Senin, 22 Juni 2015

JENIS-JENIS WACANA DAN SUB SATUAN WACANA



 MATERI WACANA
(JENIS-JENIS WACANA DAN SUB SATUAN WACANA)

A.    Jenis-jenis Wacana
1.    Jenis Wacana dari Segi Penyusunannya
Sugirah Wahid, Juanda (2006), dalam bukunya yang berjudul  Analisis Wacana, mengemukakan bahwa ada lima jenis wacana ditinjau dari segi penyusunannya, yaitu:
a.       Wacana Deskripsi
Deskripsi adalah pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata terhadap suatu tempat, benda, keadaan atau suasana. Penulis deskripsi mengharapkan pembacanya melalui tulisannya dapat melihat apa yang dilihatnya, dapat mendengar apa yang didengarnya, mencium bau apa yang diciumnya, mencicipi apa yang dimakannya, merasakan apa yang dirasakannya, serta sampai pada kesipulan yang sama dengannya. Maka itu dapat disimpulkan bahwa deskripsi merupakan hasil dari observasi melalui panca indra,yang disampaikan dengan kata-kata.
Secara garis besarnya deskripsi terbagi dalam dua jenis, yaitu:
v  Wacana ekspositori
Wacana yang sangat logis, yang isi biasanya merupakan daftar rincian, semuanya atau yang menurut penulisnya hal yang penting-penting saja.
Contoh:
Ruang tempat kami belajar tidaklah luas,hanya 7 m x 10 m. Bangku kami berjajar teratur empat baris ke belakang. Pada dinding depan kelas tergantung papan tulis hitam 1 m x 2 m. Dua lukisan mengapitnya. Di sebelah kiri gambar Garuda Indonesia dan di sebelah kanan gambar presiden. Meja guru terdapat di pojok kiri. Alasannya berwarna cerah dan sekali seminggu diganti. Kami selalu meletakkan bunga yang segar dalam jambangan di atas meja itu, karena senang melihantnya. Di sebelah kiri kami, delapan jendelah besar memasukkan cahaya matahari dan hawa segar ke dalam kelas. Dindingnya polos, tiada hiasan, kecuali kalender dekat meja guru.

v  Wacana Impresionistis
Wacana yang isinya lebih menenkankan impresi atau kesan penulisnya ketika melukukan observasi, atau ketika m   enuliskan impresi tersebut.
          Contoh:
Musim kemarau yang panjang dan kering tahun in merupakan bencana bagi daerah kami. Sungai yang mengalir di tengah-tengah kota kering kerontang. Bahkan sumur pun banyak yang tidak berair lagi. Tampak berdesak orang menunggu giliran menimba air di sumur kami, satu-satunya yang tidak kering. Sawah ladang seperti hangus oleh terik matahari. Tanah pecah berbungkah-bungkah.tanaman hamper tiada yang tinggal hijau. Rumput kering kecoklat-coklatan hampir mati. Sapi, kerbau, kuda dan kambing sudah sebulan ini diungsikan ke daerah yang sungainya masih mengalir.

b.       Wacana Narasi
Wacana narasi adalah rangkaian tuturan yang menceritakan atau menyajikan suatu hal atau kejadian melalui suatu penonjolan tokoh pelaku (orang I atau orang III) dengan maksud memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca. Kekuatan wacana terletak pada urutan cerita berdasarkan waktu dan cara-cara bercerita yang diatur melalui alur (plot).
Contoh:
Andi Ruslan benar-benar mahasiswa yang patut diteladani oleh teman sekampusnya. Otaknya yang cemerlang, dan penempilannya yang sederhana menjadikannya sahabat baik bagi mahasiswa maupun mahasiswi. Dilahirkan dari keluarga yang sederhana tidak membuatnya berkecil hati. Sejak ia kuliah pada semeter dua, perkenalannya dengan dosen dan temannya dianggapnya sebagai peluang.
Dengan kepercayaan diri yang cukup. Ruslan menawarkan jasa mengantarkan Koran dan majalah pilihan dosen dan orang tua sekampungnya.dengan jasa loper ini Ruslang membiayai kuliah dan hidupnya sehari-hari.
Sementara kuliah yang diprogramkannya diselesaikan dengan baik dari semester kesemester. Kini ia menduduki semester kedelapan. Kuliah kerja nyata diprogramkannya bersama penyusunan skripsi. Atau penyelesaian skripsi ini pun bagi Ruslang merupakan peluang. Ia sudah siap dengan bisnis baru. Bersama teman-temannya ia akan mengelolah surat kabar mingguan.     

Sebuah wacana narasi mempunyai unsur-unsur pembangun. Adapun unsur-unsur pembanguan sebuah narasi,yaitu:
ü  Alur : Kejadian, Tokoh, dan Konflik
Narasi merupakan cerita yang didasarkan pada urutan-urutan sesuatu (serangkaian  kejadian atau peristiwa). Di dalam kejadian itu ada tokoh atau beberapa tokoh, dan tokoh ini mengalami atau menghadapi suatu atau serangkain konflik atau tikaian. Kejadian ,tokoh,dan konflik ini merupakan unsur pokok sebuah narasi, dan ketiganya secara kesatuan biasa disebut plot atau alur. Dengan demikian adalah narasi yang berdasarkan alur.
ü Latar
Alur ini tentulah tidak dapat terjadi suatu waktu, kekosongan. Mestilah ada waktu dan adapula tempat kejadiaan itu berlangsung. Dengan demikian kita mengatakan bahwa alur itu memunyai latar waktu dan latar tempat.
ü Posisi Narator
Istilah point of view dala kaitannya dengan narsi bukan saja berarti sudut pandang tetapi juga lebih dalam dari itu karena menyangkut struktur gramatikal sebuah narasi. Ini menyangkut siapa yang bercerita di dalam narasi itu,dan ini sangat mempengaruhi struktur cerita itu. Oleh Karena itu, di sini poin of view itu kita terjemahkan saja dengan posisi narrator.
Dalam sebuah narasi tentulah ada yang bercerita, yang menceritakan kepada kita apa saja yang terjadi. Pada satu ujung kita melihat ada cerita yang memakai aku atau saya sebagai tokoh utama dalam cerita itu. Dengan sendirinya apa yang kita dapatkan dari cerita itu adalah apa-apayang dilihat,didengar serta dialami oleh aku itu. Jalan pikiran, pergolakan perasaan,dugaan dan kesimpulan yang dihidangkan pun berasaldari aku itu juga. Yang tidak dilihat, tidak didengar atau diketahuinya tentulah tidak bias diceritakannya kepada kita.
Jadi, narator dalam cerita ini adalah pelaku utama. Narasi seperti ini sering disebut sebagai narasi dengan posisi sebagai orang pertama atau akuan.
ü Pola Narasi
Menurut Aristoteles (abad IV sebelum Masehi), sebuah narasi terdiri atas tiga bagaian yaitu awal, tengah dan akhir. Awal itu menurut dia haruslah seperti mata pancing dengan umpan yang lezat, sehingga begitu orang membacanya, hatinya langsung terpaut. Awal itu harus memperkenalakan tokoh-tokoh yang memainkan peranan di dalam cerita itu, serta memberikan latarbelakang yang diperlukan untuk kelancaran cerita. Di samping itu semua,awal itu harus pula menyiratkan atau memberikan lancaran bagaimana kira-kira cerita itu akan berakhir.
Bagian tengah dimulai ketika di dalam cerita itu mulai muncul konflik, tikaian atau keruwetan, yang menjurus kekonflik.  Konflik itu bisa bersifat nonfisik. Konflik ini biasanya memang diakhiri dengan sebuah ledakan yang biasa disebut klimaks. Bahkan  ada pula narasi yang akhirnya tidak dituliskan,hanya tersirat, dan pembaca dipersilakan menduga sendiri.
Itula pola narasi cara Aristoteles. Sekarang ini pun, cara itu masih bayak dipakai orang. Tetapi ada pula penulis yang mencari dan menciptakan gaya sendiri.
c.       Wacana Ekspositori
Rangkaian tuturan yang bersifat memaparkan suatu pokok pikiran disebut wacana ekspositori. Tujuan yang ingin dicapai wacana ini adalah tercapainya tingkat pemahaman terhadap sesuatu agar lebih jelas, mendalam, dan luas dari sekedar pernyataan yang bersifat global atau umum. Wacana eksipositori kadang-kadang berbentuk ilustrasi dengan contoh; berbentuk perbadingan, berbentuk uraian kronologis, dan juga berbentuk ciri (identifikasi) dengan orientasi pada materi, bukan kepada tokohnya.Wacana eksposisi lebih menekankan pada bentuk daripada isi. Isinya memang menyingkapkan sesuatu, tetapi bentuknya harus jelas.
Wacana eksposisi sebagai alat untuk menyingkapkan pikiran dan perasaan agaknya sudah banyak ditinggalkan orang. Tidak lagi kita jumpai di dalam media massa tulisan-tulisan eksposisi  murni. Namun, di sekolah-sekolah masih diajarkan, Karena eksposisi erat sekali hubungannya dengan berpikir logis dan sistematis. Di samping itu, juga karena eksposisi merupakan pola dasar penulisan ilmiah. Makalah-makalah sekolah, sampai makalah seminar serta penataran, masih dituliskan dalam bentuk eksposisi. Demikianlah pula skripsi atau bahkan disertasi.
Contoh:
Telah kita saksikan bersama,masalah transportasi makin lama makin berkembang, baik transportasi darat,laut maupun udara. Ketiga bentuk transportasi itu mengalami kemajuan yang pesat, sesuai dengan perkembangan zaman. Misalnya pada masa silam transportasi darat, laut, dan udara itu sangat sederhana, tetapi sekarang bukan main main majunya,hamper semua transportasi itu serba mewah dan canggih sesuai dengan perkembangan teknologi dewasa ini.
Kiranya sangat perlu kita telusuri perkembangan transportasi masa silam sampai dewasaini. Zaman nenek moyang kita kalau akan bepergian, mereka tidak pernah menaiki kendaraan seperti sekarang ini, mereka cukup berjalan kaki saja walaupun jalan yang akan ditempuh cukup jauh, memakan waktu berbulan-bulan berminggu-minggu, berhari-hari. Mereka tak gentar, tak putus asa, semua mereka jalani dengan hati yang senang, gembira, tak pernah mereka mengeluh, tak pernah mereka menggerutu karena lelah, tetapi mereka tetap berjuang pokoknya bias sampai di tempat tujuan.

d.      Wacana Prosedural
Wacana prosedural merupakan rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara berurutan yang tidak boleh dibolak-balik  unsurnya, karena urgensi unsur yang lebih dahulu menjadi landasan unsur berikutnya. Wacana itu biasanya disusun untuk menjawab pertanyaan bagaimana mengerjakan sesuatu, misalnya membuat kue, mempersiapkan makanan, perawatan tanaman, merawat alat-alat rumah tangga yang memerlukan prosedur atau mengaktifkan komputer.
Contoh:
Cara membuat Martabak Manis

Bahan-bahan
250 gram tepung terigu; 375 cc santan, hangatkan sebentar; 150 gram gula pasir; 2 butir telur 1 sendok the gist/ragi instant; ¼ sendok the soda kue;50 gram kacang tanah (sangrai, kupas, cincang); 50 gram biji wijen, sangrai; 50 gram coklat/meisjes;50 cc susu kental manis.
Cara mengolah
1.      Masukkan ragi ke dalam santang hangat, aduk sampai larut dan berbusa, sisihkan.
2.      Campur tepung terigu dengan gula, buat lubang ditengahnya, lalu isi dengan telur.
3.      Aduk sambil dituangi larutan santan sampai rata dan gula larut.
4.      Masukkan soda kue, aduk kembali, biarkan sekitar 15 menit di tempat hangat.
5.      Panaskan penggorengan,olesi dengan margarine.
6.      Tang adonan, tunggu sampai naik.
7.      Sebelum permukaanya mongering, taburi dengan sebagian kacang tanah, wijen, gula pasir , coklat/meisjes, dan susu kental manis.
8.      Lipat menjadi dua, angkat.
9.      Sajikan hangat.

e.       Wacana Hortotorik
Wacana hortotorik adalah tuturan yang isinya bersifat ajakan atau nasehat, kadang-kadang tuturan itu bersifat  memperkuat keputusan atau agar lebih meyakinkan. Sedangkan tokoh penting di dalamnya adalah orang II. Wacana tidak disusun bersarkan urutan waktu tetapi merupakan hasil atau produksi suatu waktu.
Contoh:
Nasehat orang tua kepada anaknyayang akan memulai wirausaha
“Kaudengar pesan bapakmu dalam meniti wirausaha, harta terbesar untuk mempertahankan kemampuan wirausaha adalah sikap positif. Disamping itu, tekad, pengalaman, ketekunan dan bekerja keras adalah prasyarat pokok untuk menjadi seorang wirusahawan yang berhasil. Satu lagi anakku, sikap mentalyang tepat terhadap pekerjaan sangatlah penting. Para wirausaha yang berhasil menikmati pekerjaan mereka dan berdedikasi total terhadap apa yang mereka lakukan. Sikap mental positif mereka mengubah pekerjaan mereka menjadi pekerjaan yang menggairahkan, menarik dan member kepuasan.”

Sebuah wacana dalam bahasa Bugis sebagai berikut:
Resopa temmangingi malomo naletei pammase dewata.
Artinya: “Orang yang bekerja keras atau tidak putus asa akan mendapat rejeki dari Allah SWT”.

Wacana hortotorik juga tampak dalam iklan baik secara lisan maupun secara tertulis.


B.     Subsatuan Wacana
Dari pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa wacana adalah bahasa yang utuh yang lengkap. Maksudnya dalam wacana ini satuan “ide” dan “pesan” yang disampaikan akan dapat di pahami pendengar atau pembaca dalam keraguan, atau tanpa merasa adanya kekurangan infomasi dari ide atau pesan yang tertuang dalam wacana itu. mungkin ada ide atau pesan yang sangat sempit atau sedikit, sehingga cukup diwujudkan dalam satu kalimat seperti berikut :
      Jagalah kebersihan !
Tetapi mungkin juga ada yang agak besar atau agak luas, sehingga perlu diwujudkan dalam dua tiga tiga kalimat atau lebih, seperti tulisan yang biasa kita lihat di muka pintu masuk mesjid atau mushala.
      Bukalah alas kaki (sepatu, sendal, dan lain-lain).
      Kebersihan adalah sebagian daripada iman.

      Kalau isi wacana itu berupa masalah keilmuan yang cukup luas, diuraikan berdasarkan persyaratan suatu karangan ilmiah, maka wacana itu akan menjadi sangat luas, mungkin bisa puluhan atau ratusan halaman panjangnya. Jika demikian, maka biasanya wacana itu  akan dibagi-bagi dalam beberapa bab; setiap bab akan dibagi lagi atas beberapa subbab; setiap subbab disajikan dalam beberapa paragraf, atau juga subparagraph. Setiap paragraf biasanya berisi satu gagasan atau pikiran utama, yang disertai dengan sejumlah pikiran penjelas.
      Pikiran utama itu berwujud satu kalimat utama; dan setiap pikiran penjelas berupa kalimat-kalimat penjelas. Oleh karna itu, dalam hal wacana itu berupa karangan ilmiah, maka dapat dikatakan bahwa wacana itu dibanguni oleh subsatuan atau sub-subsatuan wacana yang disebut bab, subbab,  paragraf, atau juga subparagraf. Namun, dalam, wacana-wacana singkat sub-subsatuan wacana itu tentu tidak ada. 
      Dalam wacana berupa karangan ilmiah, dibangun oleh subsatuan atau sub-subsatuan wacana yang disebut bab, subbab, paragraf, atau juga subparagraf. Namun, dalam wacana –wacana singkat sub-subsatuan wacana tidak ada.

 
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan,dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Inonesia. Balai   Pustaka. Jakarta.

Brown, Gillian,dkk. 1996. Discourse Analysis. PT. Gramedia Pustaka  Utama. Jakarta.        

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

J. K. Natia. 1994. Pelajaran Mengarang dan Menyusun Karya Tulis.  Penerbit Arkola. Surabaya.

Wahid, Sugira,dkk. 2006. Analisis Wacana. Badan Penerbit UNM. Makassar.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar