TEKNIK PEMBELAJARAN BIPA SECARA FORMAL KLASIKAL
1.
Pendahuluan
Teknik
pembelajaran bahasa, termasuk pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa
asing merupakan salah satu masalah yang sering dipertanyakan. Berhasil tidaknya
suatu program pembelajaran bahasa diukur dari teknik yang digunakan. Hal ini
wajar, sebab teknik pembelajaran yang dipilih oleh guru juga akan mewarnai isi
dan cara dalam pembelajaran itu. Karena itu, tidak mengherankan bila dalam
kenyataanya sekarang ini banyk kursus bahasa, baik kursus bahasa asing untuk
orang Indonesia maupun kursus bahasa Indonesia untuk orang asing yang memasang
label dalam programnya dengan menonjolkan teknik, pendekatan, teknik, atau
teknik yang paling mutakhir atau cara-cara yang sedang digandung orang.
Misalnya: kursus bahasa inggris dengan pendekatan komunikatif, dengan teknik
yang paling mutakhir dijamin dapat berbicara dengan berpidato bahasa jepang
dalam 3 bulan, kursus bahasa mandarin praktik 3 bulan ditanggung lancar, dan
sebagainya. Termasuk dalam contoh ini adalah program pembelajaran BIPA yang
menggunakan label total immersion.
Dipihak
lain, memang terhadap juga pendapat yang ekstrim yang menyatakan bahwa teknik
yang digunakan oleh guru tidak penting . yang penting adalah kemampuan dan
minat belajar serta kualitas dari pembelajaranya. Teknik belaka. Bagaimanakah
dengan pendapat yang demikian ini? Terlepas dari masalah setuju atau tidak
setuju dengan pendapat tersebut, adalah suatu kenyataan bahwa guru selalu
bingung jika setiap kali dihadapkan pada persoalan teknik baru dan diminta
kembali teknik yang sudah lama digunakan. Dari kenyataan semacam ini, dapatlah
kita mengatakan bahwa teknik merupakan salah saru faktor penting yang menentukan
keberhasilan dalam belajar BIPA.
2.
Teknik
Pembelajaran BIPA
Kehadiran
guru dalam pembelajaran BIPA bukanlah satu-satunya teknik yang paling baik
untuk penguasaan BIPA banyak faktor yang biasa dipertimbangkan sebagai penujang
kelancaran pencapain keberhasilan dalam belajar BIPA itu. Kehadiran guru
hanyalah sebagai salah satu unsur penujang dari sekian banyak unsur yang
diperlukan. Unsur-unsur penujang yang lain yang dimaksudkan di sini di
antaranya adalah media belajar, sarana dan prasarana yang ada, dan suasana dan
kondisi lingkungan belajar.
Berdasarkan
perlu tidaknya kehadiran guru dalam pembelajaran BIPA, teknik pembelajaran BIPA
itu dapat dibedaka menjadi dua macam, yairu (1) teknik pembelajaran yang berupa
pembelajaran sendiri (self instruction) dan (2) teknik pembelajaran dengan
kehadiran guru. Setiap teknik ini memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing.
a.
Teknik
Pembelajaran Mandiri BIPA
Teknik
pembelajaran mandiri BIPA merupakan salah satu teknik yang bisa ditempuh dalam
pembelajaran BIPA. Dalam teknik ini bebas belajar ada pada pembelajaran. pebelajar
harus berusaha keras untuk menguasai materi-materi BIPA yamg diperlukan.
Berhasil tidaknya dalam penguasaan BIPA sangat bergantung pada usaha pebelajar
itu sendiri.
Dalam
teknik pembelajaran mandiri BIPA, semua materi belajar dipelajari dan
dikerjakan dengan menggunakan kaset rekaman yang berisi materi BIPA. Oleh
karena itu dalam kegiatan ini perlu dipersiapkan buku paket belajar BIPA yang
dilengkapi dengan rekamannya. Tidak cukup hanya belajar dan bekerja melalui
buku saja. Karena belajar mandiri tanpa menggunakan kaset rekam, belajar tidak
akan pernah berlatih menyimak dan tidak akan pernah mendapatkan petujuk
pelafalan BIPA yang tepat. Dalam pembelajaran mandiri ini, penyiapan tutorial,
kajian teknik yang sesuai, dan sebagainya hanya akan dilakukan apabila
pebelajar mengalami kegagalan dalam menguasai BIPA. Selama pebelajar masih
dapat mengatasi kesulitannya, kehadiran guru tidak diperlukan.
Teknik
belajar mandiri BIPA ini sudah sejak lama dirintis di dalam pembelajaran bahasa
Indonesia untuk orang asing. Hal ini sudah lama dilkukan dalam pembelajaran
bahasa Indonesia untuk orang asing di Amerika. Juga pernah dilakukan untuk
pembelajaran bahasa Indonesia untuk orang asing di Universitas Negeri Malang.
Tampaknya, dalam pembelajaran BIPA di
Amerika cara demikian ini memberikan hasil yang cukup baik, tetapi di
Universitas Negeri Malang cara yang demikian ini kurang bermanfaat. Hal ini
bisa dicari kemungkinan penyebabnya, di antaranya adalah sebagai berikut.
(1) Di
Amerika sulit ditemui model bahasa terget yang dipelajari, sehingga kaset
rekaman merupakan penjanan bahasa yang paling efektif. Berbeda dengan kondisi
di Amerika, di Indonesia bahasa target banyak ditemukan di masyarakat. Karena
itu, kaset sebagai pajana bahasa dan sebagai contoh model pelafalan bahasa Indonesia
menjadi kurang efektif.
(2) Perlengkapan
untuk belajar mandiri, misalnya kaset rekaman dan peralatan laboratorium cukup
lengkap di Amerika berbeda dengan yang ada di Indonesia. Di negara paman sam
banyak sekali sediaan kaset rekaman BIPA ini, tetapi di Indonesia pebelajar
agak mengalami kesulitan untuk mendapatkan kaset rekaman ini, karena jumlahnya
terbatar.
b.
Teknik
Pembelajaran BIPA dengan Kehadiran Guru.
Dalam
teknik pembelajaran BIPA, kehadiran guru di sini berfungsi sebgai tutor dan
sebagai instruktur. Sebagai seorang tutor dan instruktur, sejak semula guru
harus sudah menyadari bahwa peranannya di dalam kelas bukanlah mengajar, tetapi
memberikan acuan yang harus diikuti pembelajar. Pebelajar sebagaian besar akan
belajar sendiri dan buku yang delengkapi dengan kaset, yang tidak perlu diawali
oleh guru. Guru hanya akan memberikan balikan kepada pebelajar yang telah
belajar dari buku itu dan membimbing membuat dan mempergunakan kalimat-kalimat
dalam percakapan. Misalnya, pelajar mencoba menjawab pertanyaan yang ada dalam
buku dengan menirukan pertanyaan dan kaset, yang dikiranya jawabannya itu betul
padahal salah. Di sinilah guru sebagai tutor berperan.
Sebagai
seorang instruktur, guru perlu memperhatikan hal-hal berikut ini.
1) Berbicara
kepada pelajar hanya bahasa Indonesia
Hindarkanlah penggunaan bahasa inggris,
kecuali dalam keadaan yang benar-benar darurat memaksa. Keterangan-keterangan
dan pembicaraan-pembicaraan hendaknya sedapat mungkin disampaikan dalam bahasa
Indonesia. Seandainya pada permulaan pelajar gagal menangkap dan mengikuti,
maka katakan sekali lagi dan serulah pelajaran tersebut untuk mengulangi.
2) Pakailah
kata-kata, bentukan-bentukan, kalimat-kalimat dan tata bahasa yang sudah
diketahui pembelajar.
Sebelum
masuk kelas tutor harus mengetahui benar-benar bahan mana yang sudah dipelajari
oleh pebelajar sehingga tutor dapat memprediksikan kegiatan-kegiatan kominikasi
dengan pelajar dalam batas-batas masa sudah dipelajari tersebut. Jangan
berambisi untuk menjelahi pelajar dengan kata-kata baru. Prektik semacam itu
justru dapat mengganggu kemajuan pelajar terlebih jika kata-kata baru itu
diambil sekenanya tanpa pertimbangan yang matang. Terdapat dua alasan mengapaan
praktik semacam itu sebaiknya dihindarkan. Pertama kata-kata yang diambil
sekenanya tidak akan fungsional karena tidak akan disertai dengan pemakaian
yang ulang-ulang dan teratur, sehingga pelajar akan segerah melupakannya. Kedua
kadang-kadang pelajar justru akan patah semangat, bukan hanya karena merekan
tidak mengerti atau mengingat kata-kata itu akan tetapi akan menyadarkan
merekan betapa terlalu sedikitnya bahasa Indonesia yang baru diketahui dan
alangkah masing jauhnya yang perlu dipelajari.
3) Jangan
memberikan peluang kepada pebelajar untuk berbahasa inggris, sekalipun mereka
belum bisa menyampaikan maksudnya dengan bahasa Indonesia yang baik.
Jika
mereka diberi kesempatan berbahasa inggris setiap menemukan kesulitan dari atau
merasa diperluan, mereka akan terus dan selalu melakukannya tanpa mau berusaha
mencoba terlebih dahulu dengan bahasa Indonesia. Tutor hendaknya mampu
mengendalikan dari dan menyikapi hal ini secara tegas, jangan sampai terjadi
sebaliknya, tutor malah terseret untuk melayani pebelajar dengan berbahasa
inggris.
4) Berbicaralah
secara wajar dengan kecepatan dan intonasi yang normal.
5) Bila
pebelajar mengucapkan kalimat yang salah katakanlah kalimat yang dimaksudkan dengan
betul, kemudian mereka mengulanginya. Jangan lupa memberikan penguatan kepeda
pebelajar dengan betul-betul pekatihan yang menuntut mereka berkreasi lebih
lanjut.
6) Keslahan
yang dilakukan oleh pebelajar hendaklah disikapi sebagai kesalahan bersama,
sehingga pembetulannya pun hendaknya dilkukan untuk semua anggota kelas.
7) Penjelasan
tentang kata-kata atau istilah-istilah hendaknya didasrkan pada aspek
sosiosemantis dengan mengefektifkan penggunaan contoh-contoh. Penjelasan atau
ketersngsn ysng disertai dengan teori-teori atau dasar-dasar linguistik justru
akan membuat pebelajar semakin tidak mengerti atau bingung.
8) Apabila
pebelajar menemui kesulitan dalam pelatih (ucapan dan penangkapan) kalimat-kalimat panjang, potong-potonglah
kalimat tersebut dalam satuan-satuan bermakna mulai dari ujung kalimat.
Contoh
Tutor : saya tinggal di hotel
pelangi
Pembelajar : saya ting...saya...I don’t know
Tutor : saya tinggal di hotel
pelangi
Pembelajar : saya ting...saya ting...
Tutor : hotel pelangi
Pembelajar : hotel pelangi
Tutor : di hotel pengi
Pembelajar : di hotel pelangi
Tutor : tinggal di hotel pelangi
Pembelajar : saya tinggal di hotel pelangi
Tutor : sekarang semua
bersama-sama
Saya tinggal di hotel pelangi
Pembelajar : (bersama-sama ) saya tinggal di hotel pelangi
Teknik
pembelajaran yang melibatkan guru ini dapat dilakukan dengan berbagai macam
cara, di antaranya adalah sebagai berikut ini.
(1) Pembelajar
dinluar kelas yang disebut dengan istilah tugas luar. Dalam hal ini guru atau
tutor itu berperan sebagai teman dari pebelajar. Tugasnya adalah memberikan
jawaban atas pertanyaan mahasiswa jika itu diperlukan. Tugas guru sebagai tutir
bukan pengawas dan buka pengemong.
(2) Pembelajaran
yang berupa kunjungan ke tempat-tempat tertentu yang akan sering dengan istilah
ekskursi. Dalam kegiatan ini, selain memberikan nilai tambah kepada mahasiswa
juga sebagai kegiatan pembelajaran yang bisa mengurangi rasa kejenuhan. Di
sisni tugas guru juga merupakan teman dari pebelajar itu.
(3) Pembelajaran
formal. Dalam kegiatan pembelajaran formal ini dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu pembelajaran formal yang klasikal dan individu. Dalam pembelajaran
klasikal dapat dilkukan di dalam atau di luar kelas. Sementara, pembelajaran
yang bersifat individual dapat berupa bimbingan dan tutorial.
TEKNIK
TUTORIAL PEMBELAJARAN BIPA
1.
Pengantar
Pembelajaran BIPA pada hakikatnya merupakan suatu
upaya pemolaan yang mengacu dan mengarah pada penanaman kemauan dan kemampuan
menggunakan bahasa Indonesia oleh pebelajar asing. Hal mendasar yang perlu
diupayakan adalah penciptaan proses pembelajaran BIPA yang sedemikian rupa,
sehingga mampu mengkondisi pebelajar untuk “mau” dan mampu berbahasa
Indonesia.
Orientasi awal yang harus mendapatkan perhatian
utama agar kondisi dan situasi serta proses pembelajaran seperti di atas dapat
terwujud adalah alokasi dan pemetaan system pengelolaan dan pengorganisasian
proses pembelajaran BIPA secara seksama. Artinya, bagaimanakah strategi yang
patut dikembangkan agar dapat menumbuhkembangkan kesadaran pebelajar pada arah,
sasaran, dan tumpuhan pembelajaran BIPA yang benar-benar terkodifikasi.
Disamping itu, bertitik tolak dari keberadaan bahasa sebagai subsistem
perilaku, perlu pula dikembangkan pola dan “mood” pembelajaran yang dapat
membiasakan pebelajar asing selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam
keseluruhan aktivitas belajarnya secara konkrit.
Sudah barang tentu, upaya dan cara yang dikembangkan
dalam aktivitas pembelajaran BIPA tersebut menuntut seperangkat dasar dan
bekal/ prasyarat yang inhern dengan dasar, arah, dan sasaran pembelajaran BIPA
itu sendiri. Hal ini mutlak sifatnya, jika mengharapkan (1) terciptanya proses
pembelajaran BIPA yang efektif dan (2) hasil/ produk pembelajaran BIPA yang
optimal. Berangkat dari pemikiran tersebut perlu diperhatikan bahwa
pembelajaran BIPA dengan teknik tutorial bukanlah aktivitas yang sederhana,
melainkan suatu system proses yang sangat kompleks. Di dalamnya terlibat
pelbagai komponen yang satu sama lain saling berinteraksi dan berpengaruh
secara fungsional. Kevakuman dan ketidakfungsionalan salah satu komponen akan
berimplikasi pada keseluruhan proses dan hasil pembelajaran BIPA.
Dengan tanpa mengecilkan arti dari unsure/ komponen
pembelajaran BIPA yang lainnya, kiranya patut dipahami bahwa pembelajaran BIPA
dengan teknik tutorial mempunyai peran dan fungsi sangat vital. Hal ini
terjadi, karena tutorial merupakan unsur inti proses pembelajaran, di satu
pihak, dan juga merupakan titik kunci bagi pengembangan dan perekayasaan hasil
pembelajaran di pihak lain. Dengan demikian, mau tidak mau teknik tutorial
dalam pembelajaran BIPA harus mendapatkan prioritas perhatian dan
mendayagunakan secara matang, baik menyangkut unsur pelaku (subjek) maupun
material (objek)-nya. Dasar-dasar atau prasyarat awal yang menyangkut
kompetensi/ kemampuan serta pola-pola pengelolaan tutorial hendaknya
benar-benar diantisipasi sedini mungkin dengan pertimbangan yang jelas, tegas,
dan akurat.
2.
Hakikat
Tutorial
Di muka telah dikemukakan bahwa secara terminologis,
tutorial diartikan sebagai (proses) pembelajaran. Pemilihan dan penetapan
istilah pembelajaran (bukan penagajaran) tersebut dititikberatkan pada esensi
proses tutorial itu sendiri, yakni pada upaya untuk membuat pebelajar melakukan
aktivitas belajar. Dengan demikian, sebutan tutor pun sebenarnya juga
merupakan istilah yang diciptakan untuk merujuk pada pelaku yang bertanggung
jawab pada pengupayaan belajar. Penegasan ini perlu dipahamkan untuk
menghindari adanya kesalahtafsiran terhada hakikat tutorial yang secara
esensial berbeda dengan pengajar (terlebih dalam pengertian
konvensional-tradisional). Di samping itu, juga dimaksudkan untuk mendudukkan
peran dan fungsi serta tanggung jawab tutor (=pamong) secara proporsional.
Bertolak dari pengertian tutorial seperti di atas,
maka peran dan fungsi tutor (=pamong) dalam proses pembelajaran bahasa, khususnya
pembelajaran BIPA bukanlah mengajar, akan tetapi membelajarkan. Artinya,
tutor tidak semata-mata bertanggung jawab pada penyajian atau penyampaian
materi pelajaran melainkan berperan memberikan acuan belajar yang harus
diikuti dan atau diidentifikasi oleh pebelajar.
Dalam keseluruhan proses pembelajaran bahasa
Indonesia sebagai bahasa asing, peran dan fungsi seorang tutor bersifat
mahapenting, terutama dalam (1) penciptaan suasana belajar yang benar-benar
kondusif-produktif, (2) pengupayaan proses dan ritme belajar yang efektif dan
efisien, dan (3) pendayagunaan dan pengelolaan kelas secara optimal-fungsional.
Untuk dapat mewujudkan tuntutan peran dan fungsi di atas, seorang tutor
hendaknya mampu mengkondisikan diri dan mendudukkan/ menempatkan diri sebagai
figure berikut ini:
1.
Tutor hendaknya dapat menjadi penggerak
belajar (motor of learning).
2.
Tutor sedapat mungkin menjadi sosok
model atau figure model terutama dalam aktualisasi berbahasa Indonesia.
3.
Tutor merupakan fasilitator, sumber
informasi, dan tempat bertanya atau tempat memecahkan permasalahan kebahasaan
yang sekaligus juga sebagai media belajar.
4.
Tutor merupakan
5.
Organisator, yakni pengelola proses dan
interaksi pembelajaran.
6.
Tutor juga merupakam evaluator,
penilaian atau pemantau perkembangan belajar, baik dalam proses maupun hasil.
Sehubungan dengan seperangkat tuntutan yang harus
dipenuhi oleh seorang tutor untuk dapat mengemban tugas dan tanggung jawabnya
tersebut, maka seorang tutor mutlak perlu melengkapi diri dengan seperangkat
kemampuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang tutor BIPA, antara
lain:
1.
Kepekaan dan kepedulian terhadap bahasa
Indonesia, baik terhadap kondisi dan perkembangan maupun terhadap pemakaiannya.
2.
Pengetahuan dan keterampilan berbahasa
Indonesia yang akurat dalam segala aspeknya, baik reseptif, produktif, lisan
maupun tulis.
3.
Dasar-dasar metodologi atau strategi
pembelajaran BIPA, dan
4.
Kiat mengelola kelas dan interaksi
belajar mengajar.
Disamping hal-hal teknis di atas, seorang tutor juga
dituntut untuk melengkapi diri dengan hal-hal non teknis terutama yang
berhubungan dengan karakteristik dan keberadaan pebelajar. Pertama-tama
haruslah disadari bahwa pebelajar BIPA adalah orang asing, yang umumnya
terdidik dengan latar belakang budaya dan pendidikan yang berbeda dengan kita.
Pemahaman aspek ini penting dimiliki oleh tutor untuk menghindari terjadinya
bentuk-bentuk tindak kesilapan dan kekilafan dalam penanganan pembelajaran,
yang kadang-kadang dapat berpengaruh negative terhadap proses dan hasil belajar.
Tuntutan lain yang juga tidak kalah pentingnya bagi
seorang tutor adalah aspek social dan personal. Tutor harus memiliki keluasan
dan keluwesan dalam sosialisasi serta pribadi yang dewasa. Bagaimanapun tutor
akan dipandang dan disikapi oleh pebelajar sebagai sosok ideal warga masyarakat
bangsa Indonesia. Nah, bagaimana sebaiknya agar tutor selalu menunjukkan sikap
sosial dan pribadi terpercaya dan berwibawa dihadapan pebelajar. Tutor
hendaknya mempunyai sikap yang konsisten, disiplin, dan bertanggung jawab dalam
segala ucapan dan perbuatannya.
Terakhir, seorang tutor juga dituntut untuk memiliki
wawasan yang luas tentang kehidupan dan kebudayaan Indonesia, baik local maupun
nasional. Bahasa Indonesia secara material merupakan bagian dari kebudayaan
Indonesia sekaligus sebagai wadah budaya dan nilai-nilai kehidupan masyarakat
Indonesia. Oleh karena itu, kemauan dan upaya tutor untuk selalu belajar dan
menggali kasanah kehidupan dan kebudayaan Indonesia sangat mendukung dan
menunjang keberhasilan penunaian tugas, peran, dan tanggung jawabnya.
3. Teknik
Tutorial
Secara umum kegiatan tutorial dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu (1) tutorial formal klasikal, dan (2) tutorial informal
individual (peer tutor)
a.
Tutorial Formal Klasikal
Tutorial formal klasikal adalah proses pembelajaran
formal di dalam kelas yang sudah terpola dan terstruktur dalam program
pembelajaran. Kegiatan ini berorientasi pada pembekalan pola-pola,
bentuk-bentuk, perbendaharaan kata dan model-model pemakaian bahasa Indonesia.
Prioritas kegiatan dalam tutorial formal klasikal ini adalah pelatihan dan
pembenahan dengan menunjukkan dan mengondisikan pebelajar dan pemakaian bahasa
Indonesia yang pragmatik komunikatif secara faktual dan berterima. Pelatihan
hendaknya dititikberatkan pada penumbuhan kreativitas, daya kritis, dan upaya
analisis-kontekstual secara induktif-inquiri.
Secara taktik tutor harus dapat merekayasa interaksi
pembelajaran yang multi arah dan komunikatif serta mampu mengembangkan
model-model variasi dan bandingan secara cepat dan tepat. Dan secara prinsipal
tutor harus mengantisipasi dan memprediksi kemungkinan-kemungkinan hambatan,
gangguan, serta kesalahan-kesalahan yang bakal muncul beserta alternative
penanganannya.
(Teknik pembelajarannya – lihat bahasan Teknik Pembelajaran BIPA Secara Formal
Klasika)
b.
Tutorial Informal Individual
(Peer-tutor)
Peer-tutor merupakan bentuk tutorial yang bersifat
informal, pelayanannya bersifat individual, bebas, tetapi masih dalam control/
batas-batas program pembelajaran secara utuh. Bentuk kegiatan ini lebih
bersifat kreatif dan dimaksudkan sebagai ajang sekaligus media aplikasi
kemampuan dan pelatihan berbahasa Indonesia secara konkret di lapangan. Jadi,
kegiatan ini secara garis besar memiliki dua tujuan pokok, yaitu (1)
memfasilitasi pebelajar dalam menerapan dan pemahaman materi tutorial formal
dengan objek-objek, fenomena, dan situasi nyata serta (2) meningkatkan
kelancaran, ketepatan, dan kekomunikatifan bahasa Indonesia pebelajar.
Peer-tutor hendaknya diefektifkan pada minggu-minggu
awal pembelajaran BIPA dan hendaknya lebih difokuskan pada kegiatan-kegiatan
yang langsung berhubungan dengan atau berkepentingan dengan pebelajar, misalnya
ke kantor pos, ke perpustakaan, bank, pasar, objek-objek sejarah dan sebagainya.
Hal-hal prinsip yang harus diperhatikan dan
dipertimbangkan masak-masak dalam pelaksanaan peer-tutor ini, antara lain:
1. Koordinasi
dengan tutor formal, terutama dalam target dan tujuan pelatihan kebahasaan
belajar.
2. Pemilihan
dan penyiapan bentuk-bentuk/ model-model pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai
dengan pebelajar.
3. Kecocokan
minat dan hobi antara pebelajar dengan tutor yang mendampinginya atau
mengawalnya.
4. Frekuensi
dan intensitas pelatihan selama kegiatan, dan
5. Peta
analisis terhadap kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia pebelajar dan latar
belakang penyebabnya.
Pada umumnya, prinsip-prinsip penanganan dan
pengelolaan tutorial informal individual tidak jauh berbeda dengan tutorial
formal klasikal. Hanya saja, penanganan pada tutorial informal dituntut
seoptimal mungkin untuk kegiatan pelatihan, baik dalam frekuensi maupun
intensitasnya.
Agar pelaksanaan tutorial informal benar-benar
menjangkau tujuan pembelajaran dan mengarah pada acuan beban pembelajaran
hendaknya disiapkan secara matang dan terorganisasi. Rambu-rambu pelaksanaannya
berikut acuan target dan tuntutannya hendaknya diformatkan secara jelas. Salah
satu bentuk rambu-rambu kegiatan individu tertera seperti di bawah ini:
Nama mahasiswa :
Tingkat/ level :
Nama tutor :
Tanggal tutorial :
Lokasi/ objek :
I.
Tujuan
(Kemampuan dan keterampilan bahasa
Indonesia manakah yang ingin dilatihbinakan)
II.
Target dan prioritas pelatihan
(Kata-kata, bentukan-bentukan dan
kalimat-kalimat manakah yang diprioritaskan dalam pelatihan)
III. Percakapan
dan diskusi yang terjadi
(Garis besar percakapan dan diskusi
atau pembicaraan yang terjadi atau dilakukan selama tutorial, baik dengan tutor
maupun orang lain)
IV. Hal-hal
yang menunjang
(Hal-hal yang membantu kelancaran
kegiatan tutorial, baik yang bersumber dari pebelajar maupun dari luar)
V.
Hal-hal yang menghambat
(Hal-hal yang mengganggu dan atau
mengurangi aktivitas tutorial, baik yang bersumber dari pebelajar maupun dari
luar)
VI. Bentuk-bentuk
kesalahan berbahasa pebelajar
(Data bentuk-bentuk kesalahan
pemakaian bahasa Indonesia pebelajar)
VII. Cara
yang ditempuh untuk mengarahkan
(Bagaimanakah cara untuk
membetulkan dan membenahi kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia pebelajar)
VIII. Saran-saran
(Tuliskan saran-saran khususnya
saran untuk penanganan pembelajaran dalam kelas)
4. Penutup
Teknik tutorial, sebagai aktivitas inti dalam
pembelajaran BIPA memegang peran kunci dalam keseluruhan proses pembelajaran
BIPA. Aktivitas ini bersifat kompleks, sebaik sebaik dalam proses, system,
maupun prasyarat penanganannya, serta menurut kreativitas dan kita khusus
pelaksananya (tutor).
Dalam pengelolaan tutorial, hendaknya diperhatikan
dan dipertimbangkan masak-masak keberadaan pembelajaran, terutama aspek
kebahasaannya, sehingga dapat ditengarai dengan seksama kemungkinan-kemungkinan
pelatihan yang harus dan perlu diberikan. Proporsi, peran, dan kesinambungan
antara tutorial formal dengan peer-tutor hendaknya benar-benar diupayakan
sedemikian rupa, sehingga mampu membuahkan kontribusi bagi optimalisasi proses
pembelajaran bahasa Indonesia. Hal demikian hanya mungkin terwujud apabila
didukung oleh adanya dua hal pokok, yakni (1) program tutorial yang tuntas dan
padu, baik dari aspek isi, teknis, maupun non teknis; dan (2) para tutor yang
memiliki pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan berbahasa Indonesia yang akurat
dan mantap serta memiliki wawasan dan pengalaman yang handal.