SASTRA ANAK TERJEMAHAN SEBAGAI BAHAN
PENUNJANG PENGAJARAN SASTRA
I.
Pendahuluan
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah sekarang
ini belum berlangsung seperti yang diharapkan. Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia belum mampu melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional, kognitif,
emosional, dan afektif. Hal ini terlihat dari minat apresiasi siswa terhadap
sastra yang masih sangat rendah. Artinya, Bahasa dan Sastra Indonesia belum
menjadi mata pelajaran yang disenangi dan dirindukan oleh siswa. Padahal,
dampak lebih jauh dari kondisi pembelajaran semacam itu adalah kegagalan siswa
dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, serta sikap positif
terhadap bahasa dan sastra Indonesia itu sendiri.
Salah satu kompetensi
inti yang ingin dicapai dalam
kurikulum
pembelajaran sastra adalah kemampuan siswa berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam
serta
dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Oleh karena itu,
sebagai bentuk kesadaran
menjadi bagian dari pergaulan dunia, pengetahuantentang nilai-nilai bangsa lain
melalui pengajaran sastra perlu
diberikan.
Selain pengetahuan dan pemahaman tentang sastra Indonesia, siswa juga dapat
memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang sastra daerah dan sastra asing. Untuk
menjembatani kendala bahasa maupun tulisan dalam pembelajaran sastra ini,
kegiatan penerjemahan, transliterasi, dan transformasi sastra asing atau daerah
perlu digalakkan.
Seperti
kita ketahui bahwa pertumbuhan dan perkembangan sastra modern Indonesia
sesungguhnya sangat berhutang budi pada proses awal penerjemahan karya sastra
asing ke dalam bahasa Indonesia. Zoetmulder (1983) bahkan mengatakan bahwa
sastra tulis kita dalam banyak hal digerakkan oleh penerjemahan. Jika dilihat
lagi sejarahnya, sebagian karya sastra Indonesia pada mulanya justru merupakan
transliterasi atau transformasi karya-karya dari India atau Arab-Parsi, seperti
cerita-cerita wayang, binatang, cerita-cerita perlipur lara, dan sebagainya.
Dalam proses yang panjang, cerita-cerita tersebut seolah menjadi milik kita.
II. Pembahasan
A.
Peranan
Sastra Anak Terjemahan dalam Peningkatan Minat Baca Anak
Tidak dapat dipungkiri bahwa penerbitan sastra anak
terjemahan tersebut dapat mengisi kekosongan akan karya-karya sastra anak yang
bermutu di Indonesia. Akan tetapi, sisi lain yang perlu mendapat perhatian dari
keberadaan sastra anak terjemahan adalah nilai-nilai budaya asing yang turut
dibawa dalam karya-karya tersebut mengingat eratnya kaitan antara karya sastra
dan budaya masyarakatnya. Keberadaan bacaan anak terjemahan karya asing
khususnya dari Jepang dan Amerika yang mendominasi penerbitan karya sastra anak
di Indonesia ini bisa jadi sangat menguntungkan. Bagi anak-anak sebagai
pembaca, keberadaan karya-karya tersebut dapat memuaskan dahaga mereka akan
bahan bacaan anak mengingat terbatasnya jumlah karya-karya asli negeri sendiri.
Keunggulan bacaan anak
terjemahan yaitu jenis bacaan ini memiliki alur cerita yang sederhana,
penyampaian pesan yang halus, ilustrasi yang baik, dan karakter tokoh yang
kuat. Sedangkan kelemahannya adalah bacaan anak terjemahan lebih menonjolkan
popularitas karakter tokoh cerita, akibatnya jalan cerita tidak mendapat
perhatian yang serius oleh penulis. Pada sastra anak terjemahan memiliki banyak
cerita fantasi yang ditawarkan sehingga imajinasi anak lebih banyak dari pada
membaca sastra indonesia.
B.
Nilai
budaya asing dalam sastra anak terjemahan
Berbagai bentuk karya sastra anak telah banyak diterbitkan
di Indonesia, yaitu berupa cerpen,cerita bergambar,maupun cerita pendek.Baik
dalam bentuk majalah maupun buku.Namun sayangnya sebagian besar karya sastra
tersebut tidak asli buatan anak negri,tapi melainkan terjemahan karya satra
asing. Tidak dapat dipungkiri bahwa karya sastra asing ini dapat mengisi
kekosongan akan karya sastra anak-anak Indonesia.Akan tetapi ada sisi lain yang
perlu diperhatikan dari keberadaan sastra anak terjemahan ini,ada
beberapa hal yang patut mendapat pengawasan dan perhatian khusus karena cukup
banyak nya kebudayaan asing yang dibawa dalam karya-karya tersebut yang
terkdang tidak sesuai atau malah bertentangan dengan budaya negri kita.
Karya sastra terjemahan sedikit atau banyaknya dapat
menumbuhkn rasa hormat antar sesama bagi semua orang diseluruh dunia.Hal ini
disebabkan karena dengan adanya karya sastra terjemahan tersebut anak-anak
Indonesia tidak harus mengalami kendala bahasa dalam membaca cerita anak
terjemahan,misalnya karya sastra anak dari Jepang ,mereka dapat dengan mudah
mendapatkan gambaran tentang kebiasaan dan kehidupan anak Jepang melalui sastra
anak terjemahan.
Adapun beberapa nilai budaya yang dibawa dalam sastra anak
terjemahan adalah sebagai berikut :
Ø Kemandirian
Kemandirian mungkin tidak terdengar asing di telinga kita
namun dalam budaya kita hal ini merupakan sebuah budaya yang asing.
Ø Tradisi Valentine dan Hallowen
Tradisi Valentine ini salah satunya dapat kita temui yaitu
dalam seri komik spongebob dan valentine yang telah diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia.Sedangkan tradisi hallowen salah satunya dapat kita temui
dalam buku cerita Franklin dan pesta hallowen.
Ø Ciuman sang Pangeran
Dari kebiasaan budaya timur berciuman bukanlah hal yang
biasa dilakukan,apalagi di Indonesia.bagi orang tua yang tidak menginginkn
anaknya meniru adegan ciuman ini,tidaklah mudah menjelaskan adegan
tersebut.Biasanya hal yang dilakukan orangtua ketika terdapat adegan tersebut
adalah dengan menyuruh anak untuk menutup mata . Namun bagaimana jika hal ini
kita temui dalam buku bacaan anak. Disinilah diperlukan perhatian khusus
terhadap penerjemahan karya sastra yang khususnya ditujukan pada anak-anak.
Ø Kekerasan
Hal ini dapat kita temukan misalnya dalam komik anak seperi
naruto,dan dragon ball yang cerita nya berisi tentang pertarungan para jagoan
yang tiada habisnya. Kekerasan ini bisa dikatakan bukan monopoli nilai asing.
Maksudnya, kekerasan juga ada di dalam masyarakat kita. Namun demikian, apabila
kita lebih dalam melihat kasus sastra maka ada sejumlah catatan yang bisa kita
simak antara lain: sastra anak klasik seperti dongeng dan
cerita rakyat misalnya Putri Salju,
Cinderella, dan Pinokio, pada
umumnya tidak terlalu menonjolkan kekerasan; sementara bacaan anak
terbitan era 2000an, terutama dari Jepang, sangat dominan mengusung nilai-nilai
kekerasan. Hal ini perlu diwaspadai karena anak-anak adalah peniru ulung
sehingga tidak jarang mereka menirukan adegan atau perilaku tokoh rekaan dalam
cerita yang dibacanya. Dengan demikian, nilai-nilai kekerasan pun perlahan
dapat tertanam pada diri anak.
Oleh karena itu diperlukan peran orang tua dan pendidik dalam mengarahkan anak.
Hal-hal di atas merupakan contoh dari bentuk positif dan
negatif yang terdapat dalam cerita terjemahan. Sehingga dengan adanya karya
cerita terjemahan yang semakin marak saat ini tidak hanya membawa dampak
negatif saja, akan tetapi juga terdapat hal-hal positif yang terkandung baik
dari sisi isi dan juga keuntungan di bidang penerbitan Indonesia yang saat ini
lesu dengan karya anak bangsanya. Saat ini fungsi dari orang tua dan guru
sangat penting baik untuk meningkatkan minat baca anak dan juga mengajari anak
akan perilaku-perilaku moral atau nilai-nilai yang baik dan harus di pakai,
serta mana nilai yang harus di tinggal atau di hindari. Dengan begitu
nilai-nilai masyarakat Indonesia yang baik akan semakin berkembang serta
nilai-nilai yang tidak baik akan di jauhi. Dan juga masyarakat Indonesia
semakin mempunyai wawasan yang banyak akan hal-hal baru yang ada di dunia.
Dengan begitu diharapkan masyarakat Indonesia bisa meningkatkan karya ciptanya.
C. Sastra Anak Terjemahan sebagai
Bahan Penunjang Pengajaran Sastra Anak
Sebagai sumber belajar yang dimanfaatkan secara
tidak langsung, bahan pembelajaran penunjang hanya berfungsi sebagai pelengkap.
Bahan pembelajaran ini pada umumnya disusun di luar lingkup materi kurikulum,
tetapi memiliki keterkaitan yang erat dengan tujuan utamanya, yaitu memberikan
pendalaman dan pengayaan bagi siswa. Sastra anak terjemahan menghadapi kendala
untuk dijadikan sebagai bahan apresiasi dan pembelajaran sastra di sekolah. Pemikiran
bahwa terjemahan sastra asing bukanlah bagian dari khasanah sastra Indonesia
serta kemungkinan adanya unsur-unsur yang tidak sesuai dengan budaya lokal
masih sering muncul dan dijadikan alasan tidak dlibatkannya sastra terjemahan
asing dalam proses apresiasi dan pembelajaran sastra di sekolah. Padahal tidak
dapat dipungkiri bahwa pertumbuhan dan perkembangan sastra modern Indonesia sesungguhnya
sangat berhutang budi pada kegiatan awal penerjemahan karya sastra asing ke
dalam bahasa Indonesia. Zoetmulder (1983) mengatakan bahwa sastra tulis
Indonesia banyak digerakkan oleh kegiatan penerjemahan. Sebagian karya sastra
Indonesia merupakan hasil penerjemahan atau transformasi karya-karya dari India
atau Arab-Persi, seperti cerita-cerita wayang, fabel, cerita-cerita perlipur
lara, dan sebagainya. Dan, dengan proses yang panjang dan lama, cerita-cerita
tersebut akhirnya menjadi milik bangsa Indonesia.
Pada dasarnya sebuah teks sastra terjemahan adalah sebuah
teks sastra tersendiri yang sudah berbeda dari teks sastra dalam bahasa
aslinya. Sebuah teks sastra terjemahan bukan lagi bagian dari khasanah sastra
bahasa sumber, melainkan ia menjadi bagian dari khasanah sastra dalam bahasa
sasaran. Jika sebuah novel ditulis dalam bahasa Arab, novel tersebut merupakan
bagian dari khasanah Sastra Arab. Akan tetapi, jika novel tersebut
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, novel itu menjadi bagian dari khasanah
sastra Indonesia. Demikian sebaliknya, jika novel Pramoedya diterjemahkan ke
dalam bahasa Jepang, Inggris, Rusia, atau Cina, novel Pram menjadi bagian dari
khasanah sastra Jepang, Inggris, Rusia, atau Cina.
Bahasa menjadi faktor utama yang menentukan keberadaan
dan identitas teks sastra. Sebagai ilustrasi Aprianus Salam dalam tulisannya
berjudul Sastra Terjemahan menambahkan bahwa novel Buiten Het Gareel
(1940) karya Suwarsih Djojopuspito adalah sebuah novel yang dianggap oleh A.
Teeuw (1980) sebagai novel paling hebat pada periode Balai Pustaka. Namun,
novel ini pernah tidak diperhitungkan sebagai bagian dari khasanah sastra Indonesia.
Meskipun novel tersebut ditulis oleh orang Indonesia, dengan latar dan
tokoh-tokoh dari orang Indonesia (Jawa), dengan muatan penuh budaya Jawa,
karena ditulis dalam bahasa Belanda, novel itu menjadi bagian dari sastra Belanda.
Baru setelah novel tersebut pada tahun 1975 diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia (dengan judul Manusia Bebas), dia menjadi bagian dari sastra
Indonesia. Kekhawatiran adanya muatan-muatan yang tidak sesuai budaya lokal
dalam sastra terjemahan asing tentu harus dihindari. Ketika sebuah karya sastra
dialihbahasakan, yang teralihbahasakan bukan sekadar dari satu bahasa ke bahasa
lain, tetapi ada pula muatan budaya, sejarah, nilai-rasabahasa, nilai-rasa-budaya,
nilai-rasa-politik dan sosial, cara berpikir, dan sebagainya. Namun, karya
terjemahan tersebut juga telah melalui seleksi dan konstruksi sesuai dengan budaya
dan selera penerjemah. Dengan demikian, pengetahuan, pengalaman, dan latar
belakang penerjemah ikut menentukan kemurnian muatan terjemahan yang kemudian
menjadi karya sastra dalam khasanah kebudayaan yang diterjemahkan. Bahasa
sumber karya sastra dipaksa tunduk dengan semangat zaman dan budaya bahasa
sasaran, bahkan harus tunduk dengan penerjemah. Oleh karena itu, ada
batasan-batasan nilai yang diperhatikan penerjemah ketika menyeleksi sastra
asing yang disesuaikan dengan budaya lokal. Selain itu, harus ada penyeleksian
jenis-jenis karya sastra terjemahan yang digunakan sebagai bahan penunjang pengajaran
sastra. Pihak sekolah, guru, siswa, maupun orang tua juga secara selektif dapat
memilih sastra terjemahan tersebut. Panduan pembelajaran dalam kurikulum tetap harus
ditaati, sehingga topik dan genre sastra terjemahan yang dipilih sebagai bahan
penunjang harus sesuai dengan materi pengajaran sastra. Dan, karena sastra
terjemahan ini merupakan untuk konsumsi anak sekolah, harus dipastikan bahwa
isinya tidak terlalu berat (disesuaikan dengan kebutuhan siswa).
III.
Simpulan
Sebuah karya sastra asing bisa diterjemahkan, disadur,
dan diadaptasi ke dalam teks sastra berbahasa Indonesia. Kandungan nilai
dalam karya tersebut bisa jadi berbeda atau bahkan bertentangan
dengan nilai lokal Indonesia. Namun demikian, tidak berarti bahwa kita harus
menentang keberadaan karya-karya tersebut karena tidak semua nilai-nilai budaya
asing dalam karya terjemahan selalu bersifat negatif dan dapat mengikis nilai
budaya lokal pada anak-anak kita. Apabila dikhawatirkan sastra anak
terjemahan bisa mengancam nilai-nilai luhur maka diperlukan
sejumlah langkah untuk mengawal anak-anak kita dalam melakukan eksplorasi dunia
sastra.
Bagaimanapun nilai-nilai asing yang ada dalam karya sastra bisa memperkaya
wawasan anak. Dengan bimbingan yang benar dari orang tua, guru, maupun
masyarakat, maka anak-anak kita akan belajar tentang keanekaragaman budaya dan
toleransi dari sastra anak. Hal lain yang dapat dilakukan adalah mengajarkan cara
mendongeng atau membaca buku sastra yang baik pada anak dalam pengajaran
sastra di sekolah. Dengan demikian, pembaca anak akan lebih punya banyak
pilihan karya-karya sastra untuk dinikmati dan sekaligus dapat belajar pula
tentang nilai-nilai budaya mereka sendiri melalui karya-karya tersebut.
Menyertakan sastra anak terjemahan sebagai bahan penunjang
pengajaran sastra tentu memberi nilai tambah tersendiri. Selain sebagai upaya
untuk meningkatkan minat siswa, karya terjemahan memberi keragaman informasi
perihal masyarakat, bangsa, dan negara asal karya tersebut. Dengan demikian,
siswa akan mempunyai gambaran tentang suatu bangsa dan kebudayaan negara lain
setelah membaca karya karya sastra terjemahannya. Seperti ketika, siswa dapat
memahami budaya Cina dengan mengapresiasi kumpulan cerpen Catatan Harian
Seorang Gila karya Lu Xun. Dan, perlu diingat bahwa jika sebuah bangsa terbiasa
dengan sastra terjemahan, secara tidak langsung ia telah benar benar menjadi
bagian dari dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Asrori,
Mohammad. 2007. Setangkup Problematika Sastra Anak Indonesia. http://www.warungfiksi.wordpress.com/2007/11/20/setangkup-problematika-sastra-anakindonesia/
Damono, S. D. 2003. Menerjemahkan
Karya Sastra. Disampaikan pada Kongres Nasional Penerjemahan, di Universitas
Sebelas Maret, Surakarta diakses di http://mayantara.sch.id/artikel/menerjemahkan
karya sastra.htm
Februana,
Ngarto dan Kurniawan. 2008. Kejayaan Para Anak Petualang dalam Ruang Baca
Salam, A. Sastra Terjemahan:
Beberapa Persoalan. Fakultas Sastra UGM Yogyakarta diakses di
http://www.academia.edu/1490358/Sastra_Terjemahan
SASTRA ANAK TERJEMAHAN SEBAGAI BAHAN
PENUNJANG
PENGAJARAN SASTRA
Disampaikan
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sastra Anak
Dosen
Pengampu: Prof. Dr. Anshari, M.Hum
Disusun oleh
HERIYANTI
14B01030
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar