Senin, 18 Mei 2015

Sastra Anak Terjemahan sebagai Bahan Penunjang Pengajaran Sastra



SASTRA ANAK TERJEMAHAN SEBAGAI BAHAN PENUNJANG PENGAJARAN SASTRA

I.     Pendahuluan
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah sekarang ini belum berlangsung seperti yang diharapkan. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia belum mampu melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional, kognitif, emosional, dan afektif. Hal ini terlihat dari minat apresiasi siswa terhadap sastra yang masih sangat rendah. Artinya, Bahasa dan Sastra Indonesia belum menjadi mata pelajaran yang disenangi dan dirindukan oleh siswa. Padahal, dampak lebih jauh dari kondisi pembelajaran semacam itu adalah kegagalan siswa dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, serta sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia itu sendiri.
Salah satu kompetensi inti yang ingin dicapai dalam kurikulum pembelajaran sastra adalah kemampuan siswa berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Oleh karena itu, sebagai bentuk kesadaran menjadi bagian dari pergaulan dunia, pengetahuantentang nilai-nilai bangsa lain melalui pengajaran sastra perlu
diberikan. Selain pengetahuan dan pemahaman tentang sastra Indonesia, siswa juga dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang sastra daerah dan sastra asing. Untuk menjembatani kendala bahasa maupun tulisan dalam pembelajaran sastra ini, kegiatan penerjemahan, transliterasi, dan transformasi sastra asing atau daerah perlu digalakkan.
Seperti kita ketahui bahwa pertumbuhan dan perkembangan sastra modern Indonesia sesungguhnya sangat berhutang budi pada proses awal penerjemahan karya sastra asing ke dalam bahasa Indonesia. Zoetmulder (1983) bahkan mengatakan bahwa sastra tulis kita dalam banyak hal digerakkan oleh penerjemahan. Jika dilihat lagi sejarahnya, sebagian karya sastra Indonesia pada mulanya justru merupakan transliterasi atau transformasi karya-karya dari India atau Arab-Parsi, seperti cerita-cerita wayang, binatang, cerita-cerita perlipur lara, dan sebagainya. Dalam proses yang panjang, cerita-cerita tersebut seolah menjadi milik kita.
II.      Pembahasan
A.    Peranan Sastra Anak Terjemahan dalam Peningkatan Minat Baca Anak
Tidak dapat dipungkiri bahwa penerbitan sastra anak terjemahan tersebut dapat mengisi kekosongan akan karya-karya sastra anak yang bermutu di Indonesia. Akan tetapi, sisi lain yang perlu mendapat perhatian dari keberadaan sastra anak terjemahan adalah nilai-nilai budaya asing yang turut dibawa dalam karya-karya tersebut mengingat eratnya kaitan antara karya sastra dan budaya masyarakatnya. Keberadaan bacaan anak terjemahan karya asing khususnya dari Jepang dan Amerika yang mendominasi penerbitan karya sastra anak di Indonesia ini bisa jadi sangat menguntungkan. Bagi anak-anak sebagai pembaca, keberadaan karya-karya tersebut dapat memuaskan dahaga mereka akan bahan bacaan anak mengingat terbatasnya jumlah karya-karya asli negeri sendiri.
Keunggulan bacaan anak terjemahan yaitu jenis bacaan ini memiliki alur cerita yang sederhana, penyampaian pesan yang halus, ilustrasi yang baik, dan karakter tokoh yang kuat. Sedangkan kelemahannya adalah bacaan anak terjemahan lebih menonjolkan popularitas karakter tokoh cerita, akibatnya jalan cerita tidak mendapat perhatian yang serius oleh penulis. Pada sastra anak terjemahan memiliki banyak cerita fantasi yang ditawarkan sehingga imajinasi anak lebih banyak dari pada membaca sastra indonesia.
B.     Nilai budaya asing dalam sastra anak terjemahan
Berbagai bentuk karya sastra anak telah banyak diterbitkan di Indonesia, yaitu berupa cerpen,cerita bergambar,maupun cerita pendek.Baik dalam bentuk majalah maupun buku.Namun sayangnya sebagian besar karya sastra tersebut tidak asli buatan anak negri,tapi melainkan terjemahan karya satra asing.  Tidak dapat dipungkiri bahwa karya sastra asing ini dapat mengisi kekosongan akan karya sastra anak-anak Indonesia.Akan tetapi ada sisi lain yang perlu diperhatikan dari keberadaan sastra anak  terjemahan ini,ada beberapa hal yang patut mendapat pengawasan dan perhatian khusus karena cukup banyak nya kebudayaan asing yang dibawa dalam karya-karya tersebut yang terkdang tidak sesuai atau malah bertentangan dengan budaya negri kita.
Karya sastra terjemahan sedikit atau banyaknya dapat menumbuhkn rasa hormat antar sesama bagi semua orang diseluruh dunia.Hal ini disebabkan karena dengan adanya karya sastra terjemahan tersebut anak-anak Indonesia tidak harus mengalami kendala bahasa dalam membaca cerita anak terjemahan,misalnya karya sastra anak dari Jepang ,mereka dapat dengan mudah mendapatkan gambaran tentang kebiasaan dan kehidupan anak Jepang melalui sastra anak terjemahan.
Adapun beberapa nilai budaya yang dibawa dalam sastra anak terjemahan adalah sebagai berikut :
Ø  Kemandirian
Kemandirian mungkin tidak terdengar asing di telinga kita namun dalam budaya kita hal ini merupakan sebuah budaya yang asing.
Ø Tradisi Valentine dan Hallowen
Tradisi Valentine ini salah satunya dapat kita temui yaitu dalam seri  komik spongebob dan valentine yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.Sedangkan tradisi hallowen salah satunya dapat kita temui dalam buku cerita Franklin dan pesta hallowen.
Ø Ciuman sang Pangeran
Dari kebiasaan budaya timur berciuman bukanlah hal yang biasa dilakukan,apalagi di Indonesia.bagi orang tua yang tidak menginginkn anaknya meniru adegan ciuman ini,tidaklah mudah menjelaskan adegan tersebut.Biasanya hal yang dilakukan orangtua ketika terdapat adegan tersebut adalah dengan menyuruh anak untuk menutup mata . Namun bagaimana jika hal ini kita temui dalam buku bacaan anak. Disinilah diperlukan perhatian khusus terhadap penerjemahan karya sastra yang khususnya ditujukan pada anak-anak.
Ø Kekerasan
Hal ini dapat kita temukan misalnya dalam komik anak seperi naruto,dan dragon ball yang cerita nya berisi tentang pertarungan para jagoan yang tiada habisnya. Kekerasan ini bisa dikatakan bukan monopoli nilai asing. Maksudnya, kekerasan juga ada di dalam masyarakat kita. Namun demikian, apabila kita lebih dalam melihat kasus sastra maka ada sejumlah catatan yang bisa kita simak antara lain: sastra  anak  klasik  seperti dongeng dan cerita rakyat misalnya Putri  Salju, Cinderella, dan Pinokio, pada umumnya tidak terlalu menonjolkan kekerasan; sementara bacaan  anak terbitan era 2000an, terutama dari Jepang, sangat dominan mengusung nilai-nilai  kekerasan. Hal ini perlu diwaspadai karena anak-anak adalah peniru ulung sehingga tidak jarang mereka menirukan adegan atau perilaku tokoh rekaan dalam cerita yang dibacanya. Dengan demikian, nilai-nilai kekerasan pun perlahan dapat tertanam pada diri anak. Oleh karena itu diperlukan peran orang tua dan pendidik dalam mengarahkan anak.
            Hal-hal di atas merupakan contoh dari bentuk positif dan negatif yang terdapat dalam cerita terjemahan. Sehingga dengan adanya karya cerita terjemahan yang semakin marak saat ini tidak hanya membawa dampak negatif saja, akan tetapi juga terdapat hal-hal positif yang terkandung baik dari sisi isi dan juga keuntungan di bidang penerbitan Indonesia yang saat ini lesu dengan karya anak bangsanya. Saat ini fungsi dari orang tua dan guru sangat penting baik untuk meningkatkan minat baca anak dan juga mengajari anak akan perilaku-perilaku moral atau nilai-nilai yang baik dan harus di pakai, serta mana nilai yang harus di tinggal atau di hindari. Dengan begitu nilai-nilai masyarakat Indonesia yang baik akan semakin berkembang serta nilai-nilai yang tidak baik akan di jauhi. Dan juga masyarakat Indonesia semakin mempunyai wawasan yang banyak akan hal-hal baru yang ada di dunia. Dengan begitu diharapkan masyarakat Indonesia bisa meningkatkan karya ciptanya.
C.     Sastra Anak Terjemahan sebagai Bahan Penunjang Pengajaran Sastra Anak
Sebagai sumber belajar yang dimanfaatkan secara tidak langsung, bahan pembelajaran penunjang hanya berfungsi sebagai pelengkap. Bahan pembelajaran ini pada umumnya disusun di luar lingkup materi kurikulum, tetapi memiliki keterkaitan yang erat dengan tujuan utamanya, yaitu memberikan pendalaman dan pengayaan bagi siswa. Sastra anak terjemahan menghadapi kendala untuk dijadikan sebagai bahan apresiasi dan pembelajaran sastra di sekolah. Pemikiran bahwa terjemahan sastra asing bukanlah bagian dari khasanah sastra Indonesia serta kemungkinan adanya unsur-unsur yang tidak sesuai dengan budaya lokal masih sering muncul dan dijadikan alasan tidak dlibatkannya sastra terjemahan asing dalam proses apresiasi dan pembelajaran sastra di sekolah. Padahal tidak dapat dipungkiri bahwa pertumbuhan dan perkembangan sastra modern Indonesia sesungguhnya sangat berhutang budi pada kegiatan awal penerjemahan karya sastra asing ke dalam bahasa Indonesia. Zoetmulder (1983) mengatakan bahwa sastra tulis Indonesia banyak digerakkan oleh kegiatan penerjemahan. Sebagian karya sastra Indonesia merupakan hasil penerjemahan atau transformasi karya-karya dari India atau Arab-Persi, seperti cerita-cerita wayang, fabel, cerita-cerita perlipur lara, dan sebagainya. Dan, dengan proses yang panjang dan lama, cerita-cerita tersebut akhirnya menjadi milik bangsa Indonesia.
Pada dasarnya sebuah teks sastra terjemahan adalah sebuah teks sastra tersendiri yang sudah berbeda dari teks sastra dalam bahasa aslinya. Sebuah teks sastra terjemahan bukan lagi bagian dari khasanah sastra bahasa sumber, melainkan ia menjadi bagian dari khasanah sastra dalam bahasa sasaran. Jika sebuah novel ditulis dalam bahasa Arab, novel tersebut merupakan bagian dari khasanah Sastra Arab. Akan tetapi, jika novel tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, novel itu menjadi bagian dari khasanah sastra Indonesia. Demikian sebaliknya, jika novel Pramoedya diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang, Inggris, Rusia, atau Cina, novel Pram menjadi bagian dari khasanah sastra Jepang, Inggris, Rusia, atau Cina.
Bahasa menjadi faktor utama yang menentukan keberadaan dan identitas teks sastra. Sebagai ilustrasi Aprianus Salam dalam tulisannya berjudul Sastra Terjemahan menambahkan bahwa novel Buiten Het Gareel (1940) karya Suwarsih Djojopuspito adalah sebuah novel yang dianggap oleh A. Teeuw (1980) sebagai novel paling hebat pada periode Balai Pustaka. Namun, novel ini pernah tidak diperhitungkan sebagai bagian dari khasanah sastra Indonesia. Meskipun novel tersebut ditulis oleh orang Indonesia, dengan latar dan tokoh-tokoh dari orang Indonesia (Jawa), dengan muatan penuh budaya Jawa, karena ditulis dalam bahasa Belanda, novel itu menjadi bagian dari sastra Belanda. Baru setelah novel tersebut pada tahun 1975 diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia (dengan judul Manusia Bebas), dia menjadi bagian dari sastra Indonesia. Kekhawatiran adanya muatan-muatan yang tidak sesuai budaya lokal dalam sastra terjemahan asing tentu harus dihindari. Ketika sebuah karya sastra dialihbahasakan, yang teralihbahasakan bukan sekadar dari satu bahasa ke bahasa lain, tetapi ada pula muatan budaya, sejarah, nilai-rasabahasa, nilai-rasa-budaya, nilai-rasa-politik dan sosial, cara berpikir, dan sebagainya. Namun, karya terjemahan tersebut juga telah melalui seleksi dan konstruksi sesuai dengan budaya dan selera penerjemah. Dengan demikian, pengetahuan, pengalaman, dan latar belakang penerjemah ikut menentukan kemurnian muatan terjemahan yang kemudian menjadi karya sastra dalam khasanah kebudayaan yang diterjemahkan. Bahasa sumber karya sastra dipaksa tunduk dengan semangat zaman dan budaya bahasa sasaran, bahkan harus tunduk dengan penerjemah. Oleh karena itu, ada batasan-batasan nilai yang diperhatikan penerjemah ketika menyeleksi sastra asing yang disesuaikan dengan budaya lokal. Selain itu, harus ada penyeleksian jenis-jenis karya sastra terjemahan yang digunakan sebagai bahan penunjang pengajaran sastra. Pihak sekolah, guru, siswa, maupun orang tua juga secara selektif dapat memilih sastra terjemahan tersebut. Panduan pembelajaran dalam kurikulum tetap harus ditaati, sehingga topik dan genre sastra terjemahan yang dipilih sebagai bahan penunjang harus sesuai dengan materi pengajaran sastra. Dan, karena sastra terjemahan ini merupakan untuk konsumsi anak sekolah, harus dipastikan bahwa isinya tidak terlalu berat (disesuaikan dengan kebutuhan siswa).

III.   Simpulan
Sebuah karya sastra asing bisa diterjemahkan, disadur, dan diadaptasi ke dalam teks  sastra berbahasa Indonesia. Kandungan nilai dalam  karya  tersebut bisa jadi berbeda atau bahkan bertentangan dengan nilai lokal Indonesia. Namun demikian, tidak berarti bahwa kita harus menentang keberadaan karya-karya tersebut karena tidak semua nilai-nilai budaya asing dalam karya terjemahan selalu bersifat negatif dan dapat mengikis nilai budaya lokal pada anak-anak kita.  Apabila dikhawatirkan sastra anak terjemahan  bisa  mengancam nilai-nilai luhur maka diperlukan sejumlah langkah untuk mengawal anak-anak kita dalam melakukan eksplorasi dunia sastra.
            Bagaimanapun nilai-nilai asing yang ada dalam karya sastra bisa memperkaya wawasan anak. Dengan bimbingan yang benar dari orang tua, guru, maupun masyarakat, maka anak-anak kita akan belajar tentang keanekaragaman budaya dan toleransi dari sastra anak. Hal lain yang dapat dilakukan adalah mengajarkan cara mendongeng atau membaca buku sastra yang baik pada anak  dalam pengajaran sastra di sekolah. Dengan demikian, pembaca anak akan lebih punya banyak pilihan karya-karya sastra untuk dinikmati dan sekaligus dapat belajar pula tentang nilai-nilai budaya mereka sendiri melalui karya-karya tersebut.
Menyertakan sastra anak terjemahan sebagai bahan penunjang pengajaran sastra tentu memberi nilai tambah tersendiri. Selain sebagai upaya untuk meningkatkan minat siswa, karya terjemahan memberi keragaman informasi perihal masyarakat, bangsa, dan negara asal karya tersebut. Dengan demikian, siswa akan mempunyai gambaran tentang suatu bangsa dan kebudayaan negara lain setelah membaca karya karya sastra terjemahannya. Seperti ketika, siswa dapat memahami budaya Cina dengan mengapresiasi kumpulan cerpen Catatan Harian Seorang Gila karya Lu Xun. Dan, perlu diingat bahwa jika sebuah bangsa terbiasa dengan sastra terjemahan, secara tidak langsung ia telah benar benar menjadi bagian dari dunia.

















DAFTAR PUSTAKA

Asrori, Mohammad. 2007. Setangkup Problematika Sastra Anak Indonesia.  http://www.warungfiksi.wordpress.com/2007/11/20/setangkup-problematika-sastra-anakindonesia/

Damono, S. D. 2003. Menerjemahkan Karya Sastra. Disampaikan pada Kongres Nasional Penerjemahan, di Universitas Sebelas Maret, Surakarta diakses di http://mayantara.sch.id/artikel/menerjemahkan karya sastra.htm

Februana, Ngarto dan Kurniawan. 2008.  Kejayaan Para Anak Petualang dalam Ruang Baca

Salam, A. Sastra Terjemahan: Beberapa Persoalan. Fakultas Sastra UGM Yogyakarta diakses di http://www.academia.edu/1490358/Sastra_Terjemahan










                                                                                  

SASTRA ANAK TERJEMAHAN SEBAGAI BAHAN PENUNJANG
PENGAJARAN SASTRA

Disampaikan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sastra Anak
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Anshari, M.Hum

Disusun oleh

HERIYANTI
14B01030

PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar