Kamis, 26 Februari 2015

FILSAFAT PENDIDIKAN

PEMBAHASAN
FILSAFAT PENDIDIKAN DITINJAU DARI SUDUT ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI DAN GLOBALISASI

A.    PENGERTIAN PENDIDIKAN
Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut Wikipedia, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Dari pernyataan diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
B.     PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Filsafat pendidikan memiliki perhatian yang terfokus pada analisa dan penjelasan terhadap problema-problema pendidikan. Hanya saja sebagai satu bentuk dari filsafat umum mengenai kehidupan, maka ia memilikki juga upaya profesi mengejar dalam pengembangan posisi filsafat berhubungan dengan pendidikan dan sekolah. Hampir setiap hari para guru (pengajar) berhadapan dengan persoalan-persoalan filsafat pendidikan, yang kadang kala berhadapan langsung dengan guru dalam proses belajar mengajar dan juga masalah yang sangat pokok yang tidak bersentuhan langsung dengan pendidikan (Ellis, 1986: 111).
Filsafat pendidikan memilikki beberapa sumber yakni:
  1. Manusia (People) masyarakat kebanyakan mengalami kesulitan-kesulitan dalam proses pendewasaan atau kematangannya yang mana mempunyai dampak yang signifikan terhadap sesuatu yang akan di yakini, terhadap sesuatu yang terjadi.
  2. Sekolah (school) pengalaman-pengalaman seseorang kekuatan-kekuatan, jenis sekolah dan guru-guru didalamnya merupakan-merupakan dari filsafat pendidikan. Sekolah mempengaruhi dan terus akan mempengaruhi filsafat pendidikan seseorang.
  3. Seseorang tinggal dan dibesarkan adalah sumber yang lain dari filsafat pendidikan. Jika sesorang dibesarkan pada masyarakat yang menempatkan suatu nilai pendidikan yang tinggi hal ini akan mempengaruhi filsafat pendidikan seseorang.
C.    ONTOLOGI ILMU PENDIDIKAN
Ontologi adalah bidang pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada, menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab-akibat. Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti sesuatu yang berwujud (being) dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi adalah bidang pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab akibat yaitu ada manusia, ada alam, dan ada kausa prima dalam suatu hubungan yang menyeluruh, teratur, dan tertib dalam keharmonisan (Suparlan Suhartono, 2007). Ontologi dapat pula diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada. Obyek ilmu atau keilmuan itu adalah dunia empirik, dunia yang dapat dijangkau pancaindera. Dengan demikian, obyek ilmu adalah pengalaman inderawi. Dengan kata lain, ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan berdasarkan pada logika semata. Pengertian ini didukung pula oleh pernyataan Runes bahwa “ontology is the theory of being qua being”, artinya ontologi adalah teori tentang wujud.
Hakikat Manusia Sebagai Subjek Pendidikan (Pendidik dan Peserta Didik)
Kajian tentang manusia sejak zaman dahulu sampai zaman sekarang belum juga berakhir dan tidak akan berakhir. Manusia merupakan makhluk yang sangat unik dengan segala kesempurnaannya. Manusia dapat dikaji dari berbagai sudut pandang, baik secara historis, antropologi, sosiologi dan lain sebagainya. Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang spesial dari pada makhluk-makhluk ciptaan Allah yang lain. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah, ayat 30:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ(30)
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Manusia dalam hal ini lebih difokuskan kepada subjek pendidikan, bahwa dalam dunia pendidikan manusialah yang banyak berperan. Karena dilakukannya pendidikan itu tidak lain diperuntukan bagi manusia, agar tidak timbul kerusakan di bumi ini. Dalam pendidikan bahwa manusia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sebagai pendidik dan peserta didik.
Menurut Al-Aziz, pendidik adalah orang yang bertanggungjawab dalam menginternalisasikan nilai-nilai religius dan berupaya menciptakan individu yang memiliki pola pikir ilmiah dan pribadi yang sempurna. Masing-masing definisi tersebut, mengisyaratkan bahwa peran, tugas dan tanggungjawab sebagai seorang pendidik tidaklah gampang, karena dalam diri anak didik harus terjadi perkembangan baik secara afektif, kognitif maupun psikomotor. Dalam setiap individu terdidik harus terdapat perubahan ke arah yang lebih baik. Jika dalam ajaran Islam anak didik harus mampu menginternalisasikan ajaran-ajaran dalam dirinya, sehingga mampu menjadi pribadi yang bertaqwa dan berakhlakul karimah yang akan bahagia baik di dunia dan di akhirat. Sedangkan anak didik (peserta didik) adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. Pengertian tersebut berbeda apabila anak didik (peserta didik) sudah bukan lagi anak-anak, maka usaha untuk menumbuhkembangkannya sesuai kebutuhan peserta didik, tentu saja hal ini tidak bisa diperlakukan sebagaimana perlakuan pendidik kepada peserta didik (anak didik) yang masih anak-anak. Maka dalam hal ini dibutuhkan pendidik yang benar-benar dewasa dalam sikap maupun kemampuannya.
Dalam pandangan modern, anak didik tidak hanya dianggap sebagai obyek atau sasaran pendidikan, melainkan juga harus diperlakukan sebagai subyek pendidikan, dengan cara melibatkan mereka dalam memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian bahwa peserta didik adalah orang yang memerlukan pengetahuan, ilmu, bimbingan dan pengarahan. Islam berpandangan bahwa hakikat ilmu berasal dari Allah, sedangkan proses memperolehnya dilakukan melalui belajar kepada guru. Karena ilmu itu berasal dari Allah, maka membawa konsekuensi perlunya seorang peserta didik mendekatkan diri kepada Allah atau menghiasi diri dengan akhlak yang mulai yang disukai Allah, dan sedapat mungkin menjauhi perbuatan yang tidak disukai Allah.  Bertolak dari hal itu, sehingga muncul suatu aturan normatif tentang perlunya kesucian jiwa sebagai seorang yang menuntut ilmu, karena ia sedang mengharapkan ilmu yang merupakan anugerah Allah. Ini menunjukkan pentingnya akhlak dalam proses pendidikan, di samping pendidikan sendiri adalah upaya untuk membina manusia agar menjadi manusia yang berakhlakul karimah dan bermanfaat bagi seluruh alam.
Pada akhirnya, dengan memahami ontologi pendidikan tersebut, maka diharapkan bisa menumbuhkan kesadaran para pendidik dan peserta didik untuk menjalankan peran dan fungsinya dalam keberlangsungan pendidikan di tengah-tengah peradaban manusia yang dari waktu ke waktu semakin berkembang. Tentu pendidikan tidak akan mengalami perkembangan yang berarti dan signifikan jika tidak dibarengi oleh perkembangan manusianya. Namun, tanpa manusia, maka sistem dan pola pendidikan tidak akan pernah terwujud. Oleh sebab itu, pendidikan sebagai produk dan manusia sebagai creator-nya tidak bisa, bahkan tidak akan pernah bisa dipisahkan. Ibarat dua sisi mata uang, maka jika satu sisi saja tidak ada, maka sisi yang lain pun jadi tidak berarti. Sehingga kedua unsur ini (manusia dan pendidikan) harus selaras, sejalan dan seiring dalam gerak dan laju yang harmonis, sehingga menciptakan sebuah “irama” yang indah sekaligus menginspirasi.
Hubungan antara ontologi dengan pendidikan
Ontologi merupakan analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan. Berisi mengenai hal-hal yang bersifat empiris serta mempelajari mengenai apa yang ingin diketahui manusia dan objek apa yang diteliti ilmu. Dasar ontologi pendidikan adalah objek materi pendidikan ialah sisi yang mengatur seluruh kegiatan kependidikan. Jadi hubungan ontologi dengan pendidikan menempati posisi landasan yang terdasar dari fondasi ilmu dimana disitulah teletak undang-undang dasarnya dunia ilmu.
D.    EPISTEMOLOGI ILMU PENDIDIKAN
1.      Objek Formal Ilmu Pendidikan
Objek formal ilmu pendidikan berkenaan dengan bidang yang menjadi keseluruhan ruang lingkup garapan ilmu pendidikan. Sedangkan objek material ilmu pendidikan berkenaan dengan aspek-aspek yang menjadi garapan penelidikan langsung ilmu pendidikan.
Objek formal ilmu pendidikan menurut Mudyahardjo (2004:45) adalah pendidikan, yang dapat diartikan secara maha luas, sempit dan luas terbatas. Pendidikan dalam artian yang maha luas adalah segala situasi dalam hidup yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang. Pendidikan adalah pengalaman belajar, yang oleh karenanya pendidikan dapat pula didefinisikan sebagai keseluruhan pengalaman belajar setiap orang sepanjang hidupnya.
Sedangkan dalam pengertian pendidikan dalam arti sempit adalah sekolah atau persekolahan (schooling). Sekolah adalah lembaga pendidikan formal sebagai salah satu hasil rekaya dari peradaban manusia, di samping keluarga, dunia kerja, negara dan lembaga keagamaan. Oleh karena itu, pendidikan dalam arti sempit adalah pengaruh yang diupayakan dan direkayasa sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mereka mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka.
Definisi maha luas tentang pendidikan, antara lain mengandung kelemahan tidak dapat menggambarkan dengan tegas batas-batas pengaruh pendidikan dan bukan pendidikan terhadap pertumbuhan individu. Sedangkan kekuatannya, antara lain terletak pada menempatkan kegiatan atau pengalaman belajar sebagai inti dalam proses pendidikan yang berlangsung di mana pun dalam lingkungan hidup, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Definisi pendidikan dalam arti sempit juga memiliki kelemahan di antaranya terletak pada sangat kuatnya campur tangan pendidikan dalam proses pendidikan sehingga proses pendidikan lebih merupakan kegiatan mengajar daripada kegiatan belajar yang mengandung makna pendidik mempunyai otoritas sangat kuat, dan pendidikan terasing dari kehidupan sehingga lulusannya ditolak oleh masyarakat. Adapun kekuatannya, antara lain terletak pada bentuk kegiatan pendidikannya yang dilaksanakan secara terprogram dan sistematis.
2.      Objek Material Ilmu Pendidikan
Sebagaimana telah diungkap di atas, bahwa objek material ilmu pendidikan adalah salah satu aspek pendidikan. Apabila dilihat dari segi ini, maka ilmu pendidikan dibagi menjadi dua, yaitu 1) ilmu pendidikan makro, yaitu yang menyelidiki keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan nasional, dan 2) ilmu pendidikan mikro, atau ilmu pendidikan yang menyelidiki satuan pendidikan atau kegiatan pendidikan secara keseluruhan atau hanya satu satuan atau satu bentuk kegiatan pendidikan.
Hubungan antara epistemologi dengan pendidikan
Hubungan epistemologi dengan pendidikan adalah untuk mengembangkan ilmu secara produktif dan bertanggung jawab serta memberikan suatu gambaran-gambaran umum mengenai kebenaran yang diajarkan dalam proses pendidikan.
E.     AKSIOLOGI ILMU PENDIDIKAN
1.       Aksiologi Ilmu Pendidikan (Nilai Kegunaan Teoretis)
Meskipun status ilmiahnya masih belum sejajar dengan ilmu-ilmu yang sudah mapan, ilmu pendidikan dapat memberikan sumbangan teoretis terhadap perkembangan ilmu-ilmu sosial (Social Sciences) atau ilmu-ilmu tingkah laku (Behavioral Sciences). Sumbangan tersebut, antara lain berupa memperluas konsep-konsep ilmiah yang berkenaan dengan kehidupan sosial atau pada tingkah laku manusia. Ilmu pendidikan menghasilkan konsep-konsep ilmiah tentang pola tingkah laku dalam proses belajar mengajar yang berlangsung di lingkungan hidup manusia. Konsep tersebut menambah rekanan konsep-konsep aspek sosial-budaya dalam kehidupan manusia.
2.      Aksiologi Ilmu Pendidikan (Nilai Kegunaan Praktis)
Konsep-konsep yang dihasilkan oleh ilmu pendidikan dapat memberi pedoman dasar kerja pendidikan/pengelola pendidikan dalam melaksanakan tugasnya. Konsep-konsep yang dikembangkan ilmu pendidikan, berkenaan dengan bagaimana proses pengelolaan dan pelaksanaan praktek pendidikan terselenggara. Dengan demikian konsep-konsep tersebut merupakan prinsip-prinsip tentang praktek-praktek pengelolaan dan kegiatan pendidikan (mendidik).
Hasil penelitian Arora Kamla sebagaimana dikutip Mudyahardjo (2004:196) menyatakan bahwa karakteristik profesional yang sangat mempengaruhi efektivitas guru mengajar adalah berkenaan dengan kemampuan-kemampuan: 1) menerangkan dengan jelas topik-topik yang menjadi bahan ajaran, 2) menyajikan dengan jelas tentang mata pelajaran, 3) mengorganisasikan secara sistematis tentang mata pelajaran, 4) berekspresi, 5) membangkitkan minat dan dorongan siswa untuk belajar, dan 6) menyusun rencana dan persiapan mengajar. Penguasaan keenam kemampuan tersebut merupakan awal dan sangat mempengaruhi efektivitas guru mengajar.
Hubungan antara aksiologi dengan pendidikan
Aksiologi mempelajari mengenai manfaat apa yang diperoleh dari ilmu pengetahuan,menyelidiki hakikat nilai,serta berisi mengenai etika dan estetika.Penerapan aksiologi dalam pendidikan misalnya saja adalah dengan adanya mata pelajaran ilmu sosial dan kewarganegaraan yang mengajarkan bagaimanakah etika atau sikap yang baik itu,selain itu adalah mata pelajaran kesenian yang mengajarkan mengenai estetika atau keindahan dari sebuah karya manusia.  Dasar Aksiologis Pendidikan adalah Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab.

F.     GLOBALISASI ILMU PENDIDIKAN
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia (Edison A. Jamli, 2005). Proses globalisasi berlangsung melalui dua dimensi, yaitu dimensi ruang dan waktu. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, dan terutama pada bidang pendidikan. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, teknologi informasi dan komunikasi berkembang pesat dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat dihindari kehadirannya, terutama dalam bidang pendidikan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Banyak sekolah di indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan globalisasi dalam sistem pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang dikenal dengan billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka program kelas internasional. Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan diterapkannya perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN, mau tidak mau dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang siap kerja agar tidak menjadi “budak” di negeri sendiri.
Persaingan untuk menciptakan negara yang kuat terutama di bidang ekonomi, sehingga dapat masuk dalam jajaran raksasa ekonomi dunia tentu saja sangat membutuhkan kombinasi antara kemampuan otak yang mumpuni disertai dengan keterampilan daya cipta yang tinggi. Salah satu kuncinya adalah globalisasi pendidikan yang dipadukan dengan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Selain itu hendaknya peningkatan kualitas pendidikan hendaknya selaras dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Tidak dapat kita pungkiri bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini, untuk dapat menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik tadi tentu saja memerlukan biaya yang cukup besar. Tentu saja hal ini menjadi salah satu penyebab globalisasi pendidikan belum dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Sebagai contoh untuk dapat menikmati program kelas Internasional di perguruan tinggi terkemuka di tanah air diperlukan dana lebih dari 50 juta. Alhasil hal tersebut hanya dapat dinikmati golongan kelas atas yang mapan. Dengan kata lain yang maju semakin maju, dan golongan yang terpinggirkan akan semakin terpinggirkan dan tenggelam dalam arus globalisasi yang semakin kencang yang dapat menyeret mereka dalam jurang kemiskinan. Masyarakat kelas atas menyekolahkan anaknya di sekolah – sekolah mewah di saat masyarakat golongan ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa. Ketimpangan ini dapat memicu kecemburuan yang berpotensi menjadi konflik sosial. Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah tercapai akan sia-sia jika gejolak sosial dalam masyarakat akibat ketimpangan karena kemiskinan dan ketidakadilan tidak diredam dari sekarang.
G.    PERANAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Filsafat pendidikan sesuai dengan peranannya merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksaan dan pelaksanaan pendidikan. Dengan demikian hubungan filsafat dan menjadi sedemikian pentingnya. Karena masalah pendidikan merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia. Dalam konteks ini, filsafat pendidikan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas , yang menyangkut aspek hidup dan kehidupan manusia.
Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau paedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejalan kependidikan yang tertentu pula. Hal ini adalah data-data kependidikan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu.
Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa dan memberikan arti terhadap data-data kependidikan tersebut, dan untuk selanjutnya menyimpulkan serta dapat disusun teori-teori pendidikan yang realistis dan selanjutnya akan berkembanglah ilmu pendidikan (paedagogik). Filsafat, juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata.artinya mengarahkan agar teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat.
Peranan pendidikan di dalam kehidupan manusia, lebih-lebih dalam zaman modern ini diakui sebagai sesuatu kekuatan yang menentukan prestasi dan produktivitas seseorang. Tidak ada suatu fungsidan jabatan di dalam mesyarakat tanpa melalui proses pendidikan. Seluruh aspek kehidupan memerlukan proses pendidikan dalam arti demikian, terutama berlangsung di dalam dan oleh lembaga-lembaga pendidikan formal (sekolah, universitas). Akan tetapi scope pendidikan lebih daripadanya hanya pendidikan formal itu. Di dalam masyarakat keseluruhan terjadi pula proses pendidikan kembangan kepribadian manusia. Proses pendidikan yang berlangsung di dalam kehidupan sosial yang disebut pendidikan informal ini, bahkan berlangsung sepanjang kehidupan manusia.
Meskipun pengaruh pendidikan informal ini tak terukur dalam perkembangan pribadi, tapi tetap diakui adanya. Secara sederhana misalnya, orang yang tak pernah mengalami pendidikan formal, merekayang buta huruf, namun mereka tetap dapat hidup dan melaksanakan fungsi-fungi sosial yang sederhana.Alam dan lingkungan sosial serta kondisi dan kebutuhan hidup telah mendidik mereka. Akan tatapi, yang paling diharapkan ialah pendidikan formal yang relatif baik, dilengkapi dengan suasana pendidikaninformal yang relatif baik pula. Ini ternyata dari usaha pemerintah, pendidik dan para orang tua untuk membina masyarakat keseluruhan sebagai satu kehidupan yang sehat lahir dan batin. Sebab, krisisapapun yang terjadi di dalam masyarakt akan berpengaruh negatif bagi manusia, terutama anak-anak,genarasi muda.
Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik.


KESIMPULAN

Pendidikan sebagai ilmu bersifat multidimensional baik dari segi filsafat (epistemologis, aksiologis, dan ontologis) maupun secara ilmiah. Teori yang dianut dalam sebuah praktek pendidikan sangat penting, karena pendidikan menyangkut pembentukan generasi dan semestinya harus dapat dipertanggungjawabkan.
Proses pendidikan merupakan upaya mewujudkan nilai bagi pesreta didik dan pendidik, sehingga unsur manusia yang dididik dan memerlukan pendidikan dapat menghayati nilai – nilai agar mampu menata yang perilaku serta pribadi sebagaimana mestinya. Sebagai contoh, dalam wacana keindonesiaan pendidikan semestinya berakar dari konteks budaya dan karakteristikmasyarakat indonesia, dan untuk kebutuhan masyarakat indonesia yang terus berubah, hal ini berarti bahwa sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang – orang yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral.
Pentingnya (urgensi) wawasan perspektif global dalam pengelolaan pendidikan ialah sebagai langkah upaya dalam peningkatan mutu pendidikan nasional. Dengan wawasan perspektif global kita dapat menghindarkan diri dari cara berpikir sempit dan terkotak-kotak oleh batas subyektif sehingga pemikiran kita lebih berkembang. Kita dapat melihat sistem pendidikan di negara lain yang telah maju dan berkembang. Dapat membandingkannya dengan pendidikan di negara kita, mana yang dapat diterapkan dan mana yang sekerdar untuk diketahui saja. Kita bisa mencontoh sistem pendidikan yang baik di negara lain selama hal itu tidak bertentangan dengan jati diri bangsa Indonesia.




DAFTAR PUSTAKA

Faizah, F. 2009.  Dampak Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan, (Online),
Jalal, Fasli & Dedi Supriadi. 2001. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa

O’neil, William F. 2001. Ideologi-Ideologi Pendidikan, Alih Bahasa: Omi Intan Naomi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sidi, Indra Djati, 2001. Menuju Masyarakat Belajar Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta: Paramadina.

Thut, I.N & Don Adams, 2005. Pola-Pola Pendidikan Dalam Masyarakat Kontemporer. Penerjemah: SPA Teamwork. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tirtahardja, Umar & Lasulo. 1994. Pengantar Pendidikan, Jakarta: Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Dirjen Dikti Depdikbud.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar