A.
Sejarah Kemunculan Feminisme
Awal kemunculan paham kritik sastra
feminisme terjadi pertama kali di belahan Barat. Ada beberapa aspek yang
mempengaruhi sehingga paham feminisme dikembangkan dan pada akhirnya menyebar
ke seluruh dunia. Yang pertama kali dimunculkan bukanlah kritik sastra feminis
akan tetapi paham feminis yang masih bersifat umum.
Beberapa aspek yang menyebakkan
lahirnya paham feminisme pertama kali antara lain: Aspek Politik, Aspek Agama,
Aspek Ekonomi dan Aspek tentang konsep Sosialisme.
Pertama, Aspek Politik. Pada saat
memproklamasikan kemerdekaan Amerika pada tahun 1776, ada beberapa bagian
penting dalam deklarasi kemerdekan tersebut salah satu deklarasi yang
menyebabkan kecemburuan sosial kaum perempua yang menyebabkan kemunculan paham
feminis adalah deklarasi yang berisi “All
man are created equal” (Semua Laki-laki Diciptakan Sama) tanpa sedikitpun
menyinggung tentang perempuan.
Hasil dari ketidak puasan kaum
perempuan dari deklarasi yang “menguntungkan” kaum pria tahun 1776 telah
melahirkan tokoh-tokoh feminis kritis yang menggagas tengtang persamaan,
sehingga pada tahun 1848 dalam konvensi di Seneca Falls para tokoh feminis
memproklamirkan gagasan/ide lain tentang deklarasi kemerdekaan yang berisi “All Man and Women are Created Equal”
(semua laki-laki dan perempuan diciptakan sama).
Kedua, Aspek Agama. Dominasi Gereja yang
mendudukkan kaum perempuan pada posisi “tertindas” baik dari agama Protestan
maupun Katolik sama-sama memojokkan posisi perempuan yakni menempatkan perempuan
pada posisi yang lebih rendah dari kaum laki-laki. Dalam ajaran Martin Luther
dan John Calvin perempuan dan laki-laki dapat berhubungan langsung dengan
Tuhan. Namun, untuk yang lebih spesifik perempuan tidak boleh bepergian,
perempuan harus tetap tinggal di rumah dan mengatur rumahtangga. Dengan kata
lain perempuan hanya layak berada pada wilayah domestik saja sedangkan
selebihnya akan menjadi urusan laki-laki.
Sedangkan “hujatan” yang sangat
“memilukan” bagi kaum perempuan lahir dari anggapan gereja Katolik yang yang
memiliki asumsi bahwa perempuan adalah makhluk yang kotor dan keberadaannya
adalah sebagai wakil Iblis. Hal ini tidak jauh berbeda dengan kondisi yang
dialami penduduk Prancis sebelum terjadi revolusi kebudayaan, yang pada saat
itu otoriter gereja sangat berperan penting dan para petinggi gereja seperti
Tuhan yang bisa memfonis keputusan seperti mengampuni dosa atau yang biasa
disebut indulgencia (Surat Pengampunan Dosa).
Ketiga, Aspek Ekonomi. Menurut teori
feminis subordinasi perempuan berasal dari masyarakat primitif, yang
kedudukannya lebih rendah dari pada laki-laki, anggapan yang berkembang pada
saat itu adalah bahwa perempuan lebih layak untuk hidup miskin dan laki-laki
lebih layak untuk menjadi kaya. Isu ini dapat dilihat dari perkembangan
patriarkat, sebagai pembacaan awal untuk melihat kedudukan seorang perempuan
dalam keluarga.
Keempat, Aspek Teori Sosialisme. Landasan
pemikiran ini berawal dari pemikiran Karl Marx yang mencoba menghapus
kelas-kelas sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berangkat dari teorinya yang
mengungkap tentang fase-fase perkembangan masyarakat. Beranjak dari pemikiran
Federick Engels yang mengemukakan bahwa “Within
The Family he is the bourgeois and the wife represents the proletariat”
(dalam keluarga dia (Suami) adalah kaum Borjuis dan istri mewakili kaum
proletar). Dalam perspektif kaum feminis Amerika bahwa dalam masyarakat
kapitalis antara kaum perempuan dan kaum laki-laki tidak bisa dibandingkan
karena kaum laki-laki golongan yang terhormat sedangkan dalam kaum perempuan
adalah golongan yang tertindas. Ekarini (2003)
Selain yang telah di uraikan di
atas, beberapa faktor pemicu lahirnya paham feminis dalam bidang kritik sastra
adalah :
a) Berkembangnya teknik konspirasi,
yang memungkinkan perempuan melepaskan diri dari kekuasaan laki-laki.
b) Radikalisasi politik, khusunya
sebagai akibat perang Vietnam.
c) Lahirnya gerakan pembebasan dari
ikatan-ikatan tradisional, misalnya, ikatan gereja, ikatan kulit hitam Amerika,
ikatan mahasiswa, dan sebagainya.
d) Sekularisai, menurunnya wibawa agama
dalam segala bidang kehidupan.
e) Perkembangan pendidikan yang secara
khusus di nikmati oleh perempuan.
f) Reaksi terhadap pendekatan sastra
yang mengasingkankaryaa dari struktur sosial, seperti, struktur baru dan
strukturalisme.
g) Ketidak puasan terhadap teori dan
praktik ideologi marxismeortodoks, tidak terbatas sebagai marxis Sovyet atau
Cina, tetapi marxxis di dunia barat secara keseluruhan. Nyoman Kutha Ratna
(2004: 183-184).
Dari beberapa aspek pemicu lahirnya
gerakan feminis ini, maka pada tahun 1970-an dan tahun 1980-an menjadi
pembacaan ulang bagi tokoh gerakan feminis Prancis yang bernama Luce Irigaray
yang mendorong berkembangnya mazhab feminis.
B.
Beberapa Tokoh Penggerak Feminisme
“Orpheus adalah penyanyi, penyair,
tokoh dalam mitologi Yunani yang dibunuh oleh wanita yang marah”. Bahaya wanita
berpose untuk seniman laki-laki tampaknya, telah dialami oleh seniman masa
silam ini, selain kelemahlembutan yang berada dalam energi tubuh dan ekses
emosional seorang perempuan juga terdapat kemarahan yang dapat berbahaya bagi
manusia.
Sedikit kutipan sejarah tersebut
telah menjadi inspirasi bagi beberapa tokoh feminisme. Dalam perspektif para
pemikir feminisme ekstrim misalnya beranggapan Sebagai konsekuensi dari tindakan margiinal yang dirasakan kaum
perempuan, bahwa perempuan perlu membentuk sebuah dunia yang terpisah di luar
budaya yang didominasi oleh kaum laki-laki.
Beberapa tokoh yang berperan penting dalam gerakan feminisme
atau penggerak lahirnya paham feminisme, diantaranya adalah :
1) Simone De Beauvoir
Simone
De Beauvoir meletakkan dengan sangat jelas masalah dasar feminisme. Bila
seorang perempuan mencoba membatasi dirinya sendiri, maka dia akan mulai dengan
berkata “Saya adalah Seorang Perempuan”.
Tidak ada laki-laki yang melakukan hal seperti itu, kenyataan ini membuat
ketidak sejajaran antara “maskulin dan feminis”. Ekarini (2003).
2) Luce Irigaray
Luce
Irigaray memiliki pandangan tentang teori pengetahuan, bahwa subjek dari
pengetahuan selalu menitikberatkan pada kaum laki-laki dan selalu
dibeda-bedakan dengan kaum perempuan.
3) Julia kristeva
Mendekonstruksi
hegemoni kebudayaan barat dengan menampilkan teks sebagai material produksi.
Salha satu konsep Julia Kristeva adalah semanalysis, metode yang memusatkan
perhatian bukan semata-mata pada fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi,
melainkan juga pada material bahasa, seperti, suara, rima, irama, dan ciri-ciri
grafis.
4) Helena cixous
Helena
cixous adalah seorang novelis, sekaligus kritikus feminis. Menurut Helena
cixous yang menjadi pusat perhatiannya adalah: (a) hegemoni oposisi biner dalam
kebudayaan barat, dan (b) praktik penulisan feminis yang dikaitkan dengan
tubuh.
Oposisi
biner yang dimaksud adalah salah satu faktor yang dipandang lebih penting dan
lebih utama di bandingkan dengan sesuatu yang lain.
5) Donna J. Haraway
Donna
J. Haraway memiliki panadangan yang berbeda dengan kritikus feminisme yang lain, Donna J. Haraway lebih
mengutamakan pemanfaatan teknologi modern.
Nyoman
Kutha Ratna (2004: 197-104)
C.
Kritik Sastra Feminis
Dalam kaitannya dengan kritik sastra feminis, ada beberepa
hal yang menjadi fokus kajian dalam kritik sastra feminis. Yang pertama, yang
menjadi fokus kajian sastra feminis adalah menggali, mengaji, dan menilai karya
sastra perempuan dari masa silam, karena dari berbagai macam hasil karya
sastra, ternyata hanya ada beberapa yang menjadi buah dari karya kaum
perempuan. Kedua, para kritikus sastra feminisme menitikberatkan kajian
terhadap karyan sastra dengan pendekatan feminisme. Ketiga, kritikus feminisme
berhasrat mengetahui nilai estetika yang terkandung dalam sebuah karya sastra.
Apakah karya tersebut benar-benar memiliki nilai estetika atau tidak.
D.
Jenis-Jenis Kritik Sastra Feminisme
Dari ketiga pembagian yang menjadi
dasar kritik sastra di atas maka dapat di golongkan beberapa jenis-jenis kritik
sastra berdasarkan pedekatan feminisme :
1. Kritik Ideologis
Kritik
ini adalak kritik sastra yang memepertajam pisau analisis feminisme terhadap
citra seorang perempuan terhadap karya sastra, juga menganalisis sebab-sebab
tidak diperhitungkannya perempuan dalam menciptakan sebuah karya sastra.
2. Kritik yang Mengaji Penulis-penulis
Wanita
Kritik
sastra feminisme yang berkaitan dengan mengaji penulis-penulis perempuan adalah
kajian yang dipusatkan pada analisis sejarah para sastrawan perempuan, tema
yang diangkat dalam karya sastra, genre, dan struktur penulisan.
3. Kritik Feminis Sosial
Kritik
ini mengaji para tokoh-tokoh perempuan yang terdapat dalam sebuah karya sastra,
dilihat dari sudut pandang kelas sosial dan kedudukan dalam keluarga.
4. Kritik Feminis-Psikoanalisis
Kritik
ini meneliti karya para perempuan, karena para feminisme percaya bahwa pembaca
perempuan selalu menempatkan dirinya sebagai tokoh dalam cerita.
5. Kritik Feminis Lesbian
Kritik
ini hanya mengaji penulis perempuan saja, namun kritik ini masih sangat
terbatas disebabkan karena beberapa faktor salah satunya masih kurang jelasnya
pendefinisian terhadap makna Lesbian itu sendiri.
6. Kritik Feminis Etnik atau Ras
Kritik
ini beranjak dari politik yang pernah berjaya di Amerika yaitu politik
Apartheit tentang perbedaan warna kulit, yang pada saat itu kelompok yang
memiliki warna kulit hitam dideskriminasi. Ekarini (2003)
E. Penerapan Kritik Satra Feminis
Terhadap Novel Indonesia
Cara kerja kritik sastra feminis
secara metodologi mengikuti kritik sastra pada umumnya. Secara sistematik
kegiatan diawali dengan kegiatan sebagai berikut:
a.
Memilih
dan membaca karya sastra yang akan dianalisis dan dinilai.
b.
Menentukan
fokus masalah yang sesuai dengan perspektif kritik sastra feminis.
c.
Melakukan
kajian pustaka untuk memahami sejumlah konsep teoretik yang berhubungan dengan
fokus masalah yang akan dipahami dan tulisan kritikus maupun peneliti
sebelumnya yang membahasa masalah yang sama atau mirip.
d.
Mengumpulkan
data primer maupun sekunder yang releven dengan fokus masalah yang akan
dianalisis.
e.
Menganalisis
data dengan menggunakan perspektif kritik sastra feminis
f.
Menginterpretasikan
dan memberi penilaian terhadap hasil penelitian sesuai dengan ragam kritk
sastra feminis yang dipilih.
g.
Menulis
laporan kritik sastra menggunakan dengan bahasa yang sesuai dengan media yang
kan dipilih untuk memplubikasikan.
Penerapan Kritik Sastra Feminis
terhadap Novel-novel Indonesia
a.
Latar Belakang Masalah
Penyataan
dapat dilatarbelakangi oleh pemikiran tentang adanya hubungan antara kara
sastra dengan kenyataan. Seperti dikemukakan oleh Teeuw (1984:228) bahwa ada
hubungan ketegangan antara kenyataan dan rekaan dalam roman (novel).
b.
Tujuan
Secara
khusus penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan
citraan perlawanan simbolis yang terwujud dalam ideologi kesetaraan gender yang
diangkat dalam sejumlah novel indonesia-terhadap hegemoni patriarkat dalam
bidang pendidikan dan peran perempuan di sektor publik.
c.
Manfaat Penelitian
Hasil
kajian diharapkan dapat memeberikan manfaat bagi masyarakat pembaca, khususnya
mahasiswa, dosen, dan peneliti, sebagai salah satu sarana penyadaran kesetaraan
gender di bidang pendidikan dan peran perempuan di sektor publik.
d.
Kajian Pustaska.
Dalam
penelitian ‘’ Pasca Kolonialitas dan Si Feminin dalam Sastra Indonesia
Modern,’’(Hatley,2006) dikaji sejumlah novel Indonesia 1920-an sampai novel Saman karya Ayu Utami, dengan fokus
bagaimana perempuan dikonstruksi dalam karya-karya tersebut. Dari kajiannya,
Hetley menyimpulkan bahwa apa yang ditulis oleh penulis-penulis wanita pribumi
mengenai pengalaman wanita Indonesia pada masa kolonial/pascakolonial, yang
dijajarkan dengan pelukisan oleh penulis-penulis pria, menunjukkan jawaban
kreatif dan penuh semengat dari wanita terhadap kesempatan-kesempatan yang
dibuka oleh kontak kolonial untuk memperoleh pendidikan dan pekerjaan gaya
Eropa, berpartisipasi dalam proyek nasionalis, dan membangun rumah tangga yang
modern.
e.
Kajian Teori
Novel sebagai Sarana Pencitraan
Perlawanan Simbolis melalui sebuah karya sastra
1) Perlawanan yang dilakukan (novel)
merupakan perlawanan yang bersifat simbolis. Hal ini karena perlawanan tersebut
dilakukan melalui kata-kata gagasan yang diungkapkan dalam sebuah novel.
Sebagai mana dikemukakan oleh Damono (dalam Kratz, peny) bahwa sastra
mencerminkan persoalan sosial yang ada di dalam masyarakat.
2) Hegemoni Patriarkat dalam Ranah
Privat dan Publik.
Dalam
konteks gender dikemukakan bahwa hubungan antara perempuan dan laki-laki, serta
pembagian peran sosial dan privat antara perempuan dengan laki-laki telah
diatur oleh sebuah ideologi gender yang dikenal dengan istilah patriarkat.
Patriarkat adalah sistem hubungan antara jenis kelamin yang dilandasi hukum
kebapakan. Walby (1989:213-220) menjelaskan bahwa patriarkat adalah sebuah
sistem dari struktur sosial, praktik yang menempatkan laki-laki dalam posisi
dominan, menindas, dan mengeksplolitas perempuan. Hegemoni patriarkat dalam
ranah domestik tampak disosialisasikan melalui Panca Dharma Wanita. Di dalamnya
dikemukakan bahwa wanita sebagai: 1) pendamping suami, 2) ibu sebagai pendidik
dan pembina generasi muda, 3) pengatur ekonomi rumah tangga, 4) pencari nafkah
tambahan, 5) anggota masyarakat terutama organisasi wanita, badan-badan sosial
yang intinya menyumbangkan tenaga kepada masyarakat sebagai relawan.
3) Kritik Sastra Feminis
Kritik
sastra feminis merupakan salah satu ragam kritik sastra (kajian sastra) yang
mendasarkan pada pemikiran feminisme yang mengiginkan adanya keadilan dalam
memandang eksistensi perempuan, baik sebagai penulis maupuun dalam karya
sastra-karya sastranya.lahirnya kritik sastra feminis tidak dapat dipisahkan
dari gerakan feminisme yang pada awalnya muncul di Amerika Serikat pada 1700-an
(Madsen,2000: 1).
f.
Cara Penelitian
Penelitian
ini menngunakan metode yang bersifat deskriptif kualitatif. Metode deskriptif
dapat diuraikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta
yang tampak atau sebagaimana adanya.
g.
Sumber Data
Sumber
data ditentukan secara purposive, yaitu novel-novel yang secara intens
mengangkat isu pentingya pendidikan dan peran permpuan di sektor publik, yaitu Siti Nurbaya (1922) karya Marah Rusli, Kehilangan Mestika (1935) karya Hamidah,
Layar Terkembang (1936) karya Sultan
Alisyahbana. Data dicatat dalam kartu data dan diklasifikasikan sesuai dengan
informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Analisis data dengan
teknik deskriptif kualitatif untuk menemukan adanya perlawanan simbolis,
melalui ideologi yang diangkat dalam sejunlah novel ‘’In’’ ketidakadilan gender
dalam bidang pendidikan dan peran perempuan Indonesia di sektor publik.
h.
Analisis Data
Analisis
data dilakukan dengan teknik deskriptif kualitatif melalui kegiatan
kategorisasi, tabulasi, dan inferensi. Kategorisasi digunakan untuk
mengelompokkan data berdasarkan kategori yang telah ditetapkan. Tabulasi
digunakan untuk merangkum keseluruhan data dalam bentuk tabel. Inferensi
digunakan untuk menginterpretasikan dan menyimpulkan hasil penelitian sesuai
dengan permasalahan penelitan.
i.
Hasil Analisis
1) Perlawanan Simbolis terhadap Tradisi
Pingitan dengan pendidikan bagi perempuan.
Pingitan adalah sebuah tradisi yang ada di beberapa
masyarakat di Indonesia yang mengharuskan seorang anak perempuan berumur 12
tahun harus tinggal di rumah, sampai mendapatkan jodohnya. Di samping harus
berhadapan dengan tradisi pingitan yang berlaku tidak hanya di Jawa tetapi juga
daerah lain di luar Jawa, seperti yang tergambar dalam sejumlah novel (Azab dan Sengsara, Siti Nurbaya,Kehilangan
Mestika), para perempuan yang akan belajar di sekolah juga terkendala oleh
jumlah sekolah yang masijh terbatas, yang tidak semuanya dapat dimasuki oleh
perempuan.
2) Perlawanan Simbolis terhadap
Domestikasi Perempuan dengan Masuknya Perempuan ke Arena Publik.
Masuknya perempuan ke arena publik menunjukkan adanya
perlawanan terhadap kultur patriarkat yang menempatkan perempuan di ranah
privat. Dengan masuk ke arena publik perempuan telah berusaha merekontruksi
sejarah hidupnya, dengan membangun identitas baru bagi dirinya, tidak hanya
sebagai istri/ibu, tetapi juga sebagai pekerja dan perempuan karier.
3) Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa perlawanan terhadap hegemoni patriarat dilakukan melalui perjuangan
para perempuan untuk mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan dan peran di
ranah publik, baik sebagai perempuan bekerja maupun aktivis organisasi
perempuan
DAFTAR PUSTAKA
Patricia Waugh. 2006. Literaty Theory and Criticism. New York.
Oxford University Press.
Ratna, Nyoman. 2009. Teori, Metode dan
Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Saraswati, Ekarini. 2003. Sosiologi
Sastra: Sebuah Pengantar Awal. Malang: UMM Press
http://sutrie.blogspot.com/2012/11/penerapan-kritik-satra-feminis-terhadap.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar