Kamis, 26 Februari 2015

FEMINISME



A.    Sejarah Kemunculan Feminisme
Awal kemunculan paham kritik sastra feminisme terjadi pertama kali di belahan Barat. Ada beberapa aspek yang mempengaruhi sehingga paham feminisme dikembangkan dan pada akhirnya menyebar ke seluruh dunia. Yang pertama kali dimunculkan bukanlah kritik sastra feminis akan tetapi paham feminis yang masih bersifat umum.
Beberapa aspek yang menyebakkan lahirnya paham feminisme pertama kali antara lain: Aspek Politik, Aspek Agama, Aspek Ekonomi dan Aspek tentang konsep Sosialisme.
Pertama, Aspek Politik. Pada saat memproklamasikan kemerdekaan Amerika pada tahun 1776, ada beberapa bagian penting dalam deklarasi kemerdekan tersebut salah satu deklarasi yang menyebabkan kecemburuan sosial kaum perempua yang menyebabkan kemunculan paham feminis adalah deklarasi yang berisi “All man are created equal” (Semua Laki-laki Diciptakan Sama) tanpa sedikitpun menyinggung tentang perempuan.
Hasil dari ketidak puasan kaum perempuan dari deklarasi yang “menguntungkan” kaum pria tahun 1776 telah melahirkan tokoh-tokoh feminis kritis yang menggagas tengtang persamaan, sehingga pada tahun 1848 dalam konvensi di Seneca Falls para tokoh feminis memproklamirkan gagasan/ide lain tentang deklarasi kemerdekaan yang berisi “All Man and Women are Created Equal” (semua laki-laki dan perempuan diciptakan sama).
Kedua, Aspek Agama. Dominasi Gereja yang mendudukkan kaum perempuan pada posisi “tertindas” baik dari agama Protestan maupun Katolik sama-sama memojokkan posisi perempuan yakni menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dari kaum laki-laki. Dalam ajaran Martin Luther dan John Calvin perempuan dan laki-laki dapat berhubungan langsung dengan Tuhan. Namun, untuk yang lebih spesifik perempuan tidak boleh bepergian, perempuan harus tetap tinggal di rumah dan mengatur rumahtangga. Dengan kata lain perempuan hanya layak berada pada wilayah domestik saja sedangkan selebihnya akan menjadi urusan laki-laki.
Sedangkan “hujatan” yang sangat “memilukan” bagi kaum perempuan lahir dari anggapan gereja Katolik yang yang memiliki asumsi bahwa perempuan adalah makhluk yang kotor dan keberadaannya adalah sebagai wakil Iblis. Hal ini tidak jauh berbeda dengan kondisi yang dialami penduduk Prancis sebelum terjadi revolusi kebudayaan, yang pada saat itu otoriter gereja sangat berperan penting dan para petinggi gereja seperti Tuhan yang bisa memfonis keputusan seperti mengampuni dosa atau yang biasa disebut indulgencia (Surat Pengampunan Dosa).
Ketiga, Aspek Ekonomi. Menurut teori feminis subordinasi perempuan berasal dari masyarakat primitif, yang kedudukannya lebih rendah dari pada laki-laki, anggapan yang berkembang pada saat itu adalah bahwa perempuan lebih layak untuk hidup miskin dan laki-laki lebih layak untuk menjadi kaya. Isu ini dapat dilihat dari perkembangan patriarkat, sebagai pembacaan awal untuk melihat kedudukan seorang perempuan dalam keluarga.
Keempat, Aspek Teori Sosialisme. Landasan pemikiran ini berawal dari pemikiran Karl Marx yang mencoba menghapus kelas-kelas sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berangkat dari teorinya yang mengungkap tentang fase-fase perkembangan masyarakat. Beranjak dari pemikiran Federick Engels yang mengemukakan bahwa “Within The Family he is the bourgeois and the wife represents the proletariat” (dalam keluarga dia (Suami) adalah kaum Borjuis dan istri mewakili kaum proletar). Dalam perspektif kaum feminis Amerika bahwa dalam masyarakat kapitalis antara kaum perempuan dan kaum laki-laki tidak bisa dibandingkan karena kaum laki-laki golongan yang terhormat sedangkan dalam kaum perempuan adalah golongan yang tertindas. Ekarini (2003)
Selain yang telah di uraikan di atas, beberapa faktor pemicu lahirnya paham feminis dalam bidang kritik sastra adalah :
a)      Berkembangnya teknik konspirasi, yang memungkinkan perempuan melepaskan diri dari kekuasaan laki-laki.
b)      Radikalisasi politik, khusunya sebagai akibat perang Vietnam.
c)      Lahirnya gerakan pembebasan dari ikatan-ikatan tradisional, misalnya, ikatan gereja, ikatan kulit hitam Amerika, ikatan mahasiswa, dan sebagainya.
d)     Sekularisai, menurunnya wibawa agama dalam segala bidang kehidupan.
e)      Perkembangan pendidikan yang secara khusus di nikmati oleh perempuan.
f)       Reaksi terhadap pendekatan sastra yang mengasingkankaryaa dari struktur sosial, seperti, struktur baru dan strukturalisme.
g)      Ketidak puasan terhadap teori dan praktik ideologi marxismeortodoks, tidak terbatas sebagai marxis Sovyet atau Cina, tetapi marxxis di dunia barat secara keseluruhan. Nyoman Kutha Ratna (2004: 183-184).
Dari beberapa aspek pemicu lahirnya gerakan feminis ini, maka pada tahun 1970-an dan tahun 1980-an menjadi pembacaan ulang bagi tokoh gerakan feminis Prancis yang bernama Luce Irigaray yang mendorong berkembangnya mazhab feminis.
B.     Beberapa Tokoh Penggerak Feminisme
“Orpheus adalah penyanyi, penyair, tokoh dalam mitologi Yunani yang dibunuh oleh wanita yang marah”. Bahaya wanita berpose untuk seniman laki-laki tampaknya, telah dialami oleh seniman masa silam ini, selain kelemahlembutan yang berada dalam energi tubuh dan ekses emosional seorang perempuan juga terdapat kemarahan yang dapat berbahaya bagi manusia.
Sedikit kutipan sejarah tersebut telah menjadi inspirasi bagi beberapa tokoh feminisme. Dalam perspektif para pemikir feminisme ekstrim misalnya beranggapan Sebagai konsekuensi dari tindakan margiinal yang dirasakan kaum perempuan, bahwa perempuan perlu membentuk sebuah dunia yang terpisah di luar budaya yang didominasi oleh kaum laki-laki.
Beberapa tokoh yang berperan penting dalam gerakan feminisme atau penggerak lahirnya paham feminisme, diantaranya adalah :
1)      Simone De Beauvoir
Simone De Beauvoir meletakkan dengan sangat jelas masalah dasar feminisme. Bila seorang perempuan mencoba membatasi dirinya sendiri, maka dia akan mulai dengan berkata “Saya adalah Seorang Perempuan”. Tidak ada laki-laki yang melakukan hal seperti itu, kenyataan ini membuat ketidak sejajaran antara “maskulin dan feminis”. Ekarini (2003).
2)      Luce Irigaray
Luce Irigaray memiliki pandangan tentang teori pengetahuan, bahwa subjek dari pengetahuan selalu menitikberatkan pada kaum laki-laki dan selalu dibeda-bedakan dengan kaum perempuan.
3)      Julia kristeva
Mendekonstruksi hegemoni kebudayaan barat dengan menampilkan teks sebagai material produksi. Salha satu konsep Julia Kristeva adalah semanalysis, metode yang memusatkan perhatian bukan semata-mata pada fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi, melainkan juga pada material bahasa, seperti, suara, rima, irama, dan ciri-ciri grafis.
4)      Helena cixous
Helena cixous adalah seorang novelis, sekaligus kritikus feminis. Menurut Helena cixous yang menjadi pusat perhatiannya adalah: (a) hegemoni oposisi biner dalam kebudayaan barat, dan (b) praktik penulisan feminis yang dikaitkan dengan tubuh.
Oposisi biner yang dimaksud adalah salah satu faktor yang dipandang lebih penting dan lebih utama di bandingkan dengan sesuatu yang lain.
5)      Donna J. Haraway
Donna J. Haraway memiliki panadangan yang berbeda dengan kritikus feminisme  yang lain, Donna J. Haraway lebih mengutamakan pemanfaatan teknologi modern.
Nyoman Kutha Ratna (2004: 197-104)
C.    Kritik Sastra Feminis
Dalam kaitannya dengan kritik sastra feminis, ada beberepa hal yang menjadi fokus kajian dalam kritik sastra feminis. Yang pertama, yang menjadi fokus kajian sastra feminis adalah menggali, mengaji, dan menilai karya sastra perempuan dari masa silam, karena dari berbagai macam hasil karya sastra, ternyata hanya ada beberapa yang menjadi buah dari karya kaum perempuan. Kedua, para kritikus sastra feminisme menitikberatkan kajian terhadap karyan sastra dengan pendekatan feminisme. Ketiga, kritikus feminisme berhasrat mengetahui nilai estetika yang terkandung dalam sebuah karya sastra. Apakah karya tersebut benar-benar memiliki nilai estetika atau tidak.
D.    Jenis-Jenis Kritik Sastra Feminisme
Dari ketiga pembagian yang menjadi dasar kritik sastra di atas maka dapat di golongkan beberapa jenis-jenis kritik sastra berdasarkan pedekatan feminisme :
1.       Kritik Ideologis
Kritik ini adalak kritik sastra yang memepertajam pisau analisis feminisme terhadap citra seorang perempuan terhadap karya sastra, juga menganalisis sebab-sebab tidak diperhitungkannya perempuan dalam menciptakan sebuah karya sastra.
2.      Kritik yang Mengaji Penulis-penulis Wanita
Kritik sastra feminisme yang berkaitan dengan mengaji penulis-penulis perempuan adalah kajian yang dipusatkan pada analisis sejarah para sastrawan perempuan, tema yang diangkat dalam karya sastra, genre, dan struktur penulisan.
3.      Kritik Feminis Sosial
Kritik ini mengaji para tokoh-tokoh perempuan yang terdapat dalam sebuah karya sastra, dilihat dari sudut pandang kelas sosial dan kedudukan dalam keluarga.
4.      Kritik Feminis-Psikoanalisis
Kritik ini meneliti karya para perempuan, karena para feminisme percaya bahwa pembaca perempuan selalu menempatkan dirinya sebagai tokoh dalam cerita.
5.      Kritik Feminis Lesbian
Kritik ini hanya mengaji penulis perempuan saja, namun kritik ini masih sangat terbatas disebabkan karena beberapa faktor salah satunya masih kurang jelasnya pendefinisian terhadap makna Lesbian itu sendiri.
6.      Kritik Feminis Etnik atau Ras
Kritik ini beranjak dari politik yang pernah berjaya di Amerika yaitu politik Apartheit tentang perbedaan warna kulit, yang pada saat itu kelompok yang memiliki warna kulit hitam dideskriminasi. Ekarini (2003)

E.    Penerapan Kritik Satra Feminis Terhadap Novel Indonesia
Cara kerja kritik sastra feminis secara metodologi mengikuti kritik sastra pada umumnya. Secara sistematik kegiatan diawali dengan kegiatan sebagai berikut:
a.     Memilih dan membaca karya sastra yang akan dianalisis dan dinilai.
b.     Menentukan fokus masalah yang sesuai dengan perspektif kritik sastra feminis.
c.      Melakukan kajian pustaka untuk memahami sejumlah konsep teoretik yang berhubungan dengan fokus masalah yang akan dipahami dan tulisan kritikus maupun peneliti sebelumnya yang membahasa masalah yang sama atau mirip.
d.     Mengumpulkan data primer maupun sekunder yang releven dengan fokus masalah yang akan dianalisis.
e.      Menganalisis data dengan menggunakan perspektif kritik sastra feminis
f.       Menginterpretasikan dan memberi penilaian terhadap hasil penelitian sesuai dengan ragam kritk sastra feminis yang dipilih.
g.     Menulis laporan kritik sastra menggunakan dengan bahasa yang sesuai dengan media yang kan dipilih untuk memplubikasikan.
Penerapan Kritik Sastra Feminis terhadap Novel-novel Indonesia
a.      Latar Belakang Masalah
Penyataan dapat dilatarbelakangi oleh pemikiran tentang adanya hubungan antara kara sastra dengan kenyataan. Seperti dikemukakan oleh Teeuw (1984:228) bahwa ada hubungan ketegangan antara kenyataan dan rekaan dalam roman (novel).
b.      Tujuan
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan citraan perlawanan simbolis yang terwujud dalam ideologi kesetaraan gender yang diangkat dalam sejumlah novel indonesia-terhadap hegemoni patriarkat dalam bidang pendidikan dan peran perempuan di sektor publik.
c.       Manfaat Penelitian
Hasil kajian diharapkan dapat memeberikan manfaat bagi masyarakat pembaca, khususnya mahasiswa, dosen, dan peneliti, sebagai salah satu sarana penyadaran kesetaraan gender di bidang pendidikan dan peran perempuan di sektor publik.
d.      Kajian Pustaska.
Dalam penelitian ‘’ Pasca Kolonialitas dan Si Feminin dalam Sastra Indonesia Modern,’’(Hatley,2006) dikaji sejumlah novel Indonesia 1920-an sampai novel Saman karya Ayu Utami, dengan fokus bagaimana perempuan dikonstruksi dalam karya-karya tersebut. Dari kajiannya, Hetley menyimpulkan bahwa apa yang ditulis oleh penulis-penulis wanita pribumi mengenai pengalaman wanita Indonesia pada masa kolonial/pascakolonial, yang dijajarkan dengan pelukisan oleh penulis-penulis pria, menunjukkan jawaban kreatif dan penuh semengat dari wanita terhadap kesempatan-kesempatan yang dibuka oleh kontak kolonial untuk memperoleh pendidikan dan pekerjaan gaya Eropa, berpartisipasi dalam proyek nasionalis, dan membangun rumah tangga yang modern.

e.       Kajian Teori
Novel sebagai Sarana Pencitraan Perlawanan Simbolis melalui sebuah karya sastra
1)      Perlawanan yang dilakukan (novel) merupakan perlawanan yang bersifat simbolis. Hal ini karena perlawanan tersebut dilakukan melalui kata-kata gagasan yang diungkapkan dalam sebuah novel. Sebagai mana dikemukakan oleh Damono (dalam Kratz, peny) bahwa sastra mencerminkan persoalan sosial yang ada di dalam masyarakat.
2)      Hegemoni Patriarkat dalam Ranah Privat dan Publik.
Dalam konteks gender dikemukakan bahwa hubungan antara perempuan dan laki-laki, serta pembagian peran sosial dan privat antara perempuan dengan laki-laki telah diatur oleh sebuah ideologi gender yang dikenal dengan istilah patriarkat. Patriarkat adalah sistem hubungan antara jenis kelamin yang dilandasi hukum kebapakan. Walby (1989:213-220) menjelaskan bahwa patriarkat adalah sebuah sistem dari struktur sosial, praktik yang menempatkan laki-laki dalam posisi dominan, menindas, dan mengeksplolitas perempuan. Hegemoni patriarkat dalam ranah domestik tampak disosialisasikan melalui Panca Dharma Wanita. Di dalamnya dikemukakan bahwa wanita sebagai: 1) pendamping suami, 2) ibu sebagai pendidik dan pembina generasi muda, 3) pengatur ekonomi rumah tangga, 4) pencari nafkah tambahan, 5) anggota masyarakat terutama organisasi wanita, badan-badan sosial yang intinya menyumbangkan tenaga kepada masyarakat sebagai relawan.
3)      Kritik Sastra Feminis
Kritik sastra feminis merupakan salah satu ragam kritik sastra (kajian sastra) yang mendasarkan pada pemikiran feminisme yang mengiginkan adanya keadilan dalam memandang eksistensi perempuan, baik sebagai penulis maupuun dalam karya sastra-karya sastranya.lahirnya kritik sastra feminis tidak dapat dipisahkan dari gerakan feminisme yang pada awalnya muncul di Amerika Serikat pada 1700-an (Madsen,2000: 1).
f.       Cara Penelitian
Penelitian ini menngunakan metode yang bersifat deskriptif kualitatif. Metode deskriptif dapat diuraikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
g.      Sumber Data
Sumber data ditentukan secara purposive, yaitu novel-novel yang secara intens mengangkat isu pentingya pendidikan dan peran permpuan di sektor publik, yaitu Siti Nurbaya (1922) karya Marah Rusli, Kehilangan Mestika (1935) karya Hamidah, Layar Terkembang (1936) karya Sultan Alisyahbana. Data dicatat dalam kartu data dan diklasifikasikan sesuai dengan informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Analisis data dengan teknik deskriptif kualitatif untuk menemukan adanya perlawanan simbolis, melalui ideologi yang diangkat dalam sejunlah novel ‘’In’’ ketidakadilan gender dalam bidang pendidikan dan peran perempuan Indonesia di sektor publik.
h.      Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan teknik deskriptif kualitatif melalui kegiatan kategorisasi, tabulasi, dan inferensi. Kategorisasi digunakan untuk mengelompokkan data berdasarkan kategori yang telah ditetapkan. Tabulasi digunakan untuk merangkum keseluruhan data dalam bentuk tabel. Inferensi digunakan untuk menginterpretasikan dan menyimpulkan hasil penelitian sesuai dengan permasalahan penelitan.
i.        Hasil Analisis
1)      Perlawanan Simbolis terhadap Tradisi Pingitan dengan pendidikan bagi perempuan.
Pingitan adalah sebuah tradisi yang ada di beberapa masyarakat di Indonesia yang mengharuskan seorang anak perempuan berumur 12 tahun harus tinggal di rumah, sampai mendapatkan jodohnya. Di samping harus berhadapan dengan tradisi pingitan yang berlaku tidak hanya di Jawa tetapi juga daerah lain di luar Jawa, seperti yang tergambar dalam sejumlah novel (Azab dan Sengsara, Siti Nurbaya,Kehilangan Mestika), para perempuan yang akan belajar di sekolah juga terkendala oleh jumlah sekolah yang masijh terbatas, yang tidak semuanya dapat dimasuki oleh perempuan.
2)      Perlawanan Simbolis terhadap Domestikasi Perempuan dengan Masuknya Perempuan ke Arena Publik.
Masuknya perempuan ke arena publik menunjukkan adanya perlawanan terhadap kultur patriarkat yang menempatkan perempuan di ranah privat. Dengan masuk ke arena publik perempuan telah berusaha merekontruksi sejarah hidupnya, dengan membangun identitas baru bagi dirinya, tidak hanya sebagai istri/ibu, tetapi juga sebagai pekerja dan perempuan karier.
3)      Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa perlawanan terhadap hegemoni patriarat dilakukan melalui perjuangan para perempuan untuk mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan dan peran di ranah publik, baik sebagai perempuan bekerja maupun aktivis organisasi perempuan


DAFTAR PUSTAKA
Patricia Waugh. 2006. Literaty Theory and Criticism. New York. Oxford University Press.
Ratna, Nyoman. 2009. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Saraswati, Ekarini. 2003. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Awal. Malang: UMM Press
http://sutrie.blogspot.com/2012/11/penerapan-kritik-satra-feminis-terhadap.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar