PEMBAHASAN
FILSAFAT PENDIDIKAN DITINJAU DARI SUDUT ONTOLOGI,
EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI DAN GLOBALISASI
A. PENGERTIAN PENDIDIKAN
Menurut UU
No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.
Menurut
Wikipedia, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Dari
pernyataan diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi
dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat.
B. PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Filsafat
pendidikan memiliki perhatian yang terfokus pada analisa dan penjelasan
terhadap problema-problema pendidikan. Hanya saja sebagai satu bentuk dari
filsafat umum mengenai kehidupan, maka ia memilikki juga upaya profesi mengejar
dalam pengembangan posisi filsafat berhubungan dengan pendidikan dan sekolah.
Hampir setiap hari para guru (pengajar) berhadapan dengan persoalan-persoalan
filsafat pendidikan, yang kadang kala berhadapan langsung dengan guru dalam
proses belajar mengajar dan juga masalah yang sangat pokok yang tidak
bersentuhan langsung dengan pendidikan (Ellis, 1986: 111).
Filsafat pendidikan memilikki
beberapa sumber yakni:
- Manusia (People) masyarakat kebanyakan mengalami kesulitan-kesulitan dalam proses pendewasaan atau kematangannya yang mana mempunyai dampak yang signifikan terhadap sesuatu yang akan di yakini, terhadap sesuatu yang terjadi.
- Sekolah (school) pengalaman-pengalaman seseorang kekuatan-kekuatan, jenis sekolah dan guru-guru didalamnya merupakan-merupakan dari filsafat pendidikan. Sekolah mempengaruhi dan terus akan mempengaruhi filsafat pendidikan seseorang.
- Seseorang tinggal dan dibesarkan adalah sumber yang lain dari filsafat pendidikan. Jika sesorang dibesarkan pada masyarakat yang menempatkan suatu nilai pendidikan yang tinggi hal ini akan mempengaruhi filsafat pendidikan seseorang.
C. ONTOLOGI
ILMU PENDIDIKAN
Ontologi adalah bidang pokok
filsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada, menurut
tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab-akibat. Ontologi terdiri dari
dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti sesuatu yang berwujud
(being) dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi adalah bidang pokok filsafat yang
mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada menurut tata hubungan
sistematis berdasarkan hukum sebab akibat yaitu ada manusia, ada alam, dan ada
kausa prima dalam suatu hubungan yang menyeluruh, teratur, dan tertib dalam
keharmonisan (Suparlan Suhartono, 2007). Ontologi dapat pula diartikan sebagai
ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada. Obyek ilmu atau keilmuan itu
adalah dunia empirik, dunia yang dapat dijangkau pancaindera. Dengan demikian,
obyek ilmu adalah pengalaman inderawi. Dengan kata lain, ontologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang hakikat sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan
berdasarkan pada logika semata. Pengertian ini didukung pula oleh pernyataan
Runes bahwa “ontology is the theory of being qua being”, artinya ontologi
adalah teori tentang wujud.
Hakikat Manusia Sebagai Subjek
Pendidikan (Pendidik dan Peserta Didik)
Kajian tentang manusia sejak zaman dahulu sampai zaman sekarang belum juga berakhir dan tidak akan berakhir. Manusia merupakan makhluk yang sangat unik dengan segala kesempurnaannya. Manusia dapat dikaji dari berbagai sudut pandang, baik secara historis, antropologi, sosiologi dan lain sebagainya. Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang spesial dari pada makhluk-makhluk ciptaan Allah yang lain. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah, ayat 30:
Kajian tentang manusia sejak zaman dahulu sampai zaman sekarang belum juga berakhir dan tidak akan berakhir. Manusia merupakan makhluk yang sangat unik dengan segala kesempurnaannya. Manusia dapat dikaji dari berbagai sudut pandang, baik secara historis, antropologi, sosiologi dan lain sebagainya. Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang spesial dari pada makhluk-makhluk ciptaan Allah yang lain. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah, ayat 30:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي
الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ
الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ
مَا لَا تَعْلَمُونَ(30)
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”
Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Manusia dalam hal ini lebih difokuskan kepada subjek
pendidikan, bahwa dalam dunia pendidikan manusialah yang banyak berperan.
Karena dilakukannya pendidikan itu tidak lain diperuntukan bagi manusia, agar
tidak timbul kerusakan di bumi ini. Dalam pendidikan bahwa manusia dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu sebagai pendidik dan peserta didik.
Menurut Al-Aziz, pendidik adalah orang yang bertanggungjawab
dalam menginternalisasikan nilai-nilai religius dan berupaya menciptakan
individu yang memiliki pola pikir ilmiah dan pribadi yang sempurna.
Masing-masing definisi tersebut, mengisyaratkan bahwa peran, tugas dan
tanggungjawab sebagai seorang pendidik tidaklah gampang, karena dalam diri anak
didik harus terjadi perkembangan baik secara afektif, kognitif maupun
psikomotor. Dalam setiap individu terdidik harus terdapat perubahan ke arah
yang lebih baik. Jika dalam ajaran Islam anak didik harus mampu
menginternalisasikan ajaran-ajaran dalam dirinya, sehingga mampu menjadi pribadi
yang bertaqwa dan berakhlakul karimah yang akan bahagia baik di dunia dan di
akhirat. Sedangkan anak didik (peserta didik) adalah makhluk yang sedang berada
dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing.
Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik
optimal kemampuan fitrahnya. Pengertian tersebut berbeda apabila anak didik
(peserta didik) sudah bukan lagi anak-anak, maka usaha untuk
menumbuhkembangkannya sesuai kebutuhan peserta didik, tentu saja hal ini tidak
bisa diperlakukan sebagaimana perlakuan pendidik kepada peserta didik (anak
didik) yang masih anak-anak. Maka dalam hal ini dibutuhkan pendidik yang
benar-benar dewasa dalam sikap maupun kemampuannya.
Dalam pandangan modern, anak didik tidak hanya dianggap
sebagai obyek atau sasaran pendidikan, melainkan juga harus diperlakukan
sebagai subyek pendidikan, dengan cara melibatkan mereka dalam memecahkan
masalah dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian bahwa peserta didik
adalah orang yang memerlukan pengetahuan, ilmu, bimbingan dan pengarahan. Islam
berpandangan bahwa hakikat ilmu berasal dari Allah, sedangkan proses
memperolehnya dilakukan melalui belajar kepada guru. Karena ilmu itu berasal
dari Allah, maka membawa konsekuensi perlunya seorang peserta didik mendekatkan
diri kepada Allah atau menghiasi diri dengan akhlak yang mulai yang disukai
Allah, dan sedapat mungkin menjauhi perbuatan yang tidak disukai Allah. Bertolak dari hal itu, sehingga muncul suatu
aturan normatif tentang perlunya kesucian jiwa sebagai seorang yang menuntut
ilmu, karena ia sedang mengharapkan ilmu yang merupakan anugerah Allah. Ini
menunjukkan pentingnya akhlak dalam proses pendidikan, di samping pendidikan
sendiri adalah upaya untuk membina manusia agar menjadi manusia yang
berakhlakul karimah dan bermanfaat bagi seluruh alam.
Pada akhirnya, dengan memahami ontologi pendidikan tersebut,
maka diharapkan bisa menumbuhkan kesadaran para pendidik dan peserta didik
untuk menjalankan peran dan fungsinya dalam keberlangsungan pendidikan di
tengah-tengah peradaban manusia yang dari waktu ke waktu semakin berkembang.
Tentu pendidikan tidak akan mengalami perkembangan yang berarti dan signifikan
jika tidak dibarengi oleh perkembangan manusianya. Namun, tanpa manusia, maka sistem
dan pola pendidikan tidak akan pernah terwujud. Oleh sebab itu, pendidikan
sebagai produk dan manusia sebagai creator-nya tidak bisa, bahkan tidak akan
pernah bisa dipisahkan. Ibarat dua sisi mata uang, maka jika satu sisi saja
tidak ada, maka sisi yang lain pun jadi tidak berarti. Sehingga kedua unsur ini
(manusia dan pendidikan) harus selaras, sejalan dan seiring dalam gerak dan
laju yang harmonis, sehingga menciptakan sebuah “irama” yang indah sekaligus
menginspirasi.
Hubungan antara ontologi dengan
pendidikan
Ontologi merupakan analisis tentang objek materi dari ilmu
pengetahuan. Berisi mengenai hal-hal yang bersifat empiris serta mempelajari
mengenai apa yang ingin diketahui manusia dan objek apa yang diteliti ilmu.
Dasar ontologi pendidikan adalah objek materi pendidikan ialah sisi yang
mengatur seluruh kegiatan kependidikan. Jadi hubungan ontologi dengan
pendidikan menempati posisi landasan yang terdasar dari fondasi ilmu dimana
disitulah teletak undang-undang dasarnya dunia ilmu.
D. EPISTEMOLOGI
ILMU PENDIDIKAN
1.
Objek
Formal Ilmu Pendidikan
Objek formal ilmu pendidikan berkenaan dengan bidang yang
menjadi keseluruhan ruang lingkup garapan ilmu pendidikan. Sedangkan objek
material ilmu pendidikan berkenaan dengan aspek-aspek yang menjadi garapan penelidikan
langsung ilmu pendidikan.
Objek formal ilmu pendidikan menurut Mudyahardjo (2004:45)
adalah pendidikan, yang dapat diartikan secara maha luas, sempit dan luas
terbatas. Pendidikan dalam artian yang maha luas adalah segala situasi dalam
hidup yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang. Pendidikan adalah pengalaman
belajar, yang oleh karenanya pendidikan dapat pula didefinisikan sebagai
keseluruhan pengalaman belajar setiap orang sepanjang hidupnya.
Sedangkan dalam pengertian pendidikan dalam arti sempit
adalah sekolah atau persekolahan (schooling). Sekolah adalah lembaga
pendidikan formal sebagai salah satu hasil rekaya dari peradaban manusia, di
samping keluarga, dunia kerja, negara dan lembaga keagamaan. Oleh karena itu,
pendidikan dalam arti sempit adalah pengaruh yang diupayakan dan direkayasa
sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mereka
mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap
hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka.
Definisi maha luas tentang pendidikan, antara lain
mengandung kelemahan tidak dapat menggambarkan dengan tegas batas-batas
pengaruh pendidikan dan bukan pendidikan terhadap pertumbuhan individu.
Sedangkan kekuatannya, antara lain terletak pada menempatkan kegiatan atau
pengalaman belajar sebagai inti dalam proses pendidikan yang berlangsung di
mana pun dalam lingkungan hidup, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Definisi pendidikan dalam arti sempit juga memiliki kelemahan di antaranya
terletak pada sangat kuatnya campur tangan pendidikan dalam proses pendidikan
sehingga proses pendidikan lebih merupakan kegiatan mengajar daripada kegiatan
belajar yang mengandung makna pendidik mempunyai otoritas sangat kuat, dan
pendidikan terasing dari kehidupan sehingga lulusannya ditolak oleh masyarakat.
Adapun kekuatannya, antara lain terletak pada bentuk kegiatan pendidikannya
yang dilaksanakan secara terprogram dan sistematis.
2.
Objek Material Ilmu Pendidikan
Sebagaimana telah diungkap di atas, bahwa objek material
ilmu pendidikan adalah salah satu aspek pendidikan. Apabila dilihat dari segi
ini, maka ilmu pendidikan dibagi menjadi dua, yaitu 1) ilmu pendidikan makro,
yaitu yang menyelidiki keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan
pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya
tujuan nasional, dan 2) ilmu pendidikan mikro, atau ilmu pendidikan yang
menyelidiki satuan pendidikan atau kegiatan pendidikan secara keseluruhan atau
hanya satu satuan atau satu bentuk kegiatan pendidikan.
Hubungan antara epistemologi dengan
pendidikan
Hubungan epistemologi dengan
pendidikan adalah untuk mengembangkan ilmu secara produktif dan bertanggung
jawab serta memberikan suatu gambaran-gambaran umum mengenai kebenaran yang
diajarkan dalam proses pendidikan.
E. AKSIOLOGI
ILMU PENDIDIKAN
1.
Aksiologi Ilmu Pendidikan (Nilai Kegunaan
Teoretis)
Meskipun status ilmiahnya masih
belum sejajar dengan ilmu-ilmu yang sudah mapan, ilmu pendidikan dapat
memberikan sumbangan teoretis terhadap perkembangan ilmu-ilmu sosial (Social Sciences) atau ilmu-ilmu tingkah
laku (Behavioral Sciences). Sumbangan
tersebut, antara lain berupa memperluas konsep-konsep ilmiah yang berkenaan
dengan kehidupan sosial atau pada tingkah laku manusia. Ilmu pendidikan
menghasilkan konsep-konsep ilmiah tentang pola tingkah laku dalam proses
belajar mengajar yang berlangsung di lingkungan hidup manusia. Konsep tersebut
menambah rekanan konsep-konsep aspek sosial-budaya dalam kehidupan manusia.
2. Aksiologi Ilmu Pendidikan (Nilai
Kegunaan Praktis)
Konsep-konsep yang dihasilkan oleh ilmu pendidikan dapat
memberi pedoman dasar kerja pendidikan/pengelola pendidikan dalam melaksanakan
tugasnya. Konsep-konsep yang dikembangkan ilmu pendidikan, berkenaan dengan
bagaimana proses pengelolaan dan pelaksanaan praktek pendidikan terselenggara.
Dengan demikian konsep-konsep tersebut merupakan prinsip-prinsip tentang
praktek-praktek pengelolaan dan kegiatan pendidikan (mendidik).
Hasil penelitian Arora Kamla sebagaimana dikutip Mudyahardjo
(2004:196) menyatakan bahwa karakteristik profesional yang sangat mempengaruhi
efektivitas guru mengajar adalah berkenaan dengan kemampuan-kemampuan: 1)
menerangkan dengan jelas topik-topik yang menjadi bahan ajaran, 2) menyajikan
dengan jelas tentang mata pelajaran, 3) mengorganisasikan secara sistematis
tentang mata pelajaran, 4) berekspresi, 5) membangkitkan minat dan dorongan
siswa untuk belajar, dan 6) menyusun rencana dan persiapan mengajar. Penguasaan
keenam kemampuan tersebut merupakan awal dan sangat mempengaruhi efektivitas
guru mengajar.
Hubungan
antara aksiologi dengan pendidikan
Aksiologi mempelajari mengenai manfaat apa yang diperoleh
dari ilmu pengetahuan,menyelidiki hakikat nilai,serta berisi mengenai etika dan
estetika.Penerapan aksiologi dalam pendidikan misalnya saja adalah dengan
adanya mata pelajaran ilmu sosial dan kewarganegaraan yang mengajarkan
bagaimanakah etika atau sikap yang baik itu,selain itu adalah mata pelajaran
kesenian yang mengajarkan mengenai estetika atau keindahan dari sebuah karya
manusia. Dasar Aksiologis Pendidikan adalah Kemanfaatan teori pendidikan
tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk
memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan
manusia secara beradab.
F.
GLOBALISASI ILMU PENDIDIKAN
Globalisasi adalah suatu proses tatanan
masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada
hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian
ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik
kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh
dunia (Edison A. Jamli, 2005). Proses globalisasi berlangsung melalui dua
dimensi, yaitu dimensi ruang dan waktu. Globalisasi berlangsung di semua bidang
kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, dan terutama pada bidang
pendidikan. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama
dalam globalisasi. Dewasa ini, teknologi informasi dan komunikasi berkembang
pesat dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh
dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat dihindari kehadirannya, terutama
dalam bidang pendidikan.
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus
globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Banyak
sekolah di indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan
globalisasi dalam sistem pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada
sekolah – sekolah yang dikenal dengan billingual
school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa
Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan
mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta
yang membuka program kelas internasional. Globalisasi pendidikan dilakukan
untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin
ketat. Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat
bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan diterapkannya perdagangan bebas,
misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN, mau tidak mau dunia pendidikan di
Indonesia harus menghasilkan lulusan yang siap kerja agar tidak menjadi “budak”
di negeri sendiri.
Persaingan
untuk menciptakan negara yang kuat terutama di bidang ekonomi, sehingga dapat
masuk dalam jajaran raksasa ekonomi dunia tentu saja sangat membutuhkan
kombinasi antara kemampuan otak yang mumpuni disertai dengan keterampilan daya
cipta yang tinggi. Salah satu kuncinya adalah globalisasi pendidikan yang
dipadukan dengan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Selain itu hendaknya
peningkatan kualitas pendidikan hendaknya selaras dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Tidak
dapat kita pungkiri bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang berada di
bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini, untuk dapat menikmati pendidikan dengan
kualitas yang baik tadi tentu saja memerlukan biaya yang cukup besar. Tentu saja
hal ini menjadi salah satu penyebab globalisasi pendidikan belum dirasakan oleh
semua kalangan masyarakat. Sebagai contoh untuk dapat menikmati program kelas
Internasional di perguruan tinggi terkemuka di tanah air diperlukan dana lebih
dari 50 juta. Alhasil hal tersebut hanya dapat dinikmati golongan kelas atas
yang mapan. Dengan kata lain yang maju semakin maju, dan golongan yang
terpinggirkan akan semakin terpinggirkan dan tenggelam dalam arus globalisasi
yang semakin kencang yang dapat menyeret mereka dalam jurang kemiskinan.
Masyarakat kelas atas menyekolahkan anaknya di sekolah – sekolah mewah di saat
masyarakat golongan ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan untuk sekedar
menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa. Ketimpangan ini dapat memicu kecemburuan
yang berpotensi menjadi konflik sosial. Peningkatan kualitas pendidikan yang
sudah tercapai akan sia-sia jika gejolak sosial dalam masyarakat akibat
ketimpangan karena kemiskinan dan ketidakadilan tidak diredam dari sekarang.
G. PERANAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Filsafat
pendidikan sesuai dengan peranannya merupakan landasan filosofis yang menjiwai
seluruh kebijaksaan dan pelaksanaan pendidikan. Dengan demikian hubungan
filsafat dan menjadi sedemikian pentingnya. Karena masalah pendidikan merupakan
masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang
bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia. Dalam konteks ini,
filsafat pendidikan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas , yang menyangkut
aspek hidup dan kehidupan manusia.
Filsafat,
termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan
petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu
pendidikan atau paedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan
diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan
menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejalan kependidikan yang tertentu pula.
Hal ini adalah data-data kependidikan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu.
Analisa
filsafat berusaha untuk menganalisa dan memberikan arti terhadap data-data
kependidikan tersebut, dan untuk selanjutnya menyimpulkan serta dapat disusun
teori-teori pendidikan yang realistis dan selanjutnya akan berkembanglah ilmu
pendidikan (paedagogik). Filsafat, juga berfungsi memberikan arah agar teori
pendidikan yang telah dikembangkan oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan
menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu, mempunyai relevansi dengan
kehidupan nyata.artinya mengarahkan agar teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan
yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam praktek kependidikan
sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam
masyarakat.
Peranan
pendidikan di dalam kehidupan manusia, lebih-lebih dalam zaman modern ini
diakui sebagai sesuatu kekuatan yang menentukan prestasi dan produktivitas
seseorang. Tidak ada suatu fungsidan jabatan di dalam mesyarakat tanpa melalui
proses pendidikan. Seluruh aspek kehidupan memerlukan proses pendidikan dalam
arti demikian, terutama berlangsung di dalam dan oleh lembaga-lembaga
pendidikan formal (sekolah, universitas). Akan tetapi scope pendidikan lebih
daripadanya hanya pendidikan formal itu. Di dalam masyarakat keseluruhan
terjadi pula proses pendidikan kembangan kepribadian manusia. Proses pendidikan
yang berlangsung di dalam kehidupan sosial yang disebut pendidikan informal
ini, bahkan berlangsung sepanjang kehidupan manusia.
Meskipun
pengaruh pendidikan informal ini tak terukur dalam perkembangan pribadi, tapi
tetap diakui adanya. Secara sederhana misalnya, orang yang tak pernah mengalami
pendidikan formal, merekayang buta huruf, namun mereka tetap dapat hidup dan
melaksanakan fungsi-fungi sosial yang sederhana.Alam dan lingkungan sosial
serta kondisi dan kebutuhan hidup telah mendidik mereka. Akan tatapi, yang
paling diharapkan ialah pendidikan formal yang relatif baik, dilengkapi dengan
suasana pendidikaninformal yang relatif baik pula. Ini ternyata dari usaha
pemerintah, pendidik dan para orang tua untuk membina masyarakat keseluruhan sebagai
satu kehidupan yang sehat lahir dan batin. Sebab, krisisapapun yang terjadi di
dalam masyarakt akan berpengaruh negatif bagi manusia, terutama anak-anak,genarasi
muda.
Tujuan
filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran
yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan
dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik
pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa
implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna
mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori
pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan
tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat
dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di
lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu
menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni
mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau
miskonsepsi pada diri peserta didik.
KESIMPULAN
Pendidikan sebagai ilmu bersifat
multidimensional baik dari segi filsafat (epistemologis, aksiologis, dan
ontologis) maupun secara ilmiah. Teori yang dianut dalam sebuah praktek
pendidikan sangat penting, karena pendidikan menyangkut pembentukan generasi
dan semestinya harus dapat dipertanggungjawabkan.
Proses pendidikan merupakan upaya mewujudkan nilai bagi pesreta didik dan pendidik, sehingga unsur manusia yang dididik dan memerlukan pendidikan dapat menghayati nilai – nilai agar mampu menata yang perilaku serta pribadi sebagaimana mestinya. Sebagai contoh, dalam wacana keindonesiaan pendidikan semestinya berakar dari konteks budaya dan karakteristikmasyarakat indonesia, dan untuk kebutuhan masyarakat indonesia yang terus berubah, hal ini berarti bahwa sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang – orang yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral.
Proses pendidikan merupakan upaya mewujudkan nilai bagi pesreta didik dan pendidik, sehingga unsur manusia yang dididik dan memerlukan pendidikan dapat menghayati nilai – nilai agar mampu menata yang perilaku serta pribadi sebagaimana mestinya. Sebagai contoh, dalam wacana keindonesiaan pendidikan semestinya berakar dari konteks budaya dan karakteristikmasyarakat indonesia, dan untuk kebutuhan masyarakat indonesia yang terus berubah, hal ini berarti bahwa sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang – orang yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral.
Pentingnya (urgensi) wawasan perspektif global dalam
pengelolaan pendidikan ialah sebagai langkah upaya dalam peningkatan mutu
pendidikan nasional. Dengan wawasan perspektif global kita dapat menghindarkan
diri dari cara berpikir sempit dan terkotak-kotak oleh batas subyektif sehingga
pemikiran kita lebih berkembang. Kita dapat melihat sistem pendidikan di negara
lain yang telah maju dan berkembang. Dapat membandingkannya dengan pendidikan
di negara kita, mana yang dapat diterapkan dan mana yang sekerdar untuk
diketahui saja. Kita bisa mencontoh sistem pendidikan yang baik di negara lain
selama hal itu tidak bertentangan dengan jati diri bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Faizah,
F. 2009. Dampak Globalisasi Terhadap
Dunia Pendidikan, (Online),
Jalal, Fasli & Dedi Supriadi.
2001. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks
Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa
O’neil, William F. 2001. Ideologi-Ideologi Pendidikan, Alih
Bahasa: Omi Intan Naomi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sidi, Indra Djati, 2001. Menuju Masyarakat Belajar Menggagas
Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta: Paramadina.
Thut, I.N & Don Adams, 2005. Pola-Pola Pendidikan Dalam Masyarakat
Kontemporer. Penerjemah: SPA Teamwork. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tirtahardja, Umar & Lasulo.
1994. Pengantar Pendidikan, Jakarta:
Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Dirjen Dikti Depdikbud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar