ANALISIS REFERENSI EKSOFORA DAN ENDOFORA (KATAFORA
DAN ENDOFORA) DALAM TEKS ANEKDOT HUKUM PERADILAN
A.
Pengertian Teks Anekdot
Teks anekdot
adalah cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan, biasanya
mengenai orang penting atau terkenal dan berdasarkan kejadian yang sebenarnya.
B.
Ciri-ciri
teks anekdot
1. Berisi
cerita lucu/menggelitik
2. Bersifat
menyindir
3. Dari
kehidupan nyata dan diubah menjadi cerita yang berisi senda gurau
4. Mengenai
orang penting/terkenal
C.
Struktur Teks
Anekdot
1. Abstraksi (Pembukaan/Gambaran Umum)
Abstarksi adalah bagian di awal paragraf yang berfungsi
memberi gambaran tentang isi teks. Biasanya menunjukkan hal unik yang akan ada
di dalam teks
“Pada
zaman dahulu di suatu negara (yang pasti bukan negara kita) ada seorang tukang
pedati yang rajin dan tekun.”
2.
Orientasi (Pengenalan)
Orientasi adalah bagian yang menunjukkan
awal kejadian cerita atau latar belakang bagaimana peristiwa terjadi. Biasanya
penulis bercerita dengan detil. Selain itu pada orientasi juga terdapat latar
tempat, waktu, maupun suasana.
“Suatu pagi, dia melewati jembatan yang baru
dibangun.”
3. Krisis
(Klimaks/Konflik/Puncak Masalah)
Krisis adalah bagian dimana terjadi hal
atau masalah yang unik atau tidak biasa yang terjadi pada si penulis atau orang
yang diceritakan.
“Hakim memenjarakan pembantu penjual kayu atas
kesalahannya yaitu pendek, kurus, dan punya uang.”
4. Reaksi
(Tanggapan)
Reaksi adalah
bagian bagaimana cara penulis atau orang yang ditulis menyelesaikan masalah
yang timbul di bagian krisis tadi. Merupakan tindakan atau langkah yang
diambil untuk merespon masalah.
Masyarakat menganggap keputusan hakim
sudah adil.”
5.
Koda (Penutup/Akhir Cerita)
Koda adalah bagian
akhir dari cerita unik tersebut. Bisa juga dengan memberi kesimpulan tentang
kejadian yang dialami penulis atau orang yang ditulis.
D.
Struktur
kaidah teks anekdot
1. Menggunakan
waktu lampau, seperti: Saya menemukannya semalam.
2. Menggunakan
lawan kata atau antonim.
3. Menggunakan
pengandaian.
4. Menggunakan
kata sambung (konjungsi) waktu, seperti : kemudian, setelah itu, dan lain-lain.
5. Menggunakan
kata kerja, seperti: pergi, tulis, dan
lain-lain.
6. Menggunakan
kalimat perintah.
7. Menggunakan
kalimat seru.
E.
Teks
anekdot
ANEKDOT HUKUM
PERADILAN
Pada zaman dahulu di
suatu negara (yang pasti bukan negara kita) ada seorang tukang pedati yang
rajin dan tekun. Setiap
pagi dia membawa barang dagangan ke pasar dengan pedatinya. Suatu pagi dia
melewati jembatan yang baru dibangun. Namun sayang, ternyata kayu yang dibuat
untuk jembatan tersebut tidak kuat. Akhirnya, tukang
pedati itu jatuh ke sungai. Kuda beserta dagangannya hanyut.
Si Tukang Pedati dan
keluarganya tidak terima karena mendapat kerugian gara-gara jembatan yang
rapuh. Kemudian, mereka melaporkan kejadian itu kepada hakim untuk mengadukan
si Pembuat Jembatan agar dihukum dan memberi uang ganti rugi. Zaman dahulu
orang dapat melapor langsung ke hakim karena belum ada polisi.
Permohonan keluarga
si Tukang Pedati dikabulkan. Hakim memanggil si Pembuat Jembatan untuk diadili.
Namun, si Pembuat Jembatan tentu protes dan tidak terima. Ia menimpakan
kesalahan kepada tukang kayu yang menyediakan kayu untuk bahan jembatan itu.
Kemudian, hakim memanggil si Tukang Kayu.
Sesampainya di
hadapan hakim, si Tukang Kayu bertanya kepada hakim, “Yang Mulia Hakim, apa
kesalahan hamba sehingga hamba dipanggil ke persidangan?” Yang Mulia Hakim
menjawab, “Kesalahan kamu sangat besar. Kayu yang kamu bawa untuk membuat
jembatan itu ternyata jelek dan rapuh sehingga menyebabkan seseorang jatuh dan
kehilangan pedati beserta kudanya. Oleh karena itu, kamu harus dihukum dan
mengganti segala kerugian si Tukang Pedati.” Si Tukang Kayu membela diri,
“Kalau itu permasalahannya, ya, jangan salahkan saya, salahkan saja si Penjual
Kayu yang menjual kayu yang jelek.” Yang Mulia Hakim berpikir, “Benar juga apa
yang dikatakan si Tukang Kayu ini. Si Penjual Kayu inilah yang menyebabkan
tukang kayu membawa kayu yang jelek untuk si Pembuat Jembatan.” Lalu, hakim
berkata kepada pengawalnya, “Hai pengawal, bawa si Penjual Kayu kemari untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya!” Pergilah si Pengawal menjemput si Penjual
Kayu.
Si Penjual Kayu
dibawa oleh pengawal tersebut ke hadapan hakim. “Yang Mulia Hakim, apa
kesalahan hamba sehingga dibawa ke sidang pengadilan ini?” kata si Penjual
Kayu. Sang Hakim menjawab, “Kesalahanmu sangat besar karena kamu tidak menjual
kayu yang bagus kepada si Tukang Kayu sehingga jembatan yang dibuatnya tidak
kukuh dan menyebabkan seseorang kehilangan kuda dan barang dagangannya dalam
pedati.” Si Penjual Kayu menjawab, “Kalau itu permasalahannya, jangan
menyalahkan saya. Yang salah pembantu saya. Dialah yang menyediakan beragam
jenis kayu untuk dijual. Dialah yang salah memberi kayu yang jelek kepada si
Tukang Kayu itu.” Benar juga apa yang dikatakan si Penjual Kayu itu. “Hai
pengawal bawa si Pembantu ke hadapanku!” Maka si Pengawal pun menjemput si
Pembantu.
Seperti halnya orang
yang telah dipanggil terlebih dahulu oleh hakim, si Pembantu pun bertanya
kepada hakim perihal kesalahannya. Sang Hakim memberi penjelasan tentang
kesalahan si Pembantu yang menyebabkan tukang pedati kehilangan kuda dan
dagangannya sepedati. Si Pembantu tidak secerdas tiga orang yang telah
dipanggil terlebih dahulu sehingga ia tidak bisa memberi alasan yang memuaskan
sang Hakim. Akhirnya, sang Hakim memutuskan si Pembantu harus dihukum dan
memberi ganti rugi. Berteriaklah sang Hakim kepada pengawal, “Hai, Pengawal,
masukkan si Pembantu ini ke penjara dan sita semua uangnya sekarang juga!”
Beberapa menit
kemudian, sang Hakim bertanya kepada si Pengawal, ”Hai, Pengawal apakah hukuman
sudah dilaksanakan?” Si Pengawal menjawab, ”Belum, Yang Mulia, sulit sekali
untuk melaksanakannya.” Sang Hakim bertanya, “Mengapa sulit? Bukankah kamu
sudah biasa memenjarakan dan menyita uang orang?” Si Pengawal menjawab, “Sulit,
Yang Mulia. Si Pembantu badannya terlalu tinggi dan gemuk. Penjara yang kita
punya tidak muat karena terlalu sempit dan si Pembantu itu tidak punya uang untuk
disita.” Sang Hakim marah besar, “Kamu bego amat! Gunakan dong akalmu, cari
pembantu si Penjual Kayu yang lebih pendek, kurus, dan punya uang!” Kemudian,
si Pengawal mencari pembantu si Penjual Kayu yang lain yang berbadan pendek,
kurus, dan punya uang.
Si Pembantu yang
berbadan pendek, kurus, dan punya uang bertanya kepada hakim, “Wahai, Yang
Mulia Hakim. Apa kesalahan hamba sehingga harus dipenjara?” Dengan entengnya
sang Hakim menjawab, “Kesalahanmu adalah pendek, kurus, dan punya uaaaaang!!!!”
Setelah si Pembantu
yang berbadan pendek, kurus, dan punya uang itu dimasukkan ke penjara dan
uangnya disita, sang Hakim bertanya kepada khalayak ramai yang menyaksikan
pengadilan tersebut, ”Saudara-saudara semua, bagaimanakah menurut pandangan
kalian, peradilan ini sudah adil?” Masyarakat yang ada serempak menjawab,
“Adiiill!!!”
F. Analisis
Referensi Eksofora dan
Endofora (Katafora dan Endofora) dalam teks anekdot Hukum Peradilan
Paragraf
|
Eksofora
|
Endofora
|
|
Anafora
|
Katafora
|
||
Pada zaman dahulu di suatu negara
(yang pasti bukan negara kita) ada seorang tukang pedati yang rajin dan
tekun. Setiap pagi dia membawa barang dagangan ke pasar dengan pedatinya.
Suatu pagi dia melewati jembatan yang baru dibangun. Namun sayang, ternyata
kayu yang dibuat untuk jembatan tersebut tidak kuat. Akhirnya, tukang pedati
itu jatuh ke sungai. Kuda beserta dagangannya hanyut.
|
Pada
zaman dahulu di suatu negara (yang pasti bukan
negara kita) ada seorang tukang pedati yang rajin dan tekun.
|
Pada zaman dahulu di suatu negara (yang pasti
bukan negara kita) ada seorang tukang pedati
yang rajin dan tekun. Setiap pagi dia membawa
barang dagangan ke pasar dengan pedatinya.
Akhirnya, tukang pedati
itu jatuh ke sungai. Kuda beserta dagangannya
hanyut.
|
Suatu pagi dia
melewati jembatan yang baru dibangun. Namun sayang, ternyata kayu yang dibuat
untuk jembatan tersebut tidak kuat. Akhirnya, tukang
pedati itu jatuh ke sungai. Kuda beserta dagangannya hanyut.
|
Si Tukang Pedati dan
keluarganya tidak terima karena mendapat kerugian gara-gara jembatan yang
rapuh. Kemudian, mereka melaporkan kejadian itu kepada hakim untuk mengadukan
si Pembuat Jembatan agar dihukum dan memberi uang ganti rugi. Zaman dahulu
orang dapat melapor langsung ke hakim karena belum ada polisi.
|
Zaman
dahulu orang dapat melapor langsung ke hakim
karena belum ada polisi.
|
Si Tukang Pedati dan
keluarganya
tidak terima karena mendapat kerugian gara-gara jembatan yang rapuh.
Kemudian, mereka melaporkan kejadian itu
kepada hakim untuk mengadukan si Pembuat Jembatan agar dihukum dan memberi
uang ganti rugi.
|
|
Permohonan keluarga si Tukang
Pedati dikabulkan. Hakim memanggil si Pembuat Jembatan untuk diadili. Namun,
si Pembuat Jembatan tentu protes dan tidak terima. Ia menimpakan kesalahan
kepada tukang kayu yang menyediakan kayu untuk bahan jembatan itu. Kemudian,
hakim memanggil si Tukang Kayu.
|
|||
Sesampainya di hadapan hakim,
si Tukang Kayu bertanya kepada hakim, “Yang Mulia Hakim, apa kesalahan hamba
sehingga hamba dipanggil ke persidangan?” Yang Mulia Hakim menjawab,
“Kesalahan kamu sangat besar. Kayu yang kamu bawa untuk membuat jembatan itu
ternyata jelek dan rapuh sehingga menyebabkan seseorang jatuh dan kehilangan
pedati beserta kudanya. Oleh karena itu, kamu harus dihukum dan mengganti
segala kerugian si Tukang Pedati.” Si Tukang Kayu membela diri, “Kalau itu
permasalahannya, ya, jangan salahkan saya, salahkan saja si Penjual Kayu yang
menjual kayu yang jelek.” Yang Mulia Hakim berpikir, “Benar juga apa yang
dikatakan si Tukang Kayu ini. Si Penjual Kayu inilah yang menyebabkan tukang
kayu membawa kayu yang jelek untuk si Pembuat Jembatan.” Lalu, hakim berkata
kepada pengawalnya, “Hai pengawal, bawa si Penjual Kayu kemari untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya!” Pergilah si Pengawal menjemput si
Penjual Kayu.
|
Sesampainya di hadapan hakim, si Tukang Kayu bertanya kepada hakim, “Yang Mulia
Hakim, apa kesalahan hamba sehingga hamba
dipanggil ke persidangan?”
Kayu yang kamu bawa untuk membuat
jembatan itu ternyata jelek dan rapuh sehingga menyebabkan seseorang jatuh dan kehilangan pedati beserta kudanya.
“Hai pengawal, bawa si Penjual Kayu kemari untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya!”
|
||
Oleh karena itu, kamu harus dihukum dan mengganti segala kerugian si
Tukang Pedati.” Si Tukang Kayu membela diri,
“Kalau itu permasalahannya, ya, jangan salahkan saya, salahkan saja si
Penjual Kayu yang menjual kayu yang jelek.”
Si Tukang Kayu membela diri,
“Kalau itu permasalahannya, ya, jangan salahkan saya,
salahkan saja si Penjual Kayu yang menjual kayu yang jelek.”
Hakim menjawab, “Kesalahan kamu sangat besar. Kayu yang kamu bawa untuk membuat
jembatan itu ternyata jelek dan rapuh sehingga menyebabkan seseorang jatuh dan kehilangan pedati beserta
kudanya.
|
|||
Si Penjual Kayu dibawa oleh
pengawal tersebut ke hadapan hakim. “Yang Mulia Hakim, apa kesalahan hamba
sehingga dibawa ke sidang pengadilan ini?” kata si Penjual Kayu. Sang Hakim
menjawab, “Kesalahanmu sangat besar karena kamu tidak menjual kayu yang bagus
kepada si Tukang Kayu sehingga jembatan yang dibuatnya tidak kukuh dan
menyebabkan seseorang kehilangan kuda dan barang dagangannya dalam pedati.”
Si Penjual Kayu menjawab, “Kalau itu permasalahannya, jangan menyalahkan
saya. Yang salah pembantu saya. Dialah yang menyediakan beragam jenis kayu
untuk dijual. Dialah yang salah memberi kayu yang jelek kepada si Tukang Kayu
itu.” Benar juga apa yang dikatakan si Penjual Kayu itu. “Hai pengawal bawa
si Pembantu ke hadapanku!” Maka si Pengawal pun menjemput si Pembantu.
|
“Kesalahanmu sangat besar karena kamu
tidak menjual kayu yang bagus kepada si Tukang Kayu
sehingga jembatan yang dibuatnya tidak kukuh dan menyebabkan seseorang
kehilangan kuda dan barang dagangannya dalam
pedati.
Si Penjual Kayu menjawab,
“Kalau itu permasalahannya, jangan menyalahkan saya.
Yang salah pembantu
saya. Dialah yang menyediakan beragam jenis
kayu untuk dijual.
|
“Yang Mulia Hakim, apa kesalahan hamba sehingga dibawa ke sidang pengadilan ini?”
kata si Penjual Kayu.
Dialah yang salah
memberi kayu yang jelek kepada si Tukang Kayu itu.” Benar juga apa yang
dikatakan si Penjual Kayu itu. “Hai pengawal bawa si
Pembantu ke hadapanku!”
|
|
Seperti halnya orang yang telah
dipanggil terlebih dahulu oleh hakim, si Pembantu pun bertanya kepada hakim
perihal kesalahannya. Sang Hakim memberi penjelasan tentang kesalahan si
Pembantu yang menyebabkan tukang pedati kehilangan kuda dan dagangannya
sepedati. Si Pembantu tidak secerdas tiga orang yang telah dipanggil terlebih
dahulu sehingga ia tidak bisa memberi alasan yang memuaskan sang Hakim.
Akhirnya, sang Hakim memutuskan si Pembantu harus dihukum dan memberi ganti
rugi. Berteriaklah sang Hakim kepada pengawal, “Hai, Pengawal, masukkan si
Pembantu ini ke penjara dan sita semua uangnya sekarang juga!”
|
Sang Hakim memberi penjelasan tentang
kesalahan si Pembantu yang menyebabkan tukang pedati kehilangan kuda dan
dagangannya sepedati.
Si Pembantu tidak
secerdas tiga orang yang telah dipanggil terlebih dahulu sehingga ia tidak bisa memberi alasan yang memuaskan sang
Hakim.
|
||
Beberapa menit kemudian, sang
Hakim bertanya kepada si Pengawal, ”Hai, Pengawal apakah hukuman sudah
dilaksanakan?” Si Pengawal menjawab, ”Belum, Yang Mulia, sulit sekali untuk
melaksanakannya.” Sang Hakim bertanya, “Mengapa sulit? Bukankah kamu sudah biasa
memenjarakan dan menyita uang orang?” Si Pengawal menjawab, “Sulit, Yang
Mulia. Si Pembantu badannya terlalu tinggi dan gemuk. Penjara yang kita punya
tidak muat karena terlalu sempit dan si pembantu itu tidak punya uang
untuk disita.” Sang Hakim marah besar, “Kamu bego amat! Gunakan dong akalmu, cari pembantu si Penjual Kayu
yang lebih pendek, kurus, dan punya uang!” Kemudian, si Pengawal mencari
pembantu si Penjual Kayu yang lain yang berbadan pendek, kurus, dan punya
uang.
|
Bukankah kamu
sudah biasa memenjarakan dan menyita uang orang?” Si
Pengawal menjawab, “Sulit, Yang Mulia.
|
||
Si Pembantu yang berbadan
pendek, kurus, dan punya uang bertanya kepada hakim, “Wahai, Yang Mulia
Hakim. Apa kesalahan hamba sehingga harus dipenjara?” Dengan entengnya sang
Hakim menjawab, “Kesalahanmu adalah pendek, kurus, dan punya uaaaaang!!!!”
|
Apa kesalahan hamba
sehingga harus dipenjara?” Dengan entengnya sang Hakim menjawab, “Kesalahanmu adalah pendek, kurus, dan punya uaaaaang!!!!”
|
||
Setelah
si Pembantu yang berbadan pendek, kurus, dan punya uang itu
dimasukkan ke penjara dan uangnya
disita, sang Hakim bertanya kepada khalayak ramai yang menyaksikan pengadilan
tersebut, ”Saudara-saudara semua, bagaimanakah
menurut pandangan kalian,
peradilan ini sudah adil?” Masyarakat yang ada serempak menjawab,
“Adiiill!!!”
|
Catatan :
Referensi
eksofora
adalah pengacuan terhadap antiseden
yang terdapat di luar bahasa (ekstratekstual), seperti manusia, hewan, alam
sekitar pada umumnya, atau suatu peristiwa.
|
Hakim bertanya kepada khalayak ramai yang menyaksikan pengadilan tersebut,
”Saudara-saudara semua, bagaimanakah menurut
pandangan kalian, peradilan ini sudah adil?”
Catatan :
Referensi
anafora
adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang
mengacu pada satuan lingual lain yang mendahuluinya, atau mengacu anteseden
di sebelah kiri, atau mengacu pada unsur yang telah disebutkan terdahulu
|
Catatan :
Referensi
katafora
adalah salah satu kohesi garamatikal yang berupa satual lingual tertentu yang
mengacu pada atuan lingual lain yang mengikutinya, atau mengacu anteseden
disebelah kanan, atau mengacu pada unsure yang baru disebutkan kemudian
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar