MATERI WACANA
(JENIS-JENIS WACANA DAN SUB SATUAN WACANA)
A.
Jenis-jenis Wacana
1. Jenis Wacana
dari Segi Penyusunannya
Sugirah Wahid, Juanda (2006), dalam
bukunya yang berjudul Analisis Wacana, mengemukakan bahwa ada lima jenis
wacana ditinjau dari segi penyusunannya, yaitu:
a. Wacana
Deskripsi
Deskripsi adalah pemaparan atau penggambaran dengan
kata-kata terhadap suatu tempat, benda, keadaan atau suasana. Penulis deskripsi
mengharapkan pembacanya melalui tulisannya dapat melihat apa yang dilihatnya,
dapat mendengar apa yang didengarnya, mencium bau apa yang diciumnya, mencicipi
apa yang dimakannya, merasakan apa yang dirasakannya, serta sampai pada
kesipulan yang sama dengannya. Maka itu dapat disimpulkan bahwa deskripsi
merupakan hasil dari observasi melalui panca indra,yang disampaikan dengan
kata-kata.
Secara garis besarnya deskripsi terbagi dalam dua jenis,
yaitu:
v Wacana
ekspositori
Wacana yang
sangat logis, yang isi biasanya merupakan daftar rincian, semuanya atau yang
menurut penulisnya hal yang penting-penting saja.
Contoh:
Ruang tempat kami belajar tidaklah
luas,hanya 7 m x 10 m. Bangku kami berjajar teratur empat baris ke belakang.
Pada dinding depan kelas tergantung papan tulis hitam 1 m x 2 m. Dua lukisan
mengapitnya. Di sebelah kiri gambar Garuda Indonesia dan di sebelah kanan
gambar presiden. Meja guru terdapat di pojok kiri. Alasannya berwarna cerah dan
sekali seminggu diganti. Kami selalu meletakkan bunga yang segar dalam
jambangan di atas meja itu, karena senang melihantnya. Di sebelah kiri kami,
delapan jendelah besar memasukkan cahaya matahari dan hawa segar ke dalam
kelas. Dindingnya polos, tiada hiasan, kecuali kalender dekat meja guru.
v Wacana Impresionistis
Wacana yang
isinya lebih menenkankan impresi atau kesan penulisnya ketika melukukan
observasi, atau ketika m enuliskan impresi tersebut.
Contoh:
Musim kemarau
yang panjang dan kering tahun in merupakan bencana bagi daerah kami. Sungai
yang mengalir di tengah-tengah kota kering kerontang. Bahkan sumur pun banyak
yang tidak berair lagi. Tampak berdesak orang menunggu giliran menimba air di
sumur kami, satu-satunya yang tidak kering. Sawah ladang seperti hangus oleh
terik matahari. Tanah pecah berbungkah-bungkah.tanaman hamper tiada yang
tinggal hijau. Rumput kering kecoklat-coklatan hampir mati. Sapi, kerbau, kuda
dan kambing sudah sebulan ini diungsikan ke daerah yang sungainya masih
mengalir.
b. Wacana Narasi
Wacana narasi adalah rangkaian tuturan yang menceritakan
atau menyajikan suatu hal atau kejadian melalui suatu penonjolan tokoh pelaku
(orang I atau orang III) dengan maksud memperluas pengetahuan pendengar atau
pembaca. Kekuatan wacana terletak pada urutan cerita berdasarkan waktu dan
cara-cara bercerita yang diatur melalui alur (plot).
Contoh:
Andi Ruslan
benar-benar mahasiswa yang patut diteladani oleh teman sekampusnya. Otaknya
yang cemerlang, dan penempilannya yang sederhana menjadikannya sahabat baik
bagi mahasiswa maupun mahasiswi. Dilahirkan dari keluarga yang sederhana tidak
membuatnya berkecil hati. Sejak ia kuliah pada semeter dua, perkenalannya
dengan dosen dan temannya dianggapnya sebagai peluang.
Dengan
kepercayaan diri yang cukup. Ruslan menawarkan jasa mengantarkan Koran dan
majalah pilihan dosen dan orang tua sekampungnya.dengan jasa loper ini Ruslang
membiayai kuliah dan hidupnya sehari-hari.
Sementara
kuliah yang diprogramkannya diselesaikan dengan baik dari semester kesemester.
Kini ia menduduki semester kedelapan. Kuliah kerja nyata diprogramkannya
bersama penyusunan skripsi. Atau penyelesaian skripsi ini pun bagi Ruslang
merupakan peluang. Ia sudah siap dengan bisnis baru. Bersama teman-temannya ia
akan mengelolah surat kabar mingguan.
Sebuah wacana
narasi mempunyai unsur-unsur pembangun. Adapun unsur-unsur pembanguan sebuah
narasi,yaitu:
ü Alur :
Kejadian, Tokoh, dan Konflik
Narasi merupakan cerita yang didasarkan
pada urutan-urutan sesuatu (serangkaian kejadian atau peristiwa).
Di dalam kejadian itu ada tokoh atau beberapa tokoh, dan tokoh ini mengalami
atau menghadapi suatu atau serangkain konflik atau tikaian. Kejadian ,tokoh,dan
konflik ini merupakan unsur pokok sebuah narasi, dan ketiganya secara kesatuan
biasa disebut plot atau alur. Dengan demikian adalah narasi yang berdasarkan
alur.
ü Latar
Alur ini tentulah
tidak dapat terjadi suatu waktu, kekosongan. Mestilah ada waktu dan adapula
tempat kejadiaan itu berlangsung. Dengan demikian kita mengatakan bahwa alur
itu memunyai latar waktu dan latar tempat.
ü Posisi Narator
Istilah point
of view dala kaitannya dengan narsi bukan saja berarti sudut pandang tetapi
juga lebih dalam dari itu karena menyangkut struktur gramatikal sebuah narasi.
Ini menyangkut siapa yang bercerita di dalam narasi itu,dan ini sangat
mempengaruhi struktur cerita itu. Oleh Karena itu, di sini poin of view itu
kita terjemahkan saja dengan posisi narrator.
Dalam sebuah
narasi tentulah ada yang bercerita, yang menceritakan kepada kita apa saja yang
terjadi. Pada satu ujung kita melihat ada cerita yang memakai aku atau saya
sebagai tokoh utama dalam cerita itu. Dengan sendirinya apa yang kita dapatkan
dari cerita itu adalah apa-apayang dilihat,didengar serta dialami oleh aku itu.
Jalan pikiran, pergolakan perasaan,dugaan dan kesimpulan yang dihidangkan pun
berasaldari aku itu juga. Yang tidak dilihat, tidak didengar atau diketahuinya
tentulah tidak bias diceritakannya kepada kita.
Jadi, narator
dalam cerita ini adalah pelaku utama. Narasi seperti ini sering disebut sebagai
narasi dengan posisi sebagai orang pertama atau akuan.
ü Pola Narasi
Menurut
Aristoteles (abad IV sebelum Masehi), sebuah narasi terdiri atas tiga bagaian
yaitu awal, tengah dan akhir. Awal itu menurut dia haruslah seperti mata
pancing dengan umpan yang lezat, sehingga begitu orang membacanya, hatinya
langsung terpaut. Awal itu harus memperkenalakan tokoh-tokoh yang memainkan
peranan di dalam cerita itu, serta memberikan latarbelakang yang diperlukan
untuk kelancaran cerita. Di samping itu semua,awal itu harus pula menyiratkan
atau memberikan lancaran bagaimana kira-kira cerita itu akan berakhir.
Bagian tengah
dimulai ketika di dalam cerita itu mulai muncul konflik, tikaian atau
keruwetan, yang menjurus kekonflik. Konflik itu bisa bersifat nonfisik.
Konflik ini biasanya memang diakhiri dengan sebuah ledakan yang biasa disebut
klimaks. Bahkan ada pula narasi yang akhirnya tidak dituliskan,hanya
tersirat, dan pembaca dipersilakan menduga sendiri.
Itula pola
narasi cara Aristoteles. Sekarang ini pun, cara itu masih bayak dipakai orang.
Tetapi ada pula penulis yang mencari dan menciptakan gaya sendiri.
c. Wacana
Ekspositori
Rangkaian tuturan yang bersifat memaparkan suatu pokok
pikiran disebut wacana ekspositori. Tujuan yang ingin dicapai wacana ini adalah
tercapainya tingkat pemahaman terhadap sesuatu agar lebih jelas, mendalam, dan
luas dari sekedar pernyataan yang bersifat global atau umum. Wacana
eksipositori kadang-kadang berbentuk ilustrasi dengan contoh; berbentuk
perbadingan, berbentuk uraian kronologis, dan juga berbentuk ciri
(identifikasi) dengan orientasi pada materi, bukan kepada tokohnya.Wacana
eksposisi lebih menekankan pada bentuk daripada isi. Isinya memang
menyingkapkan sesuatu, tetapi bentuknya harus jelas.
Wacana eksposisi sebagai alat untuk menyingkapkan pikiran
dan perasaan agaknya sudah banyak ditinggalkan orang. Tidak lagi kita jumpai di
dalam media massa tulisan-tulisan eksposisi murni. Namun, di
sekolah-sekolah masih diajarkan, Karena eksposisi erat sekali hubungannya
dengan berpikir logis dan sistematis. Di samping itu, juga karena eksposisi
merupakan pola dasar penulisan ilmiah. Makalah-makalah sekolah, sampai makalah
seminar serta penataran, masih dituliskan dalam bentuk eksposisi. Demikianlah
pula skripsi atau bahkan disertasi.
Contoh:
Telah kita
saksikan bersama,masalah transportasi makin lama makin berkembang, baik
transportasi darat,laut maupun udara. Ketiga bentuk transportasi itu mengalami
kemajuan yang pesat, sesuai dengan perkembangan zaman. Misalnya pada masa silam
transportasi darat, laut, dan udara itu sangat sederhana, tetapi sekarang bukan
main main majunya,hamper semua transportasi itu serba mewah dan canggih sesuai
dengan perkembangan teknologi dewasa ini.
Kiranya sangat
perlu kita telusuri perkembangan transportasi masa silam sampai dewasaini.
Zaman nenek moyang kita kalau akan bepergian, mereka tidak pernah menaiki
kendaraan seperti sekarang ini, mereka cukup berjalan kaki saja walaupun jalan
yang akan ditempuh cukup jauh, memakan waktu berbulan-bulan berminggu-minggu,
berhari-hari. Mereka tak gentar, tak putus asa, semua mereka jalani dengan hati
yang senang, gembira, tak pernah mereka mengeluh, tak pernah mereka menggerutu
karena lelah, tetapi mereka tetap berjuang pokoknya bias sampai di tempat
tujuan.
d. Wacana
Prosedural
Wacana prosedural merupakan rangkaian tuturan yang
melukiskan sesuatu secara berurutan yang tidak boleh dibolak-balik
unsurnya, karena urgensi unsur yang lebih dahulu menjadi landasan unsur
berikutnya. Wacana itu biasanya disusun untuk menjawab pertanyaan bagaimana
mengerjakan sesuatu, misalnya membuat kue, mempersiapkan makanan, perawatan
tanaman, merawat alat-alat rumah tangga yang memerlukan prosedur atau
mengaktifkan komputer.
Contoh:
Cara membuat Martabak Manis
Bahan-bahan
250 gram tepung
terigu; 375 cc santan, hangatkan sebentar; 150 gram gula pasir; 2 butir telur 1
sendok the gist/ragi instant; ¼ sendok the soda kue;50 gram kacang tanah
(sangrai, kupas, cincang); 50 gram biji wijen, sangrai; 50 gram
coklat/meisjes;50 cc susu kental manis.
Cara mengolah
1.
Masukkan ragi ke dalam santang hangat, aduk sampai larut
dan berbusa, sisihkan.
2.
Campur tepung terigu dengan gula, buat lubang
ditengahnya, lalu isi dengan telur.
3.
Aduk sambil dituangi larutan santan sampai rata dan gula
larut.
4.
Masukkan soda kue, aduk kembali, biarkan sekitar 15 menit
di tempat hangat.
5.
Panaskan penggorengan,olesi dengan margarine.
6.
Tang adonan, tunggu sampai naik.
7.
Sebelum permukaanya mongering, taburi dengan sebagian
kacang tanah, wijen, gula pasir , coklat/meisjes, dan susu kental manis.
8.
Lipat menjadi dua, angkat.
9.
Sajikan hangat.
e.
Wacana Hortotorik
Wacana hortotorik adalah tuturan yang isinya bersifat
ajakan atau nasehat, kadang-kadang tuturan itu bersifat memperkuat
keputusan atau agar lebih meyakinkan. Sedangkan tokoh penting di dalamnya
adalah orang II. Wacana tidak disusun bersarkan urutan waktu tetapi merupakan
hasil atau produksi suatu waktu.
Contoh:
Nasehat orang tua kepada anaknyayang
akan memulai wirausaha
“Kaudengar
pesan bapakmu dalam meniti wirausaha, harta terbesar untuk mempertahankan
kemampuan wirausaha adalah sikap positif. Disamping itu, tekad, pengalaman,
ketekunan dan bekerja keras adalah prasyarat pokok untuk menjadi seorang
wirusahawan yang berhasil. Satu lagi anakku, sikap mentalyang tepat terhadap pekerjaan
sangatlah penting. Para wirausaha yang berhasil menikmati pekerjaan mereka dan
berdedikasi total terhadap apa yang mereka lakukan. Sikap mental positif mereka
mengubah pekerjaan mereka menjadi pekerjaan yang menggairahkan, menarik dan
member kepuasan.”
Sebuah wacana
dalam bahasa Bugis sebagai berikut:
Resopa
temmangingi malomo naletei pammase dewata.
Artinya: “Orang
yang bekerja keras atau tidak putus asa akan mendapat rejeki dari Allah SWT”.
Wacana hortotorik juga tampak dalam iklan baik secara
lisan maupun secara tertulis.
B.
Subsatuan Wacana
Dari pembahasan di atas dapat
dikatakan bahwa wacana adalah bahasa yang utuh yang lengkap. Maksudnya dalam
wacana ini satuan “ide” dan “pesan” yang disampaikan akan dapat di pahami
pendengar atau pembaca dalam keraguan, atau tanpa merasa adanya kekurangan
infomasi dari ide atau pesan yang tertuang dalam wacana itu. mungkin ada ide
atau pesan yang sangat sempit atau sedikit, sehingga cukup diwujudkan dalam
satu kalimat seperti berikut :
Jagalah kebersihan !
Tetapi mungkin juga ada yang agak
besar atau agak luas, sehingga perlu diwujudkan dalam dua tiga tiga kalimat
atau lebih, seperti tulisan yang biasa kita lihat di muka pintu masuk mesjid
atau mushala.
Bukalah alas kaki (sepatu, sendal, dan
lain-lain).
Kebersihan
adalah sebagian daripada iman.
Kalau
isi wacana itu berupa masalah keilmuan yang cukup luas, diuraikan berdasarkan
persyaratan suatu karangan ilmiah, maka wacana itu akan menjadi sangat luas,
mungkin bisa puluhan atau ratusan halaman panjangnya. Jika demikian, maka
biasanya wacana itu akan dibagi-bagi
dalam beberapa bab; setiap bab akan dibagi lagi atas beberapa subbab; setiap
subbab disajikan dalam beberapa paragraf, atau juga subparagraph. Setiap
paragraf biasanya berisi satu gagasan atau pikiran utama, yang disertai dengan
sejumlah pikiran penjelas.
Pikiran
utama itu berwujud satu kalimat utama; dan setiap pikiran penjelas berupa
kalimat-kalimat penjelas. Oleh karna itu, dalam hal wacana itu berupa karangan
ilmiah, maka dapat dikatakan bahwa wacana itu dibanguni oleh subsatuan atau
sub-subsatuan wacana yang disebut bab, subbab,
paragraf, atau juga subparagraf. Namun, dalam, wacana-wacana singkat
sub-subsatuan wacana itu tentu tidak ada.
Dalam
wacana berupa karangan ilmiah, dibangun oleh subsatuan atau sub-subsatuan
wacana yang disebut bab, subbab, paragraf, atau juga subparagraf. Namun, dalam
wacana –wacana singkat sub-subsatuan wacana tidak ada.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi,
Hasan,dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Inonesia. Balai
Pustaka. Jakarta.
Brown,
Gillian,dkk. 1996. Discourse Analysis. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
J. K. Natia. 1994. Pelajaran Mengarang dan Menyusun Karya Tulis.
Penerbit Arkola. Surabaya.
Wahid, Sugira,dkk. 2006. Analisis Wacana. Badan Penerbit UNM.
Makassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar