Tugas Individu (Aspek Fonetik)
Mata Kuliah : Linguistik Umum
Nama :
Heriyanti
Masalah
yang pertama kali dihadapi oleh seseorang dalam mempelajari bahasa lisan,
terutama bahasa asing, ialah masalah ucapannya. Sebelum mempelajari makna
berbagai kata dan tata bahasa yang akan dihadapinya, terlebih dahulu ia harus
mengenali bunyi-bunyi yang digunakan didalamnya. Fonetik, yaitu bagian fonologi
yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suatu bunyi
bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia. Fonetik mengacu pada artikulasi bunyi
bahasa.
A. Pengertian
Fonetik
Fonetik adalah suatu cabang ilmu
bahasa (linguistik) yang mempelajari bunyi bahasa secara eksklusif atau mempelajari bunyi bahasa tanpa melihat apakah
bunyi tersebut membedakan arti atau tidak. Secara rinci dapat dikatakan bahwa
fonetik adalah ilmu yang merekam dan menganalisis berbagai bunyi dan
elemen-elemen bahasa serta penggunaan dan distribusinya di dalam
kalimat-kalimat yang bersangkutan. Di dalam penggunaan bahasa lisan hampir
selalu ada dua pihak yakni pembicara dan pendengar. Pihak pertama memproduksi
bunyi-bunyi bahasa, sedangkan pihak kedua menerima dan memahaminya.
B.
Bidang Kajian Fonetik
1. Fonetik artikulatoris/ organis/
fisiologis adalah fonetik yang mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat
bicara yang ada dalam alat ucap manusia menghasilkan bunyi bahasa,
bagaimana bunyi diucapkan dan dibuat, dan bagaimana bunyi bahasa itu diklasifikasikan berdasarkan artikulasinya.
Catatan : Jenis fonetik ini banyak
berhubungan dengan linguistik
2. Fonetik akustis mempelajari bunyi
bahasa dari segi bunyi bahasa sebagai gejala fisis atau fenomena alam.
Bunyi
diteliti frekuensi getarannya, amplitudo, intensitas, dan timbrenya
Jenis
fonetik ini lebih banyak berhubungan dengan fisika dalam laboratorium fonetis.
Misalnya:
dalam pembuatan rekaman suara penyanyi, pembuatan telepon, dubbing , dan
lain-lain.
3. Fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme telinga menerima bunyi
bahasa sebagai getaran udara.
Jenis fonetik ini cenderung masuk bidang neurologi ilmu
kedokteran.
C.
Alat Ucap
Pada bahasan sebelumnya telah disinggung bahwa bunyi bahasa
dapat dipelajari dengan berbagai cara: akustik, auditoris, fisiologis
(artikulatoris), sehingga tumbuhlah fonetik akustik, fonetik auditoris, dan
fonetik artikulatoris. Fonetik artikulatoris membicarakan cara-cara alat ucap
membentuk berbagai bunyi bahasa.
Alwi (2003: 47)
merumuskan tiga faktor utama yang terlibat dalam pembentukan bunyi bahasa,
yakni sumber tenaga, alat ucap yang menimbulkan getaran, dan rongga pengubah
getaran.
Chaer (2012: 105) nama alat-alat
ucap, atau alat-alat yang terlibat dalam produksi bunyi bahasa adalah sebagai
berikut :
1. paru-paru
(lungs)
2. batang
tenggorok (trachea)
3. pangkal
tenggorok (larynx)
4. pita suara (vocal cord)
5. krikoid
(cricoid)
6. tiroid
(thyroid/lekum)
7. aritenoid
(arythenoids)
8. dinding
rongga kerongkongan (wall of pharynx)
9. epiglotis
(epiglottis)
10. akar
lidah (root of the tongue)
11. pangkal
lidah (back of the tongue, dorsum)
12. tengah
lidah (middle of the tongue, medium)
13. daun
lidah (blade of the tongue, laminum)
14. ujung
lidah (tip of the tongue, apex)
15. anak
tekak (uvula)
16.
langit-langit lunak (soft palate, velum)
17.
langit-langit keras (hard palate, palatum)
18. gusi,
lengkung kaki gigi (alveolum)
19. gigi
atas (upper teeth, dentum)
20. gigi
bawah (lower teeth, dentum)
21. bibir
atas (upper lip, labium)
22. bibir
bawah (lower lip, labium)
23. mulut
(mouth)
24. rongga
mulut (oral cavity)
25. rongga
hidung (nasal cavity)
D.
Proses
Fonasi
Terjadinya bunyi
bahasa pada umumnya dimulai dengan proses pemompaan udara keluar dari paru-paru
melalui batang tenggorok ke pangkal tenggorok yang di dalamnya terdapat pita
suara. Supaya udara bisa terus keluar, pita suara itu harus berada dalam posisi
terbuka. Setelah melalui pita suara yang merupakan jalan satu-satunya untuk
bisa keluar, entah melalui ronggga mulut atau rongga hidung, udara tadi
diteruskan ke udara bebas. Kalau udara yang dari paru-paru itu keluar tanpa
mendapat hambatan apa-apa, maka kita tidak akan mendengar bunyi apa-apa, selain
barangkali bunyi napas. Hambatan terhadap udara atau arus udara yang keluar
dari paru-paru itu dapat terjadi mulai dari tempat yang paling di dalam, yaitu
pita suara, sampai pada tempat yang paling luar, yaitu bibir atas dan bawah.
E.
Tulisan
Fonetik
Dalam tulisan
fonetik setiap huruf atau lambang hanya digunakan untuk melambangkan satu bunyi
bahasa, atau, kalau dibalik, setiap bunyi bahasa, sekecil apapun bedanya dengan
bunyi yang lain, akan juga dilambangkan hanya dengan satu huruf atau lambang.
Bandingkan dengan sistem ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sekarang,
misalnya, huruf e digunakan untuk melambangkan lebih dari satu
bunyi. Samakah bunyi huruf e pada kata kera,
monyet dan sate? Samakah juga bunyi huruf
u pada kata-kata Ingris but, put, dan hurt? Tentu saja tidak, sebab huruf
e dan huruf u
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Ingris tersebut tidak digunakan secara
fonetik. Dalam berbagai buku fonetik, atau fonologi, dan juga berbagai kamus
bahasa Inggris kita jumpai berbagai macam tulisan fonetik itu.
F.
Klasifikasi Bunyi
Pada umumnya bunyi bahasa
pertama-tama dibedakan atas vocal dan konsonan. Bunyi vocal dihasilkan dengan
pita suara terbuka sedikit. Pita suara yang terbuka sedikit ini menjadi
bergetar ketika dilalui arus udara yang dipompakan dari paru-paru. Selanjutnya
arus udara itu keluar melalui rongga mulut tanpa mendapat hambatan apa-apa,
kecuali bentuk rongga mulut yang berbentuk tertentu sesuai dengan jenis vocal
yang dihasilkan. Bunyi konsonan terjadi, setelah arus udara melewati pita suara
yang terbuka sedikit atau agak lebar, diteruskan ke rongga mulut atau rongga
hidung dengan mendapat hambatan di tempat-tempat artikulasi tertentu. Jadi,
beda terjadinya huruf vocal dan konsonan adalah ; arus udara dalam pembentukan
bunyi vocal; setelah melewati pita suara, tidak mendapat hambatan apa-apa;
sedangkan dalam pembentukan bunyi konsonan arus udara itu masih mendapat
hambatan atau gangguan. Bunyi konsonan ada yang bersuara ada yang tidak. Yang
bersuara terjadi apabila pita suara terbuka sedikit, dan yang tidak bersuara
apabila pita suara terbuka agak lebar. Bunyi vocal, semuanya adalah bersuara,
sebab dihasilkan dengan pita suara terbuka sedikit.
1.
Klasifikasi Vokal
Bunyi vocal biasanya diklasifikasikan dan diberi
nama berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa bersifat
vertical bisa bersifat horizontal. Secara vertical dibedakan adanya vocal
tinggi misalnya bunyi [i] dan [u]; vocal tengah misalnya bunyi [e] dan [∂]; dan
vocal rendah misalnya bunyi [a]. secara horizontal dibedakan adanya vocal
depan, misalnya, bunyi [i] dan [e]; vocal pusat misalnya bunyi [∂], dan vocal
belakang misalnya bunyi [u] dan [o].
kemudian menurut bentuk mulut dibedakan adanya vocal bundar dan vocal tak
bundar. Disebut vocal bundar karena bentuk mulut membundar ketika mengucapkan
vocal itu, misalnya, vocal [o] dan [u]. disebut vocal tak bundar karena bnetuk
mulut tidak membundar, melainkan melebar, pada waktu mengucapkan vokal
tersebut, misalnya vocal [i] dan [e].
2.
Diftong atau Vokal Rangkap
Disebut diftong atau vokal rangkap karena posisi
lidah ketika memproduksi bunyi ini pada bagian awalnya dan bagian akhirnya
tidak sama. Ketidaksamaan itu menyangkut tinggi rendahnya lidah, bagian lidah
yang bergerak, serta strikturnya. Namun, yang dihasilkan bukan dua buah bunyi,
melainkan hanya sebuah bunyi karena berada dalam satu silabel. Contoh diftong
dalam bahasa Indonesia adalah [au] seperti terdapat pada kata kerbau dan
harimau. Contoh lainnya, bunyi [ai]seperti terdapat pada kata cukai dan landai.
Apabila ada dua buah vikal berturutan, namun yang pertama terletak pada suku
kata yang berlainan dari yang kedua, maka disitu tidak ada diftong. Jadi, vocal
[au] dan [ai] pada kata seperti bau dan lain bukan diftong.
Diftong sering dibedakan berdasarkan letak dan
posisi unsure-unsurnya, sehingga dibedakan adanya diftong naik dan diftong
turun. Disebut diftong naik karena bunyi pertama posisinya lebih rendah dari
pada bunyi yang kedua. Sebaiknya disebut diftong turun karena posisi bunyi
pertama lebih tinggi dari posisi bunyi kedua. Dalam bahasa Indonesia hanya ada
diftong naik. Dalam bahasa Inggris ada diftong naik ada juga diftong turun.
3. Klasifikasi
Konsonan
Bunyi-bunyi konsonan dibedakan
berdasarkan tiga kriteria:
1.
Posisi pita suara
Berdasarkan posisi pita suara
dibedakan, yaitu:
a.
Bunyi bersuara, terjadi apabila
pita suara hanya terbuka sedikit sehingga terjadilah getaran pada pita suara
itu. Yang termasuk bunyi bersuara antara lain, bunyi [b] [d] [g]
dan [c].
b. Bunyi
tak bersuara, terjadi apabila pita suara terbuka agak lebar sehingga tidak ada
getaran pada pita suara itu. Yang termasuk bunyi tak bersuara antara lain,
bunyi [s], [k], [p], dan [t].
2.
Tempat artikulasi
Tempat
artikulasi adalah alat ucap yang digunakan dalam pembentukan bunyi itu.
Berdasarkan tempat artikulasinya, kita mengenal antara lain:
a. Konsonan
bilabial, konsonan yang terjadi pada kedua belah bibir, bibir bawah merapat
pada bibir atas. Yang termasuk konsonan bilabial antara lain, bunyi [b], [p],
dan [m]. Bunyi [b] dan
[p] adalah bunyi oral (bunyi yang
dikeluarkan melalui rongga mulut) sedangkan [m] adalah bunyi nasal (bunyi yang
dikeluarkan melalui rongga hidung).
b. Konsonan
labiodental, konsonan yang terjadi pada gigi bawah dan bibir atas, gigi bawah
merapat pada bibir atas. Yang termasuk konsonan labiodental adalah bunyi [f]
dan [v].
c. Konsonan
laminoalveolar, konsonan yang terjadi pada daun lidah dan gusi, daun lidah
menempel pada gusi. Yang termasuk konsonan laminoalveolar adalah bunyi [t]
dan [d].
d. Konsonan
dorsovelar, konsonan yang terjadi pada pangkal lidah dan velum atau
langit-langit lunak. Yang termasuk konsonan dorsovelar adalah bunyi [k]
dan [g].
DAFTAR
PUSTAKA
Alwi,
Hasan. Dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Jakarta. Pusat Bahasa dan Balai Pustaka.
Chaer,
Abdul. 2012. Linguistik Umum.
Jakarta. Rineka Cipta.
sangat membantu terimakasih
BalasHapus