Senin, 22 Juni 2015

Pengaruh Model Pembelajaran Quantum Learning Berbasis Lingkungan



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Menulis berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan ide, pikiran, pengetahuan, ilmu dan pengalaman-pengalaman hidupnya dalam bahasa tulis yang runtut sehingga mudah dipahami oleh orang lain.
Di dalam dunia pendidikan menulis mempunyai arti yang sangat penting. Siswa yang sering menulis akan menjadi terampil dan terarah kemampuan berekspresinya sehingga secara tidak langsung akan mempertajam kemampuan berpikir. Menulis merupakan kemampuan menggunakan bahasa tulis. Keterampilan menulis merupakan proses belajar yang memerlukan ketekunan berlatih, semakin rajin berlatih akan semakin terampil dalam menulis. Untuk itu, keterampilan menulis siswa perlu dikembangkan. Salah satu kegiatan pembelajaran menulis yang dikembangkan adalah keterampilan menulis karangan narasi.
Keterampilan menulis karangan narasi sangat penting bagi siswa sebab melalui keterampilan tersebut, siswa dapat menceritakan dapat mendorong siswa untuk berpikir secara kritis, juga dapat memudahkan merasakan dan menikmati hubungan-hubungan, memperdalam daya tanggap atau persepsi, memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, menyusun urutan pengalaman. Tidak jarang dengan kegiatan menulis, seorang siswa menemukan apa yang sebenarnya ia pikirkan dan rasakan mengenai orang-orang, gagasan-gagasan, masalah-masalah, dan kejadian-kejadian.
Berdasarkan pengamatan, pembelajaran menulis karangan narasi oleh siswa pada kelas X SMA Negeri 1 Marioriwawo masih mengalami berbagai masalah, masih banyak siswa yang belum mampu menulis dengan baik. Keadaan ini dapat ditemukan, misalnya, dalam hasil tulisan/karangan siswa.
Berdasarkan pengamatan peneliti, dalam hasil tugas-tugas menulis siswa kelas X SMA Negeri 1 Marioriwawo selama ini ternyata masih terdapat banyak kalimat yang digunakan tidak sistematis dan padu. Ketidaksistematisan dan ketidakpaduan itu dapat dilihat dengan tidak sinkronnya antara kalimat utama dan kalimat pendukung serta tidak adanya kesesuaian antara paragraf pertama dan paragraf berikutnya. Selain itu, ide yang ingin disampaikan siswa dalam tulisan pada prinsipnya banyak dan aktual, tetapi karena ketidakmampuan mengolah ide dan tema itu menyebabkan hasil tulisannya kurang maksimal. Ketidakmampuan berpikir yang logis dan sistematis serta ketidakmampuan memadukan ide yang ada, menjadikan hasil karangan siswa menjadi tidak maksimal.
Berdasarkan paparan di atas, dibutuhkan perbaikan dalam pembelajaran menulis yang dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam menulis. Untuk memperbaiki pembelajaran menulis dan meningkatkan keterampilan menulis siswa, peneliti merasa tergugah untuk melakukan penelitian mengenai pembelajaran menulis. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pembelajaran menulis, khususnya menulis karangan narasi melalui model pembelajaran Quantum Learning berbasis lingkungan sekolah.
Penelitian tentang model pembelajaran Quantum Learning telah diteliti oleh banyak orang, diantaranya : Nyimas Lukiawati tentang model pembelajaran menulis karangan deskripsi dengan menggunakan teknik quantum learning di kelas V SD Negeri Rancakole II kecamatan Arjasari kabupaten Bandung yang menunjukkan bahwa hasil pembelajaran menulis karangan deskripsi dengan menggunakan teknik Quantum Learning mengalami peningkatan, Suryati (2012) tentang pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan teknik quantum learning siswa di kelas VII SMP YPI Sukawening Garut yang menunjukkan bahwa teknik Quantum Learning sangat efektif digunakan pada pembelajaran menulis cerpen. Pada penelitian ini, penulis mengkombinasikan model pembelajaran Quantum Learning dengan pembelajaran berbasis lingkungan, dengan harapan akan diperoleh hasil yang lebih maksimal.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu  “Pengaruh Model Pembelajaran Quantum Learning Berbasis Lingkungan dalam Meningkatkan Keterampilan Menulis Karangan Narasi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Marioriwawo”.
C.    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian berdasarkan masalah di atas yaitu “Untuk mendeskripsikan pengaruh penerapan model pembelajaran Quantum Learning berbasis lingkungan dalam meningkatkan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas X SMA Negeri 1 Marioriwawo”
D.    Manfaat Penelitin
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoretis maupun praktis terhadap pembelajaran menulis karangan narasi kepada siswa SMA, khususnya siswa kelas X SMA Negeri 1 Marioriwawo. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.      Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan atau pedoman bagi guru bahasa Indonesia untuk menggunakan model yang tepat dalam pembelajaran menulis karangan narasi, misalnya menggunakan model Quantum Learning
2.      Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut.
a.       Bagi siswa yaitu dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam menulis karangan narasi.
b.      Bagi guru, menjadi bahan informasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan penerapan penggunaan model Quantum Learning pada mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, khususnya pada pembelajaran menulis karangan narasi.
c.       Bagi peneliti, menjadi masukan dalam meneliti dan mengembangkan penelitian lebih lanjut berkenaan dengan penerapan model Quantum Learning dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam membahasa masalah yang diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam melakukan penelitian sebagai salah satu sistem berpikir ilmiah. Sehubungan dengan hal itu maka penulis membahas beberapa teori yang dianggap relevan dan fokus dikaji dalam penelitian ini, antara lain :
A.    Tinjauan Pustaka
1.      Model Pembelajaran Kuantum (Quantum Learning)
a.       Pengertian Model Pembelajaran Kuantum (Quantum Learning)
Pembelajaran kuantum merupakan terjemahan dari bahasa asing yaitu quantum learning. “Quantum Learning  adalah kiat, petunjuk, strategi dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat” (Bobbi DePorter & Mike Hernacki, 2011:16 ). Dengan demikian, pembelajaran kuantum dapat dikatakan sebagai model pembelajaran yang menekankan untuk memberikan manfaat yang bermakna dan juga menekankan pada tingkat kesenangan dari peserta didik atau siswa.
Selanjutnya, Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:30) mengungkapkan mengenai karakterisitik dari pembelajaran kuantum (quantum learning) yaitu sebagai berikut.
1.      Pembelajaran kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika kuantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai.
2.      Pembelajaran kuantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistis-empiris, “hewan-istis”, dan atau nativistis.
3.      Pembelajaran kuantum lebih bersifat konstruktivis(tis), bukan positivistis-empiris, behavioristis, dan atau maturasionistis.
4.      Pembelajaran kuantum berupaya memadukan (mengintegrasikan), menyinergikan, dan mengkolaborasikan faktor potensi diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan (fisik dan mental) sebagai konteks pembelajaran.
5.      Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekadar transaksi makna.
6.      Pembelajaran kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi.
7.      Pembelajaran kuantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat.
8.      Pembelajaran kuantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran.
9.      Pembelajaran kuantum memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran. Konteks pembelajaran meliputi suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang menggairahkan atau mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis.
10.  Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan (dalam) hidup, dan prestasi fisikal atau material.
11.  Pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran.
12.  Pembelajaran kuantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban.
13.  Pembelajaran kuantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran.
b.      Tujuan Pembelajaran Quantum Learning
Tujuan pokok pembelajaran kuantum yaitu meningkatkan partisipasi siswa melalui penggubahan keadaan, meningkatkan motivasi dan minat belajar, meningkatkan daya ingat dan meningkatkan rasa kebersamaan, meningkatkan daya dengar, dan meningkatkan kehalusan perilaku.
Dimensi pengembangan konteks pembelajaran kuantum yaitu suasana belajar yang menyenangkan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis.
Pembelajaran kuantum mengonsep tentang “menata pentas lingkungan belajar yang tepat”, yaitu bagaimana upaya penataan situasi lingkungan belajar yang optimal baik secara fisik maupun mental.
Lingkungan belajar terdiri dari lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro adalah tempat siswa melakukan proses belajar, bekerja, dan berkreasi. Lebih khusus lagi perhatian pada penataan meja, kursi, dan belajar yang teratur. Lingkungan makro yaitu dunia luas, artinya siswa diminta untuk menciptakan kondisi ruang belajar di masyarakat. Mereka diminta berinteraksi sosial ke lingkungan masyarakat yang diminatinya, sehingga kelak dapat berhubungan secara aktif dengan masyarakat.
Pembelajaran quantum sering dijadikan primadona dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Namun, metode pembelajaran kuantum belum tentu cocok digunakan dalam setiap mata pelajaran, tergantung dari materi dan fasilitas yang ada. Dalam mengajar sebaiknya tidak hanya menggunakan satu metode saja, melainkan dapat digunakan beberapa metode, yaitu memilih metode yang cocok untuk digunakan pada materi dan situasi yang bersangkutan. Tidaklah maksimal jika dalam mengajar hanya mendewakan salah satu metode pembelajaran saja. Bagi seorang pengajar, banyak metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran, sehingga keterampilan guru dapat terasah melalui pembelajaran tersebut.
c.       Prinsip Model Pembelajaran Kuantum (Quantum Learning)
Adapun prinsip-prinsip pembelajaran kuantum (quantum learning ) adalah sebagai berikut.
1.      Prinsip utama pembelajaran kuantum berbunyi: Bawalah Dunia Mereka (Pembelajar) ke dalam Dunia Kita (Pengajar), dan Antarkan Dunia Kita (Pengajar) ke dalam Dunia Mereka (Pembelajar).
2.      Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa proses pembelajaran merupakan permainan orchestra simfoni.
3.      Prinsip-prinsip dasar ini ada lima macam berikut ini :
a.       Ketahuilah bahwa segalanya berbicara
Dalam pembelajaran kuantum, segala sesuatu mulai lingkungan pembelajaran sampai dengan bahasa tubuh pengajar, penataan ruang sampai guru, mulai kertas yang dibagikan oleh pengajar sampai dengan rancangan pembelajaran, semuanya mengirim pesan tentang pembelajaran.
b.      Ketahuilah bahwa segalanya bertujuan
Semua yang terjadi dalam proses pengubahan energy menjadi cahaya mempunyai tujuan.
c.       Sadarilah bahwa pengalaman mendahului penamaan
Poses pembelajaran paling baik terjadi ketika pembelajar telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh makna untuk apa yang mereka pelajari.
d.          Akuilah setiap usaha yang dilakukan dalam pembelajaran
       Pembelajaran atau belajar selalu mengandung risiko besar.
e.         Sadarilah bahwa sesuatu yang layak dipelajari layak pula dirayakan
Segala sesuatu dipelajari sudah pasti layak pula dirayakan keberhasilannya.
f.        Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa pembelajaran lurus berdampak bagi terbentuknya keunggulan (Bobbi DePorter, et al., 2004:6-7).
Dengan kata lain pembelajaran perlu diartikan sebagai pembentukan keunggulan. Oleh karena itu, keunggulan ini bahkan telah dipandang sebagai jantung fondasi pembelajaran kuantum.
d.      Sintaks Model Pembelajaran Kuantum (Quuantum Learning)
Sintaks atau langkah model pembelajaran kuantum (quantum learning) yang dikenal dengan sebutan TANDUR Bobbi DePorter,et al.,(2004:10) adalah sebagai berikut :
1.      Tumbuhkan
Tumbuhkan minat dengan memuaskan “Apakah Manfaatnya BagiKu” (AMBAK), dan manfaatkan kehidupan belajar.
2.      Alami
Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar. 
3.      Namai
Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi, sebuah “masukan”.
4.      Demonstrasikan
Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk “menunjukkan bahwa mereka tahu”.
5.      Ulangi
Tunjukkan pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan, “Aku tahu bahwa aku memang tahu ini”.
6.      Rayakan
Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan.
Perayaan dalam pembelajaran kuantum sangat diutamakan atau sangat penting. Perayaan dapat membangun keinginan untuk sukses dalam pembelajaran. Menurut Bobbi DePorter,et al., (2004:31-34), terdapat beberapa bentuk perayaan menyenangkan yang biasa digunakan yaitu:
a.       Tepuk Tangan
Teknik ini terbukti tidak pernahh gagal memberikan inspirasi.
b.      Hore! Hore! Hore!
Cara ini sangat mengasyikkan jika dilakukan “bergelombang” ke seluruh ruangan. Caranya adalah guru memberikan aba-aba, semua orang atau siswa melompat berdiri dan berteriak senyaring mungkin, “Hore, Hore, Hore!” sambil mengayunkan tangan ke depan dank e atas.
c.       Wussss
Jika diberi aba-aba, semua orang bertepuk tangan tiga kali secara serentak, lalu mengirimkan segenap energi positif mereka kepada orang yang dituju. Cara melakukannya adalah setelah bertepuk, tangan mendorong kea rah orang tersebut sambil berteriak “Wusssss”.

d.      Jentikan Jari
Jika guru atau pengajar memerlukan pengakuan yang tenang, daripada tepuk tangan, gunakan jentikan jari berkesiinambungan.
e.       Poster Umum
Mengakui individu atau seluruh kelas, misalnya “Kelas Enam The Best!.
f.       Catatan Pribadi
Sampaikan kepada siswa secara perseorangan untuk mengakui usaha keras, sumbangan pada kelas, perilaku atau tindakan yang baik hati.
g.      Persekongkolan
Mengakui seseorang secara tak terduga. Misalnya seluruh kelas dapat bersekongkol untuk mengakui kelas lain dengan cara memasang poster positif (atau surat) misterius yang bertuliskan hal-hal seperti “Kelas VI hebat lho!” atau “Selsangat Menempuh Ujian hari Ini!”.
h.      Kejutan
Kejutan harus terjadi secara acak. Kejutan bukan merupakan hadiah yang diharapkan oleh siswa. Jadikan kejutan tetap sebagai kejutan!.
i.        Pengakuan Kekuatan
Lakukan jika menginginkan orang mendapatkan pengakuan, setelah mereka saling mengenal dengan baik. Cara melakukan adalah atur siswa untuk duduk membentuk tapak kuda, dengan satu kursi (kursi jempol) di bagian terbuka tapal. Setiap orang bergiliran menduduki kursi jempol. Siswa pada kursi jempol tersebut duduk diam sambil mendengarkan dan memperhatikan. Setiap siswa dalam tapal mengakui kekuatan istimewa atau sifat-sifat baik dari siswa yang duduk di kursi jempol. Guru dapat memberikan contoh hingga murid-murid tahu cara melanjutkannya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kesenangan peserta didik sangat diperhatikan baik dari cara memberikan penguatan ataupun dari bentuk variasi lingkungan belajar.
e.       Kelebihan dan Kelemahan Quantum Learning dalam pembelajaran
Sudah dipahami bahwa tidak ada metode mengajar yang terbaik atau lebih unggul dari metode-metode mengajar lainnya. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain : faktor tujuan, bahan pelajaran, kemampuan guru, karakteristik siswa, situasi, dan kondisi lingkungan belajar dan sebagainya.
Hal ini semua dikemukakan oleh Ali Pandie (1984: 72) bahwa: “Tidak jarang terjadi metode yang sama secara efektif dan efisien dilakukan oleh guru yang satu, tetapi gagal ditangan guru yang lain. Karena itu kebaikan dan kelemahan masing-masing metode itu sendiri relatif sifatnya”.
Adapun kelemahan dan kelebihan Quantum Learning seperti yang dikemukakan oleh Chaerunnisa (Sahtiani, 2005: 30) sebagai berikut :
Kelebihan :
1.      Metode ini dapat mengembangkan aktivitas siswa,
2.      Metode ini dapat meningkatkan motivasi belajar siswa,
3.      Metode ini dapat meningkatkan nilai belajar siswa,
4.      Metode ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri,
5.      Metode ini dapat meningkatkan rasa ingin tahu,
6.      Metode ini dapat meningkatkan kenerja otak,
7.      Melatih siswa berpikir secara efektif untuk mengubah diskusi dalam kelas,
8.      Metode ini dapat mengembangkan kemandirian siswa yang diperlukan dalam kehidupan kelak,
9.      Metode ini dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa.
Dari rincian penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Quantum Learning diberikan oleh guru kepada siswa, dapat melatih siswa untuk diskusi sama temanya baik di sekolah maupun di rumah sehingga materi pelajaran yang telah disampaikan oleh guru dapat diingat kembali dengan melakukan diskusi dengan temanya.
Kelemahannya :
1.      Siswa sulit dikontrol, apakah benar siswa belajar atau tidak,
2.      Sering menerapkan Quantum Learning dapat menimbulkan kebosanan siswa.
2.      Pembelajaran Berbasis Lingkungan
Secara fisiologis, lingkungan meliputi segala kondisi dan materiil jasmaniah di dalam tubuh, seperti gizi, vitamin, air, zat asam, suhu, sistim syaraf, peredaran darah, pernafasan, pencernaan makanan, kelenjar-kelenjar indoktrin, sel-sel pertumbuhan dan kesehatan jasmani. Secara psikologis, lingkungan mencakup segala stimulasi yang diterima oleh individu sejak dalam konsesi, kelahiran, sampai matinya. Stimulasi itu misalnya berupa: Sifat-sifat genes, interaksi genes, selera, keinginan, perasaan, tujuan-tujuan, minat, kebutuhan, kemauan, emosi, kapasitas intelektual. Sedangkan secara sosio-kultural, lingkungan mencakup segenap stimulasi interaksi dan kondisi eksternal dalam hubungan dengan perlakuan ataupun karya orang lain. Pola hidup berkeluarga, pergaulan kelompok, pola hidup masyarakat, latihan, belajar, pendidikan pengajaran, bimbingan dan penyuluhan, adalah termasuk sebagai lingkungan (Wasty, 2003:84-85).
J.J. Rousseau dengan teorinya kembali ke alam menunjukkan betapa pentingnya pengaruh alam terhadap perkembangan anak didik. Karena itu pendidikan harus dilakukan di lingkungan alam yang bersih, tenang, suasana menyenangkan dan segar. Sehingga sang anak tumbuh sebagai menusia yang baik. Jan Ligthart terkenal dengan Pengajaran alam sekitar. Menurut tokoh ini pendidikan sebaiknya disesuaikan dengan keadaan alam sekitar. Alam sekitar (millieu) adalah segala sesuatu yang ada di sekitar kita (Oemar Hamalik, 2003:193).
Pengajaran berdasarkan alam sekitar akan membantu anak didik untuk menyesuaikan dirinya dengan keadaan sekitarnya. Ovide Decroly dikenal dengan teorinya, bahwa sekolah adalah dari kehidupan dan untuk kehidupan (Ecole pour la vie par lavie). Dikemukakan bahwa bawalah kehidupan ke dalam sekolah agar kelak anak didik dapat hidup di masyarakat.
Pandangan ketiga tokoh pendidikan tersebut sedikit banyak menggambarkan bahwa lingkungan merupakan dasar pendidikan/ pengajaran yang penting, bahkan dengan desain ini dapat dikembangkan suatu model persekolahan yang berorientasi pada lingkungan masyarakat.
Ada dua istilah yang sangat erat kaitannya, tetapi berbeda secara gradual, ialah alam sekitar dan lingkungan. Alam sekitar mencakup segala hal yang ada di sekitar kita, baik yang jauh maupun yang dekat letaknya, baik yang masa silam maupun yang akan datang, tidak terikat pada waktu dan tempat. Lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna dan/atau pengaruh tertentu kepada individu.
Lingkungan (environment) sebagai dasar pengajaran adalah faktor kondisional yang mempengaruhi tingkah laku individu dan merupakan faktor belajar yang penting. Lingkungan belajar/ pembelajaran/ pendidikan terdiri dari berikut ini:
1.      Lingkungan sosial adalah masyarakat, baik kelompok besar ataupun kecil
2.      Lingkungan personal meliputi individu-individu sebagai suatu pribadi berpengaruh terhadap individu pribadi lainnya
3.      Lingkungan alam (fisik) meliputi semua sumber daya alam yang dapat diberdayakan sebagai sumber belajar
4.      Lingkungan kultural, mencakup hasil budaya dan teknologi yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar, dan dapat dijadikan faktor pendukung pengajaran (Oemar Hamalik, 2003 : 194-195).
3.      Menulis
a.      Pengertian Menulis
Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang memegang peran penting dalam proses komunikasi yang lebih efektif. Menulis seperti halnya keterampilan berrbicara, merupakan salah satu keterampilan yang produktif. Artinya, menulis merupakan salah satu kegiatan yang menghasilkan atau menulis merupakan kegiatan yang aktif menghasilkan tulisan. Disamping itu, menulis juga merupakan kegiatan yang ekspresif karena dengan menulis seseorang dapat mengungkapkan gagasan, maksud, pikiran, ataupun pesan yang dimiliki kepada orang lain.
Taringan (1994) menyatakan menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Selain itu, beliau juga menyatakan bahwa melalui kegiatan menulis, gagasan dapat dikembangkan. Ini berarti menulis merupakan suatu kegiatan yang dapat membantu dalam mengembangkan gagasan-gagasan yang dimiliki. Dengan kata lain, melalui kegiatan menulis, gagasan-gagasan yang dimiliki dapat diorganisasikan dan disampaikan secara tersurat kepada orang lain.
Selanjutnya, Semi (1990) menyatakan menulis itu merupakan salah satu keterampilan berbahasa, merupakan kegiatan perekaman bahasa lisan ke dalam bentuk bahasa tulis. Pada hakikatnya, menulis sama dengan berbicara karena materi yang digunakan sama, yaitu kata dan kalimat sehingga wajarlah dikatakan bahwa menulis ialah upaya memindahkan bahasa lisan ke dalam wujud tertulis. Hanya saja dalam kegiatan menulis, diperlukan pengetahuan tentang ejaan dan tanda baca.
Depdikbud mengemukakan, keterampilan menulis merupakan keterampilan tertinggi dalam bahasa Indonesia. Gagne menyatakan bahwa menulis sebagai kegiatan tertinggi karena keterampilan menulis merupakan keterampilan kognitif (memahami, megetahui, mempersepsi) yang kompleks yang menghendaki strategi kognitif yang tepat, keterampilan intelektual, informasi verbal dan motivasi yang tepat. Dibandingkan dengan ketiga keterampilan yang lain (menyimak, berbicara, dan membaca), keterampialn menulis lebih sulit karena dalam menulis, disamping pengetahuan tentang kosakata, perlu juga pengetahuan tentang ejaan, tanda baca, dan kalimat efektif. Atau dengan kata lain, keterampilan menulis ini meliputi bagaimana cara menuangkan pikiran dalam kalimat dengan menggunakan kata yang tepat serta penulisan yang sesuai dengan ejaan. Selain itu, dalam kegiatan menulis dituntut adanya pengethauan dan pemahaman mengenai topik yang akan ditulis dan bagaimana cara yang baik dalam menuangkannya ke dalam bentuk tulisan.
Arini,dkk; (2007:183) menyatakan bahwa “menulis sebagai proses berfikir mengandung makna bahwa sebelum, saat, atau setelah menuangkan gagasan dan perasaan secara tertulis diperlukan keterlibatan proses berfikir. Melalui proses berfikir, gagasan yang dituangkan ke dalam kalimat/paragraf dapat dianalisis kelogisannya”. Dengan demikian, menulis dan proses berfikir berkaitan erat dalam menghasilkan tulisan yang runtut. Tulisan yang runtut merupakan manifestasi dari keterlibatan proses berfikir. Proses berfikir sangat menentukan sebuah tulisan yang berkualitas. Pada saat menulis, siswa dituntut berfiikir untuk menuangkan gagasannya secara tertulis berdasarkan skema, pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki. Dalam proses tersebut, kesungguhan menyusun, menata, serta mempertimbangkan secara kritis dan menata ulang gagasan yang dicurahkan. Hal tersebut diperlukan agar tulisan yang dihasilkan dapat dipahami dengan baik oleh orang lain.
Berdasarkkan pandangan dan pemaparan mengenai pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang paling kompleks yang bersifat produktif dan ekspresif yang dapat menghasilkan gagasan yang tertuang ke dalam bahasa tulis yang diperoleh dari proses berfikir. Untuk dapat menghasilkan tulisan, diperlukan keterampilan kognitif berupa pengetahuan, pemahaman, dan apersepsi penulis mengenai apa yang akan ditulis, yang tentu saja melibatkan unsur pikiran.
b.      Jenis tulisan
Ragam tulisan dapat didasarkan pada isi tulisan, isi tulisan mempengaruhi jenis informasi, pengorganisasian dan tata sajian tulisan. Berdasarkan ragam tersebut tata tulisan dibedakan menjadi empat : deskripsi, eksposisi, argumentasi, narasi (Syafi’ie,1990: 151), sedangkan menurut Keraf(1989: 6) ragam tulisan didasarkan pada tujuan umum, berdasarkan hal tersebut menulis dapat dibedakan menjadi lima : Deskripsi, eksposisi, argumentasi, narasi, persuasi.
1.      Deskripsi (perian)
Kata deskripsi berasal dari bahasa latin describere yang berarti menggambarkan atau memerikan sesuatu hal. Dari segi istilah,deskripsi adalah suatu bentuk karangan yanng melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga pembaca dapat mencitrai (melihat,mendengar,mencim dan merasakan) apa yang dilukiskan itu sesuai dengan citra penulisannya.
2.      Eksposisi (paparan)
Eksposisi berasal dari kata exposition yang berarti membuka.dapat pula diartikan sebagai tulisan yang bertujuan untuk memberitahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu.
3.      Argumentasi (bahasan)
Argumentasi adalah karangan yang terdiri atas paparan alasan dan penyintesisan pendapat untuk membangun suatu kesimpulan. Karangan ini ditulis dengan maksud untuk memberikan alasan, memperkuat atau menolak sesuatu pendapat, pendirian, gagasan.
4.      Narasi (kisahan)
Narasi atau naratif adalah tulisan berbentuk karangan yang menyajikan serangkaian peristiwa atau kejadian menurut urutan terjadinya (kronologis) dengan maksud memberi makna kepada sebuah atau rentetan kejadian sehingga pembaca dapat memetik hikmah dari cerita itu.
5.      Persuasi
Tulisan yang bermaksud mempengaruhi orang lain dalam persuasi selain logika perasaan juga memegang peranan penting.
4.      Karangan Narasi
a.      Pengertian Karangan Narasi
Istilah narasi atau sering disebut juga naratif berasal dari bahasa Inggris narration (cerita) dan narrative (yang menceritakan). Narasi adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam sebuah tulisan yang rangkaian peristiwa dari waktu ke waktu dijabarkan dengan urutan awal, tengah, dan akhir. Namun ada juga yang berpendapat bahwa secara sederhana, narasi dikenal sebagai cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam satu urutan waktu.
Karangan narasi adalah karangan yang menyajikan serangkaian peristiwa yang biasanya disusun  menurut  urutan  waktu. Yang termasuk narasi ialah cerpen, novel, roman, kisah perjalanan, biografi, otobiografi.
b.      Ciri-ciri Karangan Narasi
a.    Menyajikan serangkaian berita atau peristiwa
b.    Disajikan dalam urutan waktu serta kejadian yang menunjukkan peristiwa awal sampai       akhir
c.    Menampilkan pelaku peristiwa atau kejadian
d.    Latar (setting) digambarkan secara hidup dan terperinci
      Narasi dibangun oleh sebuah alur cerita. Alur ini tidak akan menarik jika tidak ada konflik. Selain alur cerita, konflik dan susunan kronlogis, ciri-ciri narasi lebih lengkap sebagai berikut:
a.       Berupa cerita pengalaman atau peristiwa penulis.
b.      Untuk karangan narasi yang nonfiksi cerita yang yang disampaikan harus benar-benar terjadi, sedangkan unuk karangan narasi yang fiksi bersifat imajinasi.
c.       Berdasarkan konflik, karena tanpa konflik narasi tidak akan menarik
d.      Memiliki nilai estetika
e.       Menekankan susunan secara kronologi.
Contoh karangan narasi:
      Minggu, 23 April, Pukul 08.00 pagi, peserta perjalanan ”Susur Sungai Cikapundung” sudah mulai berkumpul di sekretariat KMPA di Sunken Court W–03. Satu jam kemudian, rombongan berangkat menuju Curug Dago, dengan sedikit naik ke arah hulu di mana perjalanan itu dimulai. Tanpa ragu, peserta mulai menyusuri Cikapundung meskipun ketinggian air hampir mencapai sebatas pinggang. Ketinggian air pun meningkat sekitar 50 cm setelah hujan deras mengguyur Bandung hampir sehari penuh kemarin, Sabtu 22 April 2006. Hari tersebut bertepatan dengan Hari Bumi. Derasnya air Sungai Cikapundung tidak mengecilkan hati para peserta yang mengikuti acara ”Susur Sungai Cikapundung”.  Acara ”Susur Sungai Cikapundung” ini merupakan salah satu acara dari serangkaian kegiatan Pekan Hari Bumi se–ITB yang diadakan oleh Unit Kegiatan KMPA (Keluarga Mahasiswa Pecinta Alam) yang bekerja sama dengan PSIK (Perkumpulan Studi Ilmu Masyarakat).  Acara ”Susur Sungai Cikapundung” ini diikuti oleh 24 orang  yang terdiri atas berbagai unit kegiatan ITB seperti PSIK,  KMPA, Teknik Pertambangan, Nymphea, Planologi dan 3 orang pelajar dari SMP al-Huda dan satu pelajar dari SMK Dago. (Somad, 2007).
c.       Macam-macam Narasi
      Berdasarkan jenisnya narasi terbagi menjadi:
1.      Narasi Ekspositorik atau informatif
           Narasi ekspositorik adalah narasi yang memiliki sasaran penyampaian informasi secara tepat tentang suatu peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan orang tentang kisah seseorang. Dalam narasi ekspositorik, penulis menceritakan suatu peristiwa berdasarkan data yang sebenarnya. Pelaku yang ditonjolkan biasanya, satu orang. Pelaku diceritakan mulai dari kecil sampai saat ini atau sampai terakhir dalam kehidupannya. Karangan narasi ini diwarnai oleh eksposisi, maka ketentuan eksposisi juga berlaku pada penulisan narasi ekspositprik. Ketentuan ini berkaitan dengan penggunaan bahasa yang logis, berdasarkan fakta yang ada, tidak memasukan unsursugestif atau bersifat objektif.  Paragraf Narasi Espositoris disebut juga narasi teknis adalah karangan yang mencoba menyajikan sebuah peristiwa kepada pembaca apa adanya.
Contoh paragraph narasi ekspositorik, sebagai berikut:
Aku berjalan menuju halaman rumah-rumah yang sunyi. Aku terus berjalan di kota kecil yang sunyi, hingga kutemukan patung sepeda-sepedaan di tengah taman. Ada seorang gadis berbaju hijau mengintipku dari balik rerimbun daun. Aku mengejarnya. Lantas, ia berhenti di salah satu sudut taman. Kami berpandang-pandangan sebelum aku tahu ia benar-benar hilang. Bolak-balik aku mencoba untuk mencarinya. Sebelum aku benar-benar menemukannya, dering jam weker cukup mengejutkanku. Cahaya matahari sudah menerobos masuk jendela kamarku.
2.      Narasi artistik atau sugestif
Narasi sugestif adalah narasi yang berusaha untuk memberikan suatu maksud tertentu, menyampaikan suatu amanat terselubung kepada para pembaca atau pendengar sehingga tampak seolah-olah melihat. Ketentuan ini berkaitan dengan penggunaan bahasa yang logis, berdasarkan fakta yang ada, tidak memasukan unsur sugestif atau bersifat objektif.
            Contoh paragaraf narasi artistik, sebagai berikut:
Sehabis menimang buah hatinya, Ibu menggelar tikar di halaman pinggiran rumah yang sempit itu, kemudian merebahkan badannya tanpa bantal dan selimut, menengadah ke langit. Di langit, bulan yang masih jauh dari purnama itu seperti sabit yang kehilangan tangkainya. Dia berjalan melawan gumpalan-gumpalan awan. Siapa yang berjalan, pikirnya. Bulan atau awan? Tiba-tiba angin sejuk mendesir dan hawa yang sejak siang agak gerah menekan jadi lumayan enaknya. Ibu menguap, dan ia pun terlelap.
     Pembagian narasi berdasarkan materi pengembangannya, paragraph narasi terbagi menjadi:
1.      Narasi Fiksi
Narasi fiksi adalah narasi yang mengisahkan peristiwa-peristiwa imajinatif.
Narasi fiksi disebut juga narasi sugestif. Contohnya : novel dan cerpen.
            Ciri-ciri paragraf narasi fiksi sendiri adalah:
a.       Menyampaikan makna atau amanat secara tersirat sebagai sarana rekreasi rohaniah.
b.      Menggugah imajinasi.
c.       Penalaran difungsikan sebagai alat pengungkap makna, kalau perlu dapat diabaikan.
d.      Bahasa cenderung figuratif dan menitikberatkan penggunaan konotasi.
2.      Narasi Nonfiksi
Narasi nonfiksi adalah narasi yang mengisahkan peristiwa-peristiwa faktual, suatu yang ada dan benar-benar terjadi. Narasi ini disebut juga narasi ekspositori. Contoh dari narasi nonfiksi adalah biografi, laporan perjalanan, autobiografi dan kisah pengalaman.
Ciri-ciri narasi nonfiksi adalah:
a)      Menyampaikan informasi yang menambah pengatahuan pembaca.
b)      Penalaran digunakan sebagai sarana untuk mencapai kesepakatan rasional.
c)      Bahasanya cenderung informatif dan lebih menitikberatkan pada makan denotasi.
d.      Langkah-langkah menulis karangan Narasi
           Langkah menyusun narasi (terutama yang berbentuk fiksi) cenderung dilakukan melalui proses kreatif, dimulai dengan mencari, menemukan, dan menggali ide. Oleh karena itu, cerita dirangkai dengan menggunakan "rumus" 5 W + 1 H, yang dapat disingkat menjadi adik simba.
1.      (What) Apa yang akan diceritakan,
2.      (Where) Di mana setign/ lokasi cerita,
3.      (When) Kapan peristiwa itu terjadi,
4.      (Who) Siapa pelaku daalm cerita tersebut,
5.      (Why) Mengapa peristiwa tersebut dapat terjadi,
6.      (How) Bagaimana cerita itu dipaparkan.
            Namun lebih lengkapnya lagi, langkah-langkah dalam menyusun paragraph narasi adalah sebagi berikut:
1.      Tentukan dulu tema dan amanat yang akan disampaikan
2.      Tetapkan sasaran pembaca,
3.      Rancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk skema alur
4.      Bagi peristiwa utama ke dalam bagian awal, perkembangan dan akhir cerita,
5.      Rincian peristiwa-peristiwa utama ke dalam detail-detail peristiwa sebagai pendukung cerita,
6.      Susun tokoh dan perwatakan, latar dan sudut pandang.
B.     Kerangka Pikir
Pembelajaran bahasa Indonesia memiliki empat aspek keterampilan, yakni (1) keterampilan menyimak, (2) keterampilan berbicara, (3) keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Keterampilan menulis merupakan proses belajar yang memerlukan ketekunan berlatih, semakin rajin berlatih akan semakin terampil dalam menulis. Untuk itu, keterampilan menulis siswa perlu dikembangkan. Salah satu kegiatan pembelajaran menulis yang dikembangkan adalah keterampilan menulis karangan narasi.
Keterampilan menulis karangan narasi sangat penting bagi siswa sebab melalui keterampilan tersebut, dapat mendorong siswa untuk berpikir secara kritis. Pembelajaran Quantum Learning merupakan salah satu tip pembelajaran yang diharapkan akan menjadi model pembelajaran yang dapat menggugat minat, perasaan dan pola pikir krisis bagi siswa dalam hal penguasaan konsep menulis karangan narasi.
Pada penelitian ini, peneliti menerapkan model pembelajarn Quantum Learning berbasis lingkungan sekolah pada kelas eksperimen dan menggunakan model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Keduanya diterapkan pretes dan postes sebelum dan sesudah perlakuan. Selanjutnya hasil dari postes dianalisis maka diperoleh temuan pengaruh model pembelajaran Quantum Learning berbasis lingkungan sekolah dalam meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi pada siswa.

Pembelajaran Bahasa Indonesia
Keterampilan Menyimak
Keterampilan Berbicara
Keterampilan Membaca
Keterampilan Menulis
Menulis
Karangan Narasi
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Learning berbasis lingkungan sekolah

Pembelajaran dengan
model konvensional

Pretes
Pretes
Postes
Postes
Analisis hasil postes
kedua kelas
Temuan
   
C.    Hipotesis
Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka piker yang telah dijabarkan tersebut, dapat diajukan hipotesis sebagai berikut.
1.        Ada pengaruh model pembelajaran Quantum Learning berbasis lingkungan terhadap kemampuan menulis karangan narasi siswa kelas X SMA Negeri 1 Marioriwawo.
2.        Ada pengaruh yang signifikan dari penggunaan model pembelajaran Quantum Learning terhadap kemampuan menulis teks eksposisi dibandingkan sebelum diterapkan model pembelajaran Quantum Learning.

D.    Kriteria Pengujian Hipotesis
Rumusan hipotesis diuji dengan menggunakan criteria pengujian hipotesis sebagai berikut.
1.        Hipotesis alternative (H1) diterima Apabila t hitung lebih besar atau sama dengan t table (th>_t1).
2.        Hipotesis alternatif (H1) ditolak Apabila nilai t hitung lebih kecil atau sama dengan nilai tabel (tt<_th).



BAB III
METODE PENELITIAN
A.      Jenis Penelitian
Berdasarkan rancangan penelitiannya, maka penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental semu (quasi experimental research). Ciri utama dari penelitian eksperimental semu ini adalah kemungkinan untuk mengontrol semua variabel yang relevan. Dengan menggunakan metode eksperimental semu dapat diungkapkan perbedaan hasil menulis narasi siswa yang merupakan akibat dari adanya perbedaan metode mengajar.
B.       Variabel Penelitian
Adapun variabel penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu :
a.       Variabel X, pengaruh model pembelajaran kuantum (quantum learning)
b.      Variabel Y, hasil pembelajaran menulis paragraf narasi dengan menggunakan model pembelajaran kuantum (quantum learning) siswa kelas X SMA Negeri 1 Marioriwawo.
C.    Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel dimaksudkan untuk menghindari salah penafsiran variabel dalam penelitian ini. Oleh sebab itu, peneliti memperjelas variabel penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini.
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kuantum (quantum learning) adalah kiat, petunjuk, strategi dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat.
Hasil pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kuantum (quantum learning) adalah hasil yang dicapai siswa pada pembelajaran menggunakan model pembelajaran kuantum (quantum learning) setelah dilakukan evaluasi (postes). Sedangkan hasil pembelajaran dengan tidak menggunakan model pembelajaran kuantum (quantum learning) setelah dilakukan evaluasi (postes)
D.      Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan adanya pengaruh dari penerapan model pembelajaran Quantum Learning terhadap peningkatan kemampuan menulis karangan narasi siswa jika dibandingkan dengan pembelajaran yang menggunakan model konvensional atau tidak menggunakan model pembelajaran sama sekali. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Suharsimi Arikunto (2005 : 272) bahwa penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari “sesuatu” yang dikenalkan pada subjek selidik.
Metode eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimen quasi experimental design (eksperimen semu) menggunakan Control Group Pretest-Postest Design yang dapat dilihat di Tabel 3.1 berikut :
Kelompok
Prestest
Variable
postest
Eksperimen
Kontrol
T1
T1
X1
X0
T2
T2

Keterangan :
T1        : pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
T2        : postest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
X1       : pembelajaran dengan model Quantum Learning
X2       : pembelajaran dengan model konvensional (ceramah)
Dalam penelitian ini, kelompok eksperimen adalah siswa kelas X1 SMA Negeri 1 Marioriwawo, sedangkan kelompok kontrol adalah siswa kelas X2. Pada kelompok eksperimen, pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Learning.
Penelitian ini direncanakan dua kali pertemuan di setiap kelompok. Langkah kegiatannya meliputi prestest, perlakuan (pembelajaran menulis dengan model Quantum Learning dan model selain Quantum Learning, misalnya ceramah), kemudian diakhiri dengan posttest. Secara detail, rencana penelititan dapat dilihat dalam gambar di bawah ini :
Kelompok Eksperimen                                                         Kelompok Kontrol
Pretest

Pretest
                                                                                                                                          
Pembelajaran dengan model Quantum Learning
Pembelajaran dengan model konvensional
 



                                                                                                                                                
posttest
Analisis hasil posttest kedua kelompok
posttest

 




                                           Gambar 4. Kerangka penelitian
E.     Populasi dan Sampel
1.      Populasi
Populasi adalah gabungan dari seluruh elemen yang berbentuk peristiwa, hal atau orang yang memiliki karakteristik yang serupa yang menjadi pusat perhatian seorang peneliti karena itu dipandang sebagai sebuah semesta penelitian  (Ferdinand, 2006). Adapaun populasi pada penelitian ini yaitu keseluruhan siswa kelas X SMA Negeri 1 Marioriwawo yang berjumlah 115 siswa yang tersebar ke dalam 3 kelas, yaitu kelas X1 sampai X3
Tabel 3.2 Sebaran Siswa Tiap-tiap Kelas
No
Kelas
Jumlah
Total
Laki-laki
Perempuan
1.
X1
16 Siswa
24 Siswa
40 Siswa
2.
X2
10 Siswa
30 Siswa
40 Siswa
3.
X3
20 Siswa
15 Siswa
35 Siswa

2.      Sampel
Teknik pengambilan sampel penelitian ini dilakukan dengan random sample yaitu dengan mengambil sampel siswa kelas yang terpilih sebanyak dua kelas secara acak dari tiga kelas yang ada, siswa kelas yang terpilih adalah siswa kelas X1 dan X2. Untuk uji coba instrumen dipilih kelas X3 untuk melihat karakteristik tes.
Pemilihan sampel secara acak dapat dilakukan karena menurut informasi dari kepala sekolah pendistribusian siswa disetiap kelas dilakukan secara merata yaitu, siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah disebar secara merata disetiap kelas, untuk kebutuhan instrument dipilih kelas, untuk kebutuhan instrument dipilih 1 kelas, untuk melihat reabilitas dan validitas soal.
F.     Instrumen Penelitian
Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri. Kehadiran peneliti dalam setiap pemberian perlakuan dan interaksi antara peneliti, guru, dan siswa sangat penting dan menjadi kunci diperolehnya data yang valid dan akurat.
Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang ingin dikaji melalui penelitian, maka dibuatlah seperangkat instrumen yang meliputi instrumen tes maupun non-tes. Adapun penjelasan mengenai instrumen yang  digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.      Instrumen Non-Tes
a.       Angket
Angket adalah seperangkat pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab atau dilengkapi oleh responden melalui sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan untuk mengukur motivasi siswa.
b.      Jurnal
Jurnal adalah sebuah tulisan berupa karangan siswa mengenai kesan, pesan, atau aspirasinya terhadap pembelajaran yang dilakukan. Jurnal digunakan untuk mengetahui respons siswa terhadap pembelajaran melalui metode Quantum Learning dan sebagai masukan untuk pembelajaran berikutnya.
c.       Lembar observasi
Lembar observasi merupakan lembar yang berisi daftar aspek-aspek pokok mengenai pengamatan terhadap siswa, dan proses pembelajaran. Lembar observasi ini bermanfaat untuk mengetahui hal-hal yang tidak dapat diamati langsung oleh peneliti selama proses pembelajaran melalui model pembelajaran Quantum Learning berbasis lingkungan sekolah. Selain itu, lembar observasi ini juga digunakan untuk mengukur apakah pembelajaran yang  dilakukan sesuai dengan tahapan-tahapan pada pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Quantum Learning.
2.      Instrumen Tes
Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretes dan postes mengenai kemampuan menulis karangan narasis siswa. Pretes diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol di awal penelitian untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam menulis karangan narasi. Sedangkan postes diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol di akhir penelitian untuk mengetahui kemampuan menulis karangan siswa dari kedua kelas setelah mendapat perlakuan. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes membuat karangan narasi. Sehingga dari hasil tes ini dapat dilihat apakah indikator-indikator kemampuan menulis karangan narasi sudah dikuasai oleh siswa atau belum.
G.      Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang dilakukan dalam mengumpulkan data yang berhubungan dengan penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan teknik tes.
1.      Nontes
Instrumen nontes yang digunakan untuk mengumpulkan data kualitatif dengan menggunakan lembar observasi dalam mengamati kreativitas siswa dan aktivitas siswa pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan menerapkan model pembelajaran Quantum Learning berbasis lingkungan sekolah.
2.      Tes
Instrumen tes digunakan untuk mengetahui data tentang hasil menulis karangan narasis siswa. Teknik tes dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan instrumen tes tertulis yang berbentuk tes menulis karangan narasi.
Waktu yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah lima kali pertemuan dengan 2 x 45 menit pada setiap pertemuan. Waktu pertemuan sudah mencakup pretes, perlakuan, dan postes.
Hasil tulisan peserta didik diperiksa oleh dua orang. Pemeriksa dipilih berdasarkan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan peneliti serta memiliki pengalaman dan kemampuan dalam menulis khususnya menulis karangan narasi.
H.      Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan teknik statistik deskriptif dan analisis statistika inferensial. Adapun prosedur pengolahan data yang digunakan adalah:

1.        Analisis Statistik Deskriptif
Menurut Sugiyono (2013: 207), statistik deskriptif adalah yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.
a.         Analisis frekuensi
Analisis frekuensi digunakan untuk mengetahui seberapa banyak peserta didik yang memperoleh nilai tertentu. Analisis frekuensi ini digunakan pada setiap tes, baik pada tes awal maupun pada tes akhir pada setiap kelas (kelas kontrol dan kelas eksperimen). Sebelum melakukan analisis frekuensi sebaiknya terlebih dahulu dibuat tabulasi skor peserta didik sebagai pedoman untuk membuat analisis frekuensi.
b.        Analisis persentase
Analisis persentase digunakan untuk mengetahui gambaran atau deskripsi masing-masing nilai tugas menulis karangan narasi pada pretes (tes awal) pada setiap kelas yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen dan nilai tugas menulis karangan narasi dengan model pembelajaran Quantum Learning pada kelas eksperimen dan pembelajaran menulis karangan narasi pada kelas kontrol yang menggunakan metode ceramah dan penugasan. Nilai tersebut kemudian dijadikan acuan untuk menentukan persentase  dan kategori keberhasilan peserta didik dalam menulis karangan narasi. Adapun pedoman persentase dan kategorisasi nilai peserta didik dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel Kategori Prestasi Peserta Didik
Interval
Kategori
90-100
Sangat Tinggi
80-89
Tinggi
65-79
Sedang
55-64
Rendah
0-54
Sangat Rendah

Berdasarkan pada pedoman tersebut, selanjutnya ditetapkan kelas interval untuk frekuensi masing-masing kelas. Setelah diperoleh interval kelas dapat diketahui kategori model pembelajaran Quantum Learning dan kategori model pembelajaran konvensional pada kelas X SMA Negeri 1 Marioriwawo dengan melihat tabel frekuensi total skor tugas menulis peserta didik.
Prosedur selanjutnya menghitung frekuensi sampel pada setiap kategori dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
%    : Persentase
f      : Frekuensi dalam satu kategori
N    : Jumlah keseluruhan kasus dalam distribusi

c.         Analisis rerata
Teknik ini digunakan dengan tujuan untuk mengetahui peringkat skor rerata untuk masing-masing variabel penelitian.
Keterangan:
X       : Skor rerata
x        : Jumlah skor butir
N       : Jumlah sampel
2.        Analisis Statistika Inferensial
Analisis statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian dengan menggunakan uji-t. namun, sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas.
Pengujian normalitas yang digunakan adalah kolmogorov-smirnov untuk mengetahui apakah data yang mengikuti populasi berdistribusi normal. Kriteria yang digunakan adalah data hasil belajar dikatakan mengikuti populasi yang berdistribusi normal jika nilai p-value>α=0,05. Sementara untuk pengujian homogenitasnya digunakan test of homogeneity of variance yang bertujuan untuk mengetahui apakah variansi kedua data homogen. Data hasil belajar yang diperoleh dikatakan homogeny jika p-value>α=0,05.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2009. Prosedur Penelitian:Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan.( Jakarta: Rineka Cipta, 2007) cet ke.6, h.234

Muri Yusuf, Metode Penelitian : Dasar-dasar Penyelidikan Ilmiah, ( Universitas Negeri Padang    ( UNP ), 1997 ), h. 235

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Cet. 2, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2003
Riduwan. 2006. Dasar-dasar statitiska.bandung: alfabeta
Syamsuddin & Vismaia, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007) h. 158

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfa Beta, 2009), h.107
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan (landasan kerja pemimpin pendidikan), Cet. 4, Jakarta : PT. Rhineka Cipta, 2003






Tidak ada komentar:

Posting Komentar