengaruh model pembelajaran Quantum Learning berbasis lingkungan
sekolah dalam meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi pada siswa.
Pembelajaran Bahasa Indonesia
|
Keterampilan
Menyimak
|
Keterampilan
Berbicara
|
Keterampilan
Membaca
|
Keterampilan
Menulis
|
Menulis
Karangan
Narasi
|
Kelas Eksperimen
|
Kelas Kontrol
|
Pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran Quantum Learning
berbasis lingkungan sekolah
|
Pembelajaran dengan
model konvensional
|
Pretes
|
Pretes
|
Postes
|
Postes
|
Analisis hasil postes
kedua kelas
|
Temuan
|
C.
Hipotesis
Berdasarkan
deskripsi teori dan kerangka piker yang telah dijabarkan tersebut, dapat
diajukan hipotesis sebagai berikut.
1.
Ada pengaruh model pembelajaran Quantum Learning berbasis lingkungan
terhadap kemampuan menulis karangan narasi siswa kelas X SMA Negeri 1
Marioriwawo.
2.
Ada pengaruh yang signifikan dari
penggunaan model pembelajaran Quantum
Learning terhadap
kemampuan menulis teks eksposisi dibandingkan sebelum diterapkan model
pembelajaran Quantum Learning.
D.
Kriteria
Pengujian Hipotesis
Rumusan
hipotesis diuji dengan menggunakan criteria pengujian hipotesis sebagai
berikut.
1.
Hipotesis alternative (H1)
diterima Apabila t hitung lebih besar atau sama dengan t table (th>_t1).
2.
Hipotesis alternatif (H1)
ditolak Apabila nilai t hitung lebih kecil atau sama dengan nilai tabel (tt<_th).
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian
Berdasarkan rancangan penelitiannya, maka penelitian
ini merupakan jenis penelitian eksperimental semu (quasi experimental research). Ciri utama dari penelitian
eksperimental semu ini adalah kemungkinan untuk mengontrol semua variabel yang
relevan. Dengan menggunakan metode eksperimental semu dapat diungkapkan
perbedaan hasil menulis narasi siswa yang merupakan akibat dari adanya
perbedaan metode mengajar.
B.
Variabel
Penelitian
Adapun
variabel penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu :
a. Variabel
X, pengaruh model pembelajaran kuantum (quantum
learning)
b. Variabel
Y, hasil pembelajaran menulis paragraf narasi dengan menggunakan model
pembelajaran kuantum (quantum learning) siswa kelas X SMA Negeri 1 Marioriwawo.
C.
Definisi
Operasional Variabel
Definisi
operasional variabel dimaksudkan untuk menghindari salah penafsiran variabel
dalam penelitian ini. Oleh sebab itu, peneliti memperjelas variabel penelitian
yang dimaksud dalam penelitian ini.
Pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran kuantum (quantum learning) adalah kiat, petunjuk, strategi
dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat,
serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat.
Hasil pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kuantum (quantum learning) adalah
hasil yang dicapai siswa pada pembelajaran menggunakan model pembelajaran kuantum (quantum learning) setelah
dilakukan evaluasi (postes). Sedangkan hasil pembelajaran dengan tidak
menggunakan model pembelajaran kuantum (quantum learning) setelah
dilakukan evaluasi (postes)
D.
Desain
Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
eksperimen karena dalam penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan adanya
pengaruh dari penerapan model pembelajaran Quantum Learning terhadap
peningkatan kemampuan menulis karangan narasi siswa jika dibandingkan dengan
pembelajaran yang menggunakan model konvensional atau tidak menggunakan model
pembelajaran sama sekali. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Suharsimi
Arikunto (2005 : 272) bahwa penelitian eksperimen merupakan penelitian yang
dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari “sesuatu” yang dikenalkan
pada subjek selidik.
Metode eksperimen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah desain eksperimen quasi
experimental design (eksperimen semu) menggunakan Control Group Pretest-Postest Design yang dapat dilihat di Tabel 3.1
berikut :
Kelompok
|
Prestest
|
Variable
|
postest
|
Eksperimen
Kontrol
|
T1
T1
|
X1
X0
|
T2
T2
|
Keterangan :
T1 :
pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
T2 :
postest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
X1 :
pembelajaran dengan model Quantum
Learning
X2 :
pembelajaran dengan model konvensional (ceramah)
Dalam penelitian ini, kelompok eksperimen adalah
siswa kelas X1 SMA Negeri 1 Marioriwawo, sedangkan kelompok kontrol
adalah siswa kelas X2. Pada kelompok eksperimen, pembelajaran
dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Learning.
Penelitian ini direncanakan dua kali pertemuan di
setiap kelompok. Langkah kegiatannya meliputi prestest, perlakuan (pembelajaran
menulis dengan model Quantum Learning dan model selain Quantum Learning,
misalnya ceramah), kemudian diakhiri dengan posttest. Secara detail, rencana
penelititan dapat dilihat dalam gambar di bawah ini :
Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Pretest
|
Pretest
|
Pembelajaran
dengan model Quantum Learning
|
Pembelajaran
dengan model konvensional
|
posttest
|
Analisis
hasil posttest kedua kelompok
|
posttest
|
Gambar
4. Kerangka penelitian
E.
Populasi
dan Sampel
1.
Populasi
Populasi
adalah gabungan dari seluruh elemen yang berbentuk peristiwa, hal atau orang
yang memiliki karakteristik yang serupa yang menjadi pusat perhatian seorang
peneliti karena itu dipandang sebagai sebuah semesta penelitian (Ferdinand, 2006). Adapaun populasi pada
penelitian ini yaitu keseluruhan siswa kelas X SMA Negeri 1 Marioriwawo yang
berjumlah 115 siswa yang tersebar ke dalam 3 kelas, yaitu kelas X1
sampai X3
Tabel 3.2 Sebaran Siswa Tiap-tiap Kelas
No
|
Kelas
|
Jumlah
|
Total
|
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
|||
1.
|
X1
|
16
Siswa
|
24
Siswa
|
40
Siswa
|
2.
|
X2
|
10
Siswa
|
30
Siswa
|
40
Siswa
|
3.
|
X3
|
20
Siswa
|
15
Siswa
|
35
Siswa
|
2.
Sampel
Teknik pengambilan sampel penelitian ini
dilakukan dengan random sample yaitu dengan mengambil sampel siswa kelas yang
terpilih sebanyak dua kelas secara acak dari tiga kelas yang ada, siswa kelas
yang terpilih adalah siswa kelas X1 dan X2. Untuk uji
coba instrumen dipilih kelas X3 untuk melihat karakteristik tes.
Pemilihan sampel secara acak dapat
dilakukan karena menurut informasi dari kepala sekolah pendistribusian siswa
disetiap kelas dilakukan secara merata yaitu, siswa yang berkemampuan tinggi,
sedang, dan rendah disebar secara merata disetiap kelas, untuk kebutuhan
instrument dipilih kelas, untuk kebutuhan instrument dipilih 1 kelas, untuk melihat
reabilitas dan validitas soal.
F.
Instrumen
Penelitian
Instrumen utama
penelitian ini adalah peneliti sendiri. Kehadiran peneliti dalam setiap
pemberian perlakuan dan interaksi antara peneliti, guru, dan siswa sangat
penting dan menjadi kunci diperolehnya data yang valid dan akurat.
Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan
informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang ingin dikaji melalui penelitian,
maka dibuatlah seperangkat instrumen yang meliputi instrumen tes maupun
non-tes. Adapun penjelasan mengenai instrumen yang digunakan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Instrumen Non-Tes
a. Angket
Angket adalah seperangkat pertanyaan
atau pernyataan yang harus dijawab atau dilengkapi oleh responden melalui
sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan untuk mengukur motivasi siswa.
b. Jurnal
Jurnal adalah sebuah tulisan
berupa karangan siswa mengenai kesan, pesan, atau aspirasinya terhadap
pembelajaran yang dilakukan. Jurnal digunakan untuk mengetahui respons siswa
terhadap pembelajaran melalui metode Quantum Learning dan sebagai
masukan untuk pembelajaran berikutnya.
c. Lembar observasi
Lembar observasi merupakan lembar yang berisi daftar aspek-aspek pokok mengenai
pengamatan terhadap siswa, dan proses pembelajaran. Lembar observasi ini
bermanfaat untuk mengetahui hal-hal yang tidak dapat diamati langsung oleh
peneliti selama proses pembelajaran melalui model pembelajaran Quantum Learning
berbasis lingkungan sekolah.
Selain itu, lembar observasi ini juga digunakan untuk mengukur apakah
pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan tahapan-tahapan pada
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Quantum Learning.
2. Instrumen Tes
Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pretes dan postes mengenai kemampuan menulis karangan narasis siswa.
Pretes diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol di awal penelitian
untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam menulis karangan narasi. Sedangkan
postes diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol di akhir penelitian
untuk mengetahui kemampuan menulis karangan siswa dari kedua kelas setelah
mendapat perlakuan. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes
membuat karangan narasi. Sehingga dari hasil tes ini dapat dilihat apakah
indikator-indikator kemampuan menulis karangan narasi sudah dikuasai oleh siswa
atau belum.
G.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data
adalah cara yang dilakukan dalam mengumpulkan data yang berhubungan dengan
penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah observasi dan teknik tes.
1.
Nontes
Instrumen
nontes yang digunakan untuk mengumpulkan data kualitatif dengan menggunakan
lembar observasi dalam mengamati kreativitas siswa dan aktivitas siswa pada
saat kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan menerapkan model pembelajaran
Quantum Learning berbasis
lingkungan sekolah.
2. Tes
Instrumen tes digunakan untuk mengetahui data tentang hasil menulis
karangan narasis siswa. Teknik tes dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan instrumen tes tertulis yang berbentuk tes menulis karangan narasi.
Waktu yang digunakan untuk
mengumpulkan data adalah lima kali pertemuan dengan 2 x 45 menit pada setiap
pertemuan. Waktu pertemuan sudah mencakup pretes, perlakuan, dan postes.
Hasil tulisan peserta didik
diperiksa oleh dua orang. Pemeriksa dipilih berdasarkan latar belakang
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan peneliti serta memiliki pengalaman dan
kemampuan dalam menulis khususnya menulis karangan narasi.
H.
Teknik
Analisis Data
Dalam penelitian ini, data
yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan teknik statistik deskriptif
dan analisis statistika inferensial. Adapun prosedur pengolahan data yang
digunakan adalah:
1.
Analisis
Statistik Deskriptif
Menurut Sugiyono (2013: 207),
statistik deskriptif adalah yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya
tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.
a.
Analisis frekuensi
Analisis frekuensi digunakan
untuk mengetahui seberapa banyak peserta didik yang memperoleh nilai tertentu.
Analisis frekuensi ini digunakan pada setiap tes, baik pada tes awal maupun
pada tes akhir pada setiap kelas (kelas kontrol dan kelas eksperimen). Sebelum
melakukan analisis frekuensi sebaiknya terlebih dahulu dibuat tabulasi skor
peserta didik sebagai pedoman untuk membuat analisis frekuensi.
b.
Analisis persentase
Analisis persentase digunakan
untuk mengetahui gambaran atau deskripsi masing-masing nilai tugas menulis
karangan narasi pada pretes (tes awal) pada setiap kelas yaitu kelas kontrol
dan kelas eksperimen dan nilai tugas menulis karangan narasi dengan model
pembelajaran Quantum Learning pada
kelas eksperimen dan pembelajaran menulis karangan narasi pada kelas kontrol
yang menggunakan metode ceramah dan penugasan. Nilai tersebut kemudian
dijadikan acuan untuk menentukan persentase
dan kategori keberhasilan peserta didik dalam menulis karangan narasi.
Adapun pedoman persentase dan kategorisasi nilai peserta didik dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel Kategori Prestasi
Peserta Didik
Interval
|
Kategori
|
90-100
|
Sangat Tinggi
|
80-89
|
Tinggi
|
65-79
|
Sedang
|
55-64
|
Rendah
|
0-54
|
Sangat Rendah
|
Berdasarkan pada pedoman
tersebut, selanjutnya ditetapkan kelas interval untuk frekuensi masing-masing
kelas. Setelah diperoleh interval kelas dapat diketahui kategori model
pembelajaran Quantum Learning dan
kategori model pembelajaran konvensional pada kelas X SMA Negeri 1 Marioriwawo
dengan melihat tabel frekuensi total skor tugas menulis peserta didik.
Prosedur selanjutnya
menghitung frekuensi sampel pada setiap kategori dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
% : Persentase
f : Frekuensi dalam satu kategori
N : Jumlah keseluruhan kasus dalam distribusi
c.
Analisis rerata
Teknik ini digunakan dengan tujuan untuk
mengetahui peringkat skor rerata untuk masing-masing variabel penelitian.
Keterangan:
X :
Skor rerata
x :
Jumlah skor butir
N :
Jumlah sampel
2.
Analisis
Statistika Inferensial
Analisis statistik
inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian dengan menggunakan
uji-t. namun, sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan
uji normalitas dan homogenitas.
Pengujian normalitas yang
digunakan adalah kolmogorov-smirnov
untuk mengetahui apakah data yang mengikuti populasi berdistribusi normal.
Kriteria yang digunakan adalah data hasil belajar dikatakan mengikuti populasi
yang berdistribusi normal jika nilai p-value>α=0,05.
Sementara untuk pengujian homogenitasnya digunakan test of homogeneity of variance yang bertujuan untuk mengetahui
apakah variansi kedua data homogen. Data hasil belajar yang diperoleh dikatakan
homogeny jika p-value>α=0,05.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
S. 2009. Prosedur Penelitian:Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Margono, Metodologi Penelitian
Pendidikan.( Jakarta: Rineka Cipta, 2007) cet ke.6, h.234
Muri Yusuf, Metode Penelitian :
Dasar-dasar Penyelidikan Ilmiah, ( Universitas Negeri
Padang ( UNP ), 1997 ), h. 235
Oemar
Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Cet. 2, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2003
Riduwan. 2006. Dasar-dasar
statitiska.bandung: alfabeta
Syamsuddin & Vismaia, Metode
Penelitian Pendidikan Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007) h. 158
Sugiyono, Metode
Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
(Bandung: Alfa Beta, 2009), h.107
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan
(landasan kerja pemimpin pendidikan), Cet. 4, Jakarta : PT. Rhineka Cipta, 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar