Selasa, 15 Desember 2015

TEKNIK PEMBELAJARAN BIPA SECARA FORMAL KLASIKAL


TEKNIK PEMBELAJARAN BIPA SECARA FORMAL KLASIKAL
1.      Pendahuluan
Teknik pembelajaran bahasa, termasuk pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing merupakan salah satu masalah yang sering dipertanyakan. Berhasil tidaknya suatu program pembelajaran bahasa diukur dari teknik yang digunakan. Hal ini wajar, sebab teknik pembelajaran yang dipilih oleh guru juga akan mewarnai isi dan cara dalam pembelajaran itu. Karena itu, tidak mengherankan bila dalam kenyataanya sekarang ini banyk kursus bahasa, baik kursus bahasa asing untuk orang Indonesia maupun kursus bahasa Indonesia untuk orang asing yang memasang label dalam programnya dengan menonjolkan teknik, pendekatan, teknik, atau teknik yang paling mutakhir atau cara-cara yang sedang digandung orang. Misalnya: kursus bahasa inggris dengan pendekatan komunikatif, dengan teknik yang paling mutakhir dijamin dapat berbicara dengan berpidato bahasa jepang dalam 3 bulan, kursus bahasa mandarin praktik 3 bulan ditanggung lancar, dan sebagainya. Termasuk dalam contoh ini adalah program pembelajaran BIPA yang menggunakan label total immersion.
Dipihak lain, memang terhadap juga pendapat yang ekstrim yang menyatakan bahwa teknik yang digunakan oleh guru tidak penting . yang penting adalah kemampuan dan minat belajar serta kualitas dari pembelajaranya. Teknik belaka. Bagaimanakah dengan pendapat yang demikian ini? Terlepas dari masalah setuju atau tidak setuju dengan pendapat tersebut, adalah suatu kenyataan bahwa guru selalu bingung jika setiap kali dihadapkan pada persoalan teknik baru dan diminta kembali teknik yang sudah lama digunakan. Dari kenyataan semacam ini, dapatlah kita mengatakan bahwa teknik merupakan salah saru faktor penting yang menentukan keberhasilan dalam belajar BIPA.
2.      Teknik Pembelajaran BIPA
Kehadiran guru dalam pembelajaran BIPA bukanlah satu-satunya teknik yang paling baik untuk penguasaan BIPA banyak faktor yang biasa dipertimbangkan sebagai penujang kelancaran pencapain keberhasilan dalam belajar BIPA itu. Kehadiran guru hanyalah sebagai salah satu unsur penujang dari sekian banyak unsur yang diperlukan. Unsur-unsur penujang yang lain yang dimaksudkan di sini di antaranya adalah media belajar, sarana dan prasarana yang ada, dan suasana dan kondisi lingkungan belajar.
Berdasarkan perlu tidaknya kehadiran guru dalam pembelajaran BIPA, teknik pembelajaran BIPA itu dapat dibedaka menjadi dua macam, yairu (1) teknik pembelajaran yang berupa pembelajaran sendiri (self instruction) dan (2) teknik pembelajaran dengan kehadiran guru. Setiap teknik ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
a.      Teknik Pembelajaran Mandiri BIPA
Teknik pembelajaran mandiri BIPA merupakan salah satu teknik yang bisa ditempuh dalam pembelajaran BIPA. Dalam teknik ini bebas belajar ada pada pembelajaran. pebelajar harus berusaha keras untuk menguasai materi-materi BIPA yamg diperlukan. Berhasil tidaknya dalam penguasaan BIPA sangat bergantung pada usaha pebelajar itu sendiri.
Dalam teknik pembelajaran mandiri BIPA, semua materi belajar dipelajari dan dikerjakan dengan menggunakan kaset rekaman yang berisi materi BIPA. Oleh karena itu dalam kegiatan ini perlu dipersiapkan buku paket belajar BIPA yang dilengkapi dengan rekamannya. Tidak cukup hanya belajar dan bekerja melalui buku saja. Karena belajar mandiri tanpa menggunakan kaset rekam, belajar tidak akan pernah berlatih menyimak dan tidak akan pernah mendapatkan petujuk pelafalan BIPA yang tepat. Dalam pembelajaran mandiri ini, penyiapan tutorial, kajian teknik yang sesuai, dan sebagainya hanya akan dilakukan apabila pebelajar mengalami kegagalan dalam menguasai BIPA. Selama pebelajar masih dapat mengatasi kesulitannya, kehadiran guru tidak diperlukan.
Teknik belajar mandiri BIPA ini sudah sejak lama dirintis di dalam pembelajaran bahasa Indonesia untuk orang asing. Hal ini sudah lama dilkukan dalam pembelajaran bahasa Indonesia untuk orang asing di Amerika. Juga pernah dilakukan untuk pembelajaran bahasa Indonesia untuk orang asing di Universitas Negeri Malang. Tampaknya, dalam  pembelajaran BIPA di Amerika cara demikian ini memberikan hasil yang cukup baik, tetapi di Universitas Negeri Malang cara yang demikian ini kurang bermanfaat. Hal ini bisa dicari kemungkinan penyebabnya, di antaranya adalah sebagai berikut.
(1)   Di Amerika sulit ditemui model bahasa terget yang dipelajari, sehingga kaset rekaman merupakan penjanan bahasa yang paling efektif. Berbeda dengan kondisi di Amerika, di Indonesia bahasa target banyak ditemukan di masyarakat. Karena itu, kaset sebagai pajana bahasa dan sebagai contoh model pelafalan bahasa Indonesia menjadi kurang efektif.
(2)   Perlengkapan untuk belajar mandiri, misalnya kaset rekaman dan peralatan laboratorium cukup lengkap di Amerika berbeda dengan yang ada di Indonesia. Di negara paman sam banyak sekali sediaan kaset rekaman BIPA ini, tetapi di Indonesia pebelajar agak mengalami kesulitan untuk mendapatkan kaset rekaman ini, karena jumlahnya terbatar.
b.      Teknik Pembelajaran BIPA dengan Kehadiran Guru.
Dalam teknik pembelajaran BIPA, kehadiran guru di sini berfungsi sebgai tutor dan sebagai instruktur. Sebagai seorang tutor dan instruktur, sejak semula guru harus sudah menyadari bahwa peranannya di dalam kelas bukanlah mengajar, tetapi memberikan acuan yang harus diikuti pembelajar. Pebelajar sebagaian besar akan belajar sendiri dan buku yang delengkapi dengan kaset, yang tidak perlu diawali oleh guru. Guru hanya akan memberikan balikan kepada pebelajar yang telah belajar dari buku itu dan membimbing membuat dan mempergunakan kalimat-kalimat dalam percakapan. Misalnya, pelajar mencoba menjawab pertanyaan yang ada dalam buku dengan menirukan pertanyaan dan kaset, yang dikiranya jawabannya itu betul padahal salah. Di sinilah guru sebagai tutor berperan.



Sebagai seorang instruktur, guru perlu memperhatikan hal-hal berikut ini.
1)      Berbicara kepada pelajar hanya bahasa Indonesia
Hindarkanlah penggunaan bahasa inggris, kecuali dalam keadaan yang benar-benar darurat memaksa. Keterangan-keterangan dan pembicaraan-pembicaraan hendaknya sedapat mungkin disampaikan dalam bahasa Indonesia. Seandainya pada permulaan pelajar gagal menangkap dan mengikuti, maka katakan sekali lagi dan serulah pelajaran tersebut untuk mengulangi.
2)      Pakailah kata-kata, bentukan-bentukan, kalimat-kalimat dan tata bahasa yang sudah diketahui pembelajar.
Sebelum masuk kelas tutor harus mengetahui benar-benar bahan mana yang sudah dipelajari oleh pebelajar sehingga tutor dapat memprediksikan kegiatan-kegiatan kominikasi dengan pelajar dalam batas-batas masa sudah dipelajari tersebut. Jangan berambisi untuk menjelahi pelajar dengan kata-kata baru. Prektik semacam itu justru dapat mengganggu kemajuan pelajar terlebih jika kata-kata baru itu diambil sekenanya tanpa pertimbangan yang matang. Terdapat dua alasan mengapaan praktik semacam itu sebaiknya dihindarkan. Pertama kata-kata yang diambil sekenanya tidak akan fungsional karena tidak akan disertai dengan pemakaian yang ulang-ulang dan teratur, sehingga pelajar akan segerah melupakannya. Kedua kadang-kadang pelajar justru akan patah semangat, bukan hanya karena merekan tidak mengerti atau mengingat kata-kata itu akan tetapi akan menyadarkan merekan betapa terlalu sedikitnya bahasa Indonesia yang baru diketahui dan alangkah masing jauhnya yang perlu dipelajari.
3)      Jangan memberikan peluang kepada pebelajar untuk berbahasa inggris, sekalipun mereka belum bisa menyampaikan maksudnya dengan bahasa Indonesia yang baik.
Jika mereka diberi kesempatan berbahasa inggris setiap menemukan kesulitan dari atau merasa diperluan, mereka akan terus dan selalu melakukannya tanpa mau berusaha mencoba terlebih dahulu dengan bahasa Indonesia. Tutor hendaknya mampu mengendalikan dari dan menyikapi hal ini secara tegas, jangan sampai terjadi sebaliknya, tutor malah terseret untuk melayani pebelajar dengan berbahasa inggris.
4)      Berbicaralah secara wajar dengan kecepatan dan intonasi yang normal.
5)      Bila pebelajar mengucapkan kalimat yang salah katakanlah kalimat yang dimaksudkan dengan betul, kemudian mereka mengulanginya. Jangan lupa memberikan penguatan kepeda pebelajar dengan betul-betul pekatihan yang menuntut mereka berkreasi lebih lanjut.
6)      Keslahan yang dilakukan oleh pebelajar hendaklah disikapi sebagai kesalahan bersama, sehingga pembetulannya pun hendaknya dilkukan untuk semua anggota kelas.
7)      Penjelasan tentang kata-kata atau istilah-istilah hendaknya didasrkan pada aspek sosiosemantis dengan mengefektifkan penggunaan contoh-contoh. Penjelasan atau ketersngsn ysng disertai dengan teori-teori atau dasar-dasar linguistik justru akan membuat pebelajar semakin tidak mengerti atau bingung.
8)      Apabila pebelajar menemui kesulitan dalam pelatih (ucapan dan penangkapan)  kalimat-kalimat panjang, potong-potonglah kalimat tersebut dalam satuan-satuan bermakna mulai dari ujung kalimat.
Contoh
Tutor                     : saya tinggal di hotel pelangi
Pembelajar             : saya ting...saya...I don’t know
Tutor                     : saya tinggal di hotel pelangi
Pembelajar             : saya ting...saya ting...
Tutor                     : hotel pelangi
Pembelajar             : hotel pelangi
Tutor                     : di hotel pengi
Pembelajar             : di hotel pelangi
Tutor                     : tinggal di hotel pelangi
Pembelajar             : saya tinggal di hotel pelangi
Tutor                     : sekarang semua bersama-sama
                              Saya tinggal di hotel pelangi
Pembelajar             : (bersama-sama ) saya tinggal di hotel pelangi
Teknik pembelajaran yang melibatkan guru ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, di antaranya adalah sebagai berikut ini.
(1)   Pembelajar dinluar kelas yang disebut dengan istilah tugas luar. Dalam hal ini guru atau tutor itu berperan sebagai teman dari pebelajar. Tugasnya adalah memberikan jawaban atas pertanyaan mahasiswa jika itu diperlukan. Tugas guru sebagai tutir bukan pengawas dan buka pengemong.
(2)   Pembelajaran yang berupa kunjungan ke tempat-tempat tertentu yang akan sering dengan istilah ekskursi. Dalam kegiatan ini, selain memberikan nilai tambah kepada mahasiswa juga sebagai kegiatan pembelajaran yang bisa mengurangi rasa kejenuhan. Di sisni tugas guru juga merupakan teman dari pebelajar itu.
(3)   Pembelajaran formal. Dalam kegiatan pembelajaran formal ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu pembelajaran formal yang klasikal dan individu. Dalam pembelajaran klasikal dapat dilkukan di dalam atau di luar kelas. Sementara, pembelajaran yang bersifat individual dapat berupa bimbingan dan tutorial.







TEKNIK TUTORIAL PEMBELAJARAN BIPA

1.      Pengantar
Pembelajaran BIPA pada hakikatnya merupakan suatu upaya pemolaan yang mengacu dan mengarah pada penanaman kemauan dan kemampuan menggunakan bahasa Indonesia oleh pebelajar asing. Hal mendasar yang perlu diupayakan adalah penciptaan proses pembelajaran BIPA yang sedemikian rupa, sehingga mampu mengkondisi pebelajar untuk “mau” dan mampu berbahasa Indonesia.
Orientasi awal yang harus mendapatkan perhatian utama agar kondisi dan situasi serta proses pembelajaran seperti di atas dapat terwujud adalah alokasi dan pemetaan system pengelolaan dan pengorganisasian proses pembelajaran BIPA secara seksama. Artinya, bagaimanakah strategi yang patut dikembangkan agar dapat menumbuhkembangkan kesadaran pebelajar pada arah, sasaran, dan tumpuhan pembelajaran BIPA yang benar-benar terkodifikasi. Disamping itu, bertitik tolak dari keberadaan bahasa sebagai subsistem perilaku, perlu pula dikembangkan pola dan “mood” pembelajaran yang dapat membiasakan pebelajar asing selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam keseluruhan aktivitas belajarnya secara konkrit.
Sudah barang tentu, upaya dan cara yang dikembangkan dalam aktivitas pembelajaran BIPA tersebut menuntut seperangkat dasar dan bekal/ prasyarat yang inhern dengan dasar, arah, dan sasaran pembelajaran BIPA itu sendiri. Hal ini mutlak sifatnya, jika mengharapkan (1) terciptanya proses pembelajaran BIPA yang efektif dan (2) hasil/ produk pembelajaran BIPA yang optimal. Berangkat dari pemikiran tersebut perlu diperhatikan bahwa pembelajaran BIPA dengan teknik tutorial bukanlah aktivitas yang sederhana, melainkan suatu system proses yang sangat kompleks. Di dalamnya terlibat pelbagai komponen yang satu sama lain saling berinteraksi dan berpengaruh secara fungsional. Kevakuman dan ketidakfungsionalan salah satu komponen akan berimplikasi pada keseluruhan proses dan hasil pembelajaran BIPA.
Dengan tanpa mengecilkan arti dari unsure/ komponen pembelajaran BIPA yang lainnya, kiranya patut dipahami bahwa pembelajaran BIPA dengan teknik tutorial mempunyai peran dan fungsi sangat vital. Hal ini terjadi, karena tutorial merupakan unsur inti proses pembelajaran, di satu pihak, dan juga merupakan titik kunci bagi pengembangan dan perekayasaan hasil pembelajaran di pihak lain. Dengan demikian, mau tidak mau teknik tutorial dalam pembelajaran BIPA harus mendapatkan prioritas perhatian dan mendayagunakan secara matang, baik menyangkut unsur pelaku (subjek) maupun material (objek)-nya. Dasar-dasar atau prasyarat awal yang menyangkut kompetensi/ kemampuan serta pola-pola pengelolaan tutorial hendaknya benar-benar diantisipasi sedini mungkin dengan pertimbangan yang jelas, tegas, dan akurat.
2.      Hakikat Tutorial
Di muka telah dikemukakan bahwa secara terminologis, tutorial diartikan sebagai (proses) pembelajaran. Pemilihan dan penetapan istilah pembelajaran (bukan penagajaran) tersebut dititikberatkan pada esensi proses tutorial itu sendiri, yakni pada upaya untuk membuat pebelajar melakukan aktivitas belajar. Dengan demikian, sebutan tutor pun sebenarnya juga merupakan istilah yang diciptakan untuk merujuk pada pelaku yang bertanggung jawab pada pengupayaan belajar. Penegasan ini perlu dipahamkan untuk menghindari adanya kesalahtafsiran terhada hakikat tutorial yang secara esensial berbeda dengan pengajar (terlebih dalam pengertian konvensional-tradisional). Di samping itu, juga dimaksudkan untuk mendudukkan peran dan fungsi serta tanggung jawab tutor (=pamong) secara proporsional.
Bertolak dari pengertian tutorial seperti di atas, maka peran dan fungsi tutor (=pamong) dalam proses pembelajaran bahasa, khususnya pembelajaran BIPA bukanlah mengajar, akan tetapi membelajarkan. Artinya, tutor tidak semata-mata bertanggung jawab pada penyajian atau penyampaian materi pelajaran melainkan berperan memberikan acuan belajar yang harus diikuti dan atau diidentifikasi oleh pebelajar.
Dalam keseluruhan proses pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing, peran dan fungsi seorang tutor bersifat mahapenting, terutama dalam (1) penciptaan suasana belajar yang benar-benar kondusif-produktif, (2) pengupayaan proses dan ritme belajar yang efektif dan efisien, dan (3) pendayagunaan dan pengelolaan kelas secara optimal-fungsional. Untuk dapat mewujudkan tuntutan peran dan fungsi di atas, seorang tutor hendaknya mampu mengkondisikan diri dan mendudukkan/ menempatkan diri sebagai figure berikut ini:
1.      Tutor hendaknya dapat menjadi penggerak belajar (motor of learning).
2.      Tutor sedapat mungkin menjadi sosok model atau figure model terutama dalam aktualisasi berbahasa Indonesia.
3.      Tutor merupakan fasilitator, sumber informasi, dan tempat bertanya atau tempat memecahkan permasalahan kebahasaan yang sekaligus juga sebagai media belajar.
4.      Tutor merupakan
5.      Organisator, yakni pengelola proses dan interaksi pembelajaran.
6.      Tutor juga merupakam evaluator, penilaian atau pemantau perkembangan belajar, baik dalam proses maupun hasil.
Sehubungan dengan seperangkat tuntutan yang harus dipenuhi oleh seorang tutor untuk dapat mengemban tugas dan tanggung jawabnya tersebut, maka seorang tutor mutlak perlu melengkapi diri dengan seperangkat kemampuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang tutor BIPA, antara lain:
1.      Kepekaan dan kepedulian terhadap bahasa Indonesia, baik terhadap kondisi dan perkembangan maupun terhadap pemakaiannya.
2.      Pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia yang akurat dalam segala aspeknya, baik reseptif, produktif, lisan maupun tulis.
3.      Dasar-dasar metodologi atau strategi pembelajaran BIPA, dan
4.      Kiat mengelola kelas dan interaksi belajar mengajar.

Disamping hal-hal teknis di atas, seorang tutor juga dituntut untuk melengkapi diri dengan hal-hal non teknis terutama yang berhubungan dengan karakteristik dan keberadaan pebelajar. Pertama-tama haruslah disadari bahwa pebelajar BIPA adalah orang asing, yang umumnya terdidik dengan latar belakang budaya dan pendidikan yang berbeda dengan kita. Pemahaman aspek ini penting dimiliki oleh tutor untuk menghindari terjadinya bentuk-bentuk tindak kesilapan dan kekilafan dalam penanganan pembelajaran, yang kadang-kadang dapat berpengaruh negative terhadap proses dan hasil belajar.
Tuntutan lain yang juga tidak kalah pentingnya bagi seorang tutor adalah aspek social dan personal. Tutor harus memiliki keluasan dan keluwesan dalam sosialisasi serta pribadi yang dewasa. Bagaimanapun tutor akan dipandang dan disikapi oleh pebelajar sebagai sosok ideal warga masyarakat bangsa Indonesia. Nah, bagaimana sebaiknya agar tutor selalu menunjukkan sikap sosial dan pribadi terpercaya dan berwibawa dihadapan pebelajar. Tutor hendaknya mempunyai sikap yang konsisten, disiplin, dan bertanggung jawab dalam segala ucapan dan perbuatannya.
Terakhir, seorang tutor juga dituntut untuk memiliki wawasan yang luas tentang kehidupan dan kebudayaan Indonesia, baik local maupun nasional. Bahasa Indonesia secara material merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia sekaligus sebagai wadah budaya dan nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, kemauan dan upaya tutor untuk selalu belajar dan menggali kasanah kehidupan dan kebudayaan Indonesia sangat mendukung dan menunjang keberhasilan penunaian tugas, peran, dan tanggung jawabnya.
3.      Teknik Tutorial
Secara umum kegiatan tutorial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) tutorial formal klasikal, dan (2) tutorial informal individual (peer tutor)
a.       Tutorial Formal Klasikal
Tutorial formal klasikal adalah proses pembelajaran formal di dalam kelas yang sudah terpola dan terstruktur dalam program pembelajaran. Kegiatan ini berorientasi pada pembekalan pola-pola, bentuk-bentuk, perbendaharaan kata dan model-model pemakaian bahasa Indonesia. Prioritas kegiatan dalam tutorial formal klasikal ini adalah pelatihan dan pembenahan dengan menunjukkan dan mengondisikan pebelajar dan pemakaian bahasa Indonesia yang pragmatik komunikatif secara faktual dan berterima. Pelatihan hendaknya dititikberatkan pada penumbuhan kreativitas, daya kritis, dan upaya analisis-kontekstual secara induktif-inquiri.
Secara taktik tutor harus dapat merekayasa interaksi pembelajaran yang multi arah dan komunikatif serta mampu mengembangkan model-model variasi dan bandingan secara cepat dan tepat. Dan secara prinsipal tutor harus mengantisipasi dan memprediksi kemungkinan-kemungkinan hambatan, gangguan, serta kesalahan-kesalahan yang bakal muncul beserta alternative penanganannya.
(Teknik pembelajarannya – lihat bahasan Teknik Pembelajaran BIPA Secara Formal Klasika)
b.      Tutorial Informal Individual (Peer-tutor)
Peer-tutor merupakan bentuk tutorial yang bersifat informal, pelayanannya bersifat individual, bebas, tetapi masih dalam control/ batas-batas program pembelajaran secara utuh. Bentuk kegiatan ini lebih bersifat kreatif dan dimaksudkan sebagai ajang sekaligus media aplikasi kemampuan dan pelatihan berbahasa Indonesia secara konkret di lapangan. Jadi, kegiatan ini secara garis besar memiliki dua tujuan pokok, yaitu (1) memfasilitasi pebelajar dalam menerapan dan pemahaman materi tutorial formal dengan objek-objek, fenomena, dan situasi nyata serta (2) meningkatkan kelancaran, ketepatan, dan kekomunikatifan bahasa Indonesia pebelajar.
Peer-tutor hendaknya diefektifkan pada minggu-minggu awal pembelajaran BIPA dan hendaknya lebih difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang langsung berhubungan dengan atau berkepentingan dengan pebelajar, misalnya ke kantor pos, ke perpustakaan, bank, pasar, objek-objek  sejarah dan sebagainya.
Hal-hal prinsip yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan masak-masak dalam pelaksanaan peer-tutor ini, antara lain:
1.      Koordinasi dengan tutor formal, terutama dalam target dan tujuan pelatihan kebahasaan belajar.
2.      Pemilihan dan penyiapan bentuk-bentuk/ model-model pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai dengan pebelajar.
3.      Kecocokan minat dan hobi antara pebelajar dengan tutor yang mendampinginya atau mengawalnya.
4.      Frekuensi dan intensitas pelatihan selama kegiatan, dan
5.      Peta analisis terhadap kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia pebelajar dan latar belakang penyebabnya.
Pada umumnya, prinsip-prinsip penanganan dan pengelolaan tutorial informal individual tidak jauh berbeda dengan tutorial formal klasikal. Hanya saja, penanganan pada tutorial informal dituntut seoptimal mungkin untuk kegiatan pelatihan, baik dalam frekuensi maupun intensitasnya.
Agar pelaksanaan tutorial informal benar-benar menjangkau tujuan pembelajaran dan mengarah pada acuan beban pembelajaran hendaknya disiapkan secara matang dan terorganisasi. Rambu-rambu pelaksanaannya berikut acuan target dan tuntutannya hendaknya diformatkan secara jelas. Salah satu bentuk rambu-rambu kegiatan individu tertera seperti di bawah ini:
Nama mahasiswa                   :    
Tingkat/ level                         :
Nama tutor                            :
Tanggal tutorial                     :
Lokasi/ objek                         :

I.             Tujuan
(Kemampuan dan keterampilan bahasa Indonesia manakah yang ingin dilatihbinakan)
II.          Target dan prioritas pelatihan
(Kata-kata, bentukan-bentukan dan kalimat-kalimat manakah yang diprioritaskan dalam pelatihan)
III.       Percakapan dan diskusi yang terjadi
(Garis besar percakapan dan diskusi atau pembicaraan yang terjadi atau dilakukan selama tutorial, baik dengan tutor maupun orang lain)
IV.       Hal-hal yang menunjang
(Hal-hal yang membantu kelancaran kegiatan tutorial, baik yang bersumber dari pebelajar maupun dari luar)
V.          Hal-hal yang menghambat
(Hal-hal yang mengganggu dan atau mengurangi aktivitas tutorial, baik yang bersumber dari pebelajar maupun dari luar)
VI.       Bentuk-bentuk kesalahan berbahasa pebelajar
(Data bentuk-bentuk kesalahan pemakaian bahasa Indonesia pebelajar)
VII.    Cara yang ditempuh untuk mengarahkan
(Bagaimanakah cara untuk membetulkan dan membenahi kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia pebelajar)

VIII. Saran-saran
(Tuliskan saran-saran khususnya saran untuk penanganan pembelajaran dalam kelas)
4.      Penutup
Teknik tutorial, sebagai aktivitas inti dalam pembelajaran BIPA memegang peran kunci dalam keseluruhan proses pembelajaran BIPA. Aktivitas ini bersifat kompleks, sebaik sebaik dalam proses, system, maupun prasyarat penanganannya, serta menurut kreativitas dan kita khusus pelaksananya (tutor).
Dalam pengelolaan tutorial, hendaknya diperhatikan dan dipertimbangkan masak-masak keberadaan pembelajaran, terutama aspek kebahasaannya, sehingga dapat ditengarai dengan seksama kemungkinan-kemungkinan pelatihan yang harus dan perlu diberikan. Proporsi, peran, dan kesinambungan antara tutorial formal dengan peer-tutor hendaknya benar-benar diupayakan sedemikian rupa, sehingga mampu membuahkan kontribusi bagi optimalisasi proses pembelajaran bahasa Indonesia. Hal demikian hanya mungkin terwujud apabila didukung oleh adanya dua hal pokok, yakni (1) program tutorial yang tuntas dan padu, baik dari aspek isi, teknis, maupun non teknis; dan (2) para tutor yang memiliki pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan berbahasa Indonesia yang akurat dan mantap serta memiliki wawasan dan pengalaman yang handal.

ANALISIS REGRESI LINIER SEDERHANA DAN BERGANDA




 
PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SUPERVISI PENGAWAS TERHADAP KOMPETENSI GURU SMA NEGERI DI KABUPATEN MAMUJU
 (ABDUL MANNAN, PASCASARJANA UNM)
No.
Kompetensi
Guru (Y)
Kepemimpinan
Kepala Sekolah (X)
1
95
93
2
85
82
3
99
101
4
87
89
5
91
102
6
87
88
7
98
97
8
82
78
9
98
97
10
81
79
11
95
103
12
97
96
13
97
89
14
95
92
15
93
82
16
101
95
17
94
88
18
95
88
19
94
89
20
90
95
21
96
92
22
88
84
23
83
82
24
82
85
25
85
76
26
99
92
27
103
89
28
100
90
29
99
98
30
93
90
31
87
96
32
94
92
33
102
97
34
98
93
35
94
86
36
88
86
37
87
57
38
97
78
39
105
99
40
97
92
41
86
76
42
94
89
43
92
92
44
93
75
45
103
100
46
96
78
47
99
80
48
87
94
49
99
80
50
93
76

Hasil Analisis Regresi Linier Sederhana

Diagram Pencar
Tabel 1

Variables Entered/Removedb
Model
Variables Entered
Variables Removed
Method
dimension0
1
Kepemimpinan  Kepala Sekolah  (X)a
.
Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Kompetensi Guru (Y)





Tabel 1 menunjukkan variabel penelitian. Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah kepemimpinan kepala sekolah dan variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah kompetensi guru.
Tabel 2
Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
dimension0
1
,475a
,226
,210
5,377
a. Predictors: (Constant), Kepemimpinan  Kepala Sekolah  (X)







Tabel 2 menjelaskan daya ramal model diberikan oleh nilai R2 (R-square) = 0,226. Jadi, model mempunyai daya ramal 22,6% (variasi Y dapat dijelaskan oleh model). Nilai R2 ini dikoreksi untuk penggalan (βo), sehingga diperoleh nilai R2 terkoreksi (Adj R-sq) = 0,210. Angka ini menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah (X) dapat meramalkan variasi Y sebesar 21%.

Tabel 3
ANOVAb
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
404,678
1
404,678
13,997
,000a
Residual
1387,742
48
28,911


Total
1792,420
49



a. Predictors: (Constant), Kepemimpinan  Kepala Sekolah  (X)
b. Dependent Variable: Kompetensi Guru (Y)

Tabel 4
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
B
Std. Error
Beta
1
(Constant)
64,727
7,718

8,387
,000
Kepemimpinan  Kepala Sekolah  (X)
,325
,087
,475
3,741
,000
a. Dependent Variable: Kompetensi Guru (Y)

Tabel 4 menginformasikan model persamaan regresi yang diperoleh dengan koefisien konstanta dan koefisien variabel yang ada di kolom Unstandardized Coefficients B. Berdasarkan tabel ini diperoleh model persamaan regresi : Y = 64,727 + 0,325 X. Selanjutnya, kesignifikanan masing-masing peubah bebas yang dapat dilihat pada nilai t (T for H0:Parameter=0) dengan nilai p (Prob>|T|) yang sesuai dengan nilai statistik t tersebut. Taksiran koefisien regresi diberikan oleh parameter estimate, yaitu b0=64,727 dan b1=0,325. Nilai kesalahan baku juga diberikan (Sb1=0,87) dan dapat digunakan untuk menghitung nilai t apabila kita akan menguji hipotesis tentang koefisien regresi. Dari hasil komputer, kita memperoleh bahwa peubah X signifikan karena mempunyai nilai t = 3,741 dengan nilai p = 0,000. Dengan demikian, koefisien regresi untuk X1, yaitu b1= 0,325 dapat diinterpretasi bahwa: Kalau kepemimpinan kepala sekolah (X) meningkat satu satuan, maka kompetensi guru (Y) dapat bertambah atau meningkat sebesar 0,325.
















PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SUPERVISI PENGAWAS TERHADAP KOMPETENSI GURU SMA NEGERI DI KABUPATEN MAMUJU
 (ABDUL MANNAN, PASCASARJANA UNM)
No.
Kompetensi Guru (Y)
Kepemimpinan
Kepala Sekolah (X1)
Supervisi Pengawas (X2)
1
95
93
65
2
85
82
71
3
99
101
66
4
87
89
80
5
91
102
75
6
87
88
83
7
98
97
80
8
82
78
65
9
98
97
84
10
81
79
60
11
95
103
86
12
97
96
81
13
97
89
81
14
95
92
77
15
93
82
65
16
101
95
91
17
94
88
84
18
95
88
81
19
94
89
81
20
90
95
72
21
96
92
75
22
88
84
62
23
83
82
80
24
82
85
78
25
85
76
67
26
99
92
75
27
103
89
84
28
100
90
79
29
99
98
84
30
93
90
83
31
87
96
89
32
94
92
81
33
102
97
86
34
98
93
80
35
94
86
54
36
88
86
67
37
87
57
47
38
97
78
74
39
105
99
79
40
97
92
78
41
86
76
66
42
94
89
80
43
92
92
51
44
93
75
83
45
103
100
86
46
96
78
74
47
99
80
67
48
87
94
78
49
99
80
48
50
93
76
68

Analisis Regresi Linier Berganda
Diagram Pencar X1 ke Y







Diagram Pencar X2 ke Y


Tabel 1

Variables Entered/Removedb
Model
Variables Entered
Variables Removed
Method
dimension0
1
Supervisi Pengawas (X2), Kepemimpinan  Kepala Sekolah (X1) a
.
Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Kompetensi Guru (Y)






Tabel 1 menunjukkan variabel penelitian. Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah kepemimpinan kepala sekolah (X1) dan supervisi pengawas (X2), dan variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah kompetensi guru.


Tabel 2

Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
dimension0
1
,478a
,229
,196
5,423
a. Predictors: (Constant), Supervisi Pengawas (X2), Kepemimpinan  Kepala Sekolah (X1)






Tabel 2 menjelaskan daya ramal model diberikan oleh nilai R2 (R-square) = 0,229. Jadi, model mempunyai daya ramal 22,9% (variasi Y dapat dijelaskan oleh model). Nilai R2 ini dikoreksi untuk penggalan (βo), sehingga diperoleh nilai R2 terkoreksi (Adj R-sq) = 0,196. Angka ini menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah (X1) dan supervisi pengawas (X2) secara bersama-sama dapat menjelaskan sekitar 19,6% kompetensi guru (Y).

Tabel 3

ANOVAb
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
410,054
2
205,027
6,971
,002a
Residual
1382,366
47
29,412


Total
1792,420
49



a. Predictors: (Constant), Supervisi Pengawas (X2), Kepemimpinan  Kepala Sekolah (X1)
b. Dependent Variable: Kompetensi Guru (Y)

Tabel 4

Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
B
Std. Error
Beta
1
(Constant)
64,111
7,916

8,098
,000
Kepemimpinan  Kepala Sekolah (X1)
,300
,106
,438
2,832
,007
Supervisi Pengawas (X2)
,038
,090
,066
,428
,671
a. Dependent Variable: Kompetensi Guru (Y)

Tabel 3 dan 4 menjelaskan persamaan regresinya dapat dinyatakan dengan Y = 64,111+0,300X1+0,038X2 dan kesignifikanan masing-masing peubah bebas yang dapat dilihat pada nilai t (T for H0:Parameter=0) dengan nilai p (Prob>|T|) yang sesuai dengan nilai statistik t tersebut. Dari hasil komputer, kita memperoleh bahwa hanya peubah X1 yang signifikan karena mempunyai nilai t = 2,832 dengan nilai p = 0,007. Dengan demikian, koefisien regresi untuk X1, yaitu b1= 0,300 dapat diinterpretasi bahwa: Kalau kepemimpinan kepala sekolah (X1) meningkat satu satuan, maka kompetensi guru (Y) dapat bertambah atau meningkat sebesar 0,300.